cari cari ...

Tuesday, October 25, 2011

Bahaya Besar Islam Tak Bersatu

Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS), KH Hasyim Muzadi meyakini pasca-kematian Moammar Khadafi, Libya tak akan hidup tenteram dan sejahtera.

Pemimpin baru Libya nantinya diprediksi menanggung masalah berat, yakni menciptakan stabilitas keamanan.

"Kesulitan pertama pasca jatuhnya rezim Kadhafi adalah sulitnya menciptakan persatuan dan keamanan rakyat," tutur KH Hasyim di Jakarta, Minggu (23/10/2011).

Nasib Libya diyakini akan sama dengan Irak pasca-meninggalnya Saddam Hussein. Hingga kini Irak masih dilanda perang saudara. Apalagi, di Libya militan loyalis Khadafi jumlahnya masih sangat besar. Mereka tak akan terima atas kondisi saat ini.

"Di sinilah kesulitan rezim baru Libya sebagaimana rezim baru di Irak yang sampai sekarang kesulitan menggalang stabilitas," jelas mantan Ketua Umum PBNU yang pernah berkunjung ke Libya pada 2004 dan 2006 itu.

Kini, NATO tak akan segigih saat "membela" Libya atas nama demokrasi dan HAM. Fokus mereka selanjutnya tentu masalah konsesi minyak. "Sebab, motif pertama dan utama dalam perubahan oleh Barat di Timteng adalah minyak," jelasnya.

Namun, dalam rangka menghemat biaya, Barat tak menggunakan cara invasi besar-besaran, seperti serangan dua kali ke Saddam Hussein di Irak. "Serangan dan invasi total Barat seperti di Irak sangat mahal, karena menghabiskan biaya besar," tutur pengasuh Ponpes Al Hikam Malang, Jawa Timur ini.

"Kini, Barat lebih memilih membiayai kelompok oposisi dengan tema demokrasi dan HAM untuk memberontak, dan ketika pemerintah menindak setiap pemberontakan, pemerintah yang bersangkutan terkena tuduhan melanggar HAM. Itu kemudian menjadi justifikasi serangan atau mempersenjatai kelompok pemberontak," jelas KH Hasyim.

Suriah Terancam
Sebelum invasi dilakukan terhadap penguasa yang dianggap melanggar HAM, Barat melakukan sanksi berupa pembekuan aset-aset penguasa atau pemerintah yang sebagian untuk membiayai pemberontak. "Ketika Khadafi meninggal, tentu asetnya lebih sulit dilacak Barat," katanya.

Cak Hasyim, sapaan akrab KH Hasyim Muzadi menyayangkan kebiasaan raja-raja minyak di Timteng yang gemar menyimpan uang di Eropa. "Padahal, cara itu sebenarnya gol bunuh diri oleh mereka sendiri, pembekuan aset, sebagian dipakai memprovokasi dan membiayai para pemberontak untuk menjatuhkan penguasa atau pemerintah," jelasnya.

Terlepas dari hal itu, kekeliruan dari beberapa rezim di negara-negara Islam, adalah tiadanya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Akibatnya, dijadikan pintu masuk intervensi asing demi minyak dan hegemoni. Namun, tak semua negara monarki dan teokratis menjadi sasaran invasi Barat.

Mengenai jatuhnya rezim Khadafi dan pergolakan Timteng secara umum, dicermati ada dua hal bagi Dunia Islam. Pertama, kesenjangan antara ajaran Islam dan negara Islam, utamanya dalam keadilan politik dan ekonomi.

Kedua, sulitnya mempersatuan negara-negara Arab. Masyarakat di Timteng tak pernah bersatu, sehingga Amerika bisa menyerang Afghanistan dengan menggunakan pangkalan militer di Karachi.

"Amerika juga menyerang Irak dua kali dengan menggunakan pangkalan di Arab Saudi. Selain itu, Amerika juga menyerang Libya dengan pangkalan di Qatar," tutur Cak Hasyim.

Pasca-lengsernya Khadafi, Barat diyakini tetap tertuju Timur Tengah. "Suriah bisa jadi target berikutnya karena negara ini dianggap bisa mengganggu Israel," tandas mantan Ketua Umum PBNU ini. Bahaya Besar Islam Tak Bersatu (okezone/*)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More