cari cari ...

Wednesday, November 10, 2010

Tak Mudah Menjadi Muslim Sekaligus Menjadi Orang Amerika

Menjadi orang yang "berbeda" kadang tidak mudah. Tanyalah pada Rafa Nizam dan ia akan menjawab, "Saya merasa memiliki warna kulit berbeda kadang membuat saya merasa diasingkan dari orang banyak," kata Nizam, seorang mahasiswa baru di Universitas Missouri.


Situasinya bertambah sulit karena Nizam juga seorang muslim. Ia dibesarkan di Columbia, kota terbesar di Missouri Tengah, yang populasi muslimnya berkembang pesat. Ia mengakui, menjadi seorang muslim sekaligus orang Amerika bukan perkara gampang. "Setiap hari adalah perjuangan, menjadi tugas sehari-hari untuk merekonsiliasikan keduanya," ujar Nizam.

Menurutnya, kehidupan komunitas Muslim di Columbia lebih nyaman. "Columbia menjadi tempat yang damai bagi komunitas Muslim meski masih ada tindakan dan sikap anti-Muslim di berbagai tempat di negeri ini," imbuh Nizam.

Dr Rezwan Islam, anggota Islamic Center of Central Missouri (ICCM) mengakui bahwa komunitas Muslim di kota itu belum diterima dengan terbuka seperti di Columbia, karena karakter penduduk Missouri.

"Mayoritas penduduk Columbia berpendidikan tinggi. Di sana banyak universitas, banyak orang-orang profesional dan mereka paham untuk tidak menilai seseorang dengan melihat siapa Anda," jelas Islam.

Kehadirian Islamic Center di Missouri Tengah ternyata banyak membantu warga Muslim di kota itu dari sikap sentimen anti-Islam, sehingga komunitas Muslim masih bisa hidup dengan tenang. Ayah Nizam, Rashed Nizam yang pernah menjadi ketua ICCM menceritakan kerja keras komunitas Muslim di Missouri untuk membangun Islamic Center itu.

"Waktu itu, cuma ada lima keluarga muslim yang berasal dari berbagai negara, mereka sedang menuntut ilmu di sini. Dua mahasiswa PhD lalu berinisiatif untuk membangun Islamic Center, karena sebagai muslim kami wajid salat di masjid," tutur Rashed Nizam.

Para mahasiswa muslim di Missouri ketika itu masih menggunakan sebuah tempat yang sekarang sudah dibangun menjadi Tiger Hotel, untuk salat berjamaah. Di tempat itu mereka sering bertemu dan jumlahnya makin banyak sehingga tempatnya tidak mampu menampung mereka lagi.

"Awalnya kami berencana pindah dan menyewa sebuah tempat di universitas, tapi kami tidak bisa menggunakan universitas ini karena saya pikir negara dan agama tidak berjalan beriringan," sambung Rashed Nizam.

Lalu dengan bantuan donasi, kelompok mahasiswa muslim itu membeli sebidang tanah di daerah pinggiran dan sedikit demi sedikit melakukan pembangunan hingga selesai pada tahun 1983. Bangunan itulah yang menjadi gedung ICCM sekarang. "Masjid itu merupakan masjid pertama dan satu-satunya di Columbia," tukasnya.

Selama perjalanannya, banyak peristiwa yang menimpa masjid itu. Pada tahun 2004, masjid ICCM menjadi target pemantauan FBI karena anggota jamaahnya dicurigai terlibat pendanaan terorisme melalui kantor Islamic American Relief Agency di Columbia. Pemerintah AS sendiri lalu melarang dan membubarkan IARA.

ICCM yang juga berfungsi sebagai masjid tetap memainkan peran aktif di tengah masyarakat dan menjadi tempat bertemu serta berinteraksi warga masyarakat setempat yang ingin lebih banyak tahu tentang Islam dan budaya Islam. eramuslim.com

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More