cari cari ...

Showing posts with label islam. Show all posts
Showing posts with label islam. Show all posts

Thursday, January 29, 2015

Mufti Mesir Rezim Sisi : Organisasi Negara Islam Bukan Suatu Khilafah Dan Bagian Dari Islam

Mufti Mesir Rezim Sisi : Organisasi Negara Islam Bukan Suatu Khilafah Dan Bagian Dari Islam. Eramuslim –Mufti negara Mesir, Dr Shawki Abdel Kareem Alam, menyatakan bahwa organisasi Negara Islam (IS) bukanlah suatu negara dan bukan pula merupakan bagian dari Islam, dalam sebuah pernyataan di depan anggota Dewan Islam Singapura pada hari Senin (26/01) kemarin.

Dalam pertemuan tersebut Dr Shawki mengatakan, “Kami telah menekankan sebelumnya bahwa kita tidak harus menggunakan sebutan negara Islam untuk menyebut kelompok bersenjata Daash.”

Menurutnya pembentukan negara Islam harus dikembalikan kepada akar organisasi pada awalnya.
Dr Shawki menganggap bahwa sejak kemunculan organisasi di tahun 2013 hingga dapat mendominasi wilayah yang luas dan menyatakan “khilafah” di kawasan yang dikendalikan oleh mereka di Irak dan Suriah adalah salah, “organisasi salah menafsirkan Islam,” tegas Dr Shawki.

Mufti Mesir menyatakan bahwa organisasi Daash menganggap telah melakukan sesuatu atas nama Islam, akan tetapi dirinya menegaskan bahwa perbuatan Daash tersebut bukanlah bagian dari Islam.
Sementara itu menanggapi penerbitan gambar karikatur nabi Muhammad oleh majalah satir Charlie Hebdo, Dr Shawki menyatakan bahwa perbuatan tersebut telah menyinggung perasaan miliaran umat Muslim di dunia. Akan tetapi menurutnya umat Muslim harus menangani masalah ini secara rasional.
“Ketika seseorang melakukan kejahatan di satu negara, ada cara untuk memastikan bahwa membawa masalah ini melalui jalur yang tepat, dan segala sesuatu yang kita lakukan harus adil, ini adalah dasar dari Islam,” tambah Dr Shawki.

Dr Shawki Abdel Kareem Alam diangkat menjadi mufti negara oleh mantan Presiden Muhammad Mursi pada akhir Februari 2013 lalu. Posisinya dianggap ‘aman’ dan tidak digantikan oleh presiden kudeta Abdel Fattah Sisi ketika telah dilantik menjadi presiden baru Mesir pada bulan Juni 2014. Ini menunjukkan jika panglima rezim militer As-Sisi cocok dan sevisi dengan Dr. Shawki Abdel Kareem sehingga tetap mempertahankannya. (Alarabiya/Ram)

 Mufti Mesir Rezim Sisi : Organisasi Negara Islam Bukan Suatu Khilafah Dan Bagian Dari Islam http://www.eramuslim.com/berita/mufti-mesir-organisasi-negara-islam-bukan-suatu-khilafah-dan-bagian-dari-islam.htm#.VMpScy6UOSo

Friday, October 12, 2012

Persatuan dan khilafah, syarat kebangkitan Islam

Ada 3 perkara yang menjadi alasan penting terjadinya kebangkitan Islam. Pertama adalah umat Islam harus berani melepaskan secara total atas ketergantungan terhadap dominasi kekuatan Barat. Keduanya, bersunya Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan ketiga, berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah. Demikian disampaikan Rahmat S Labib, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

 “Kita harus melepaskan ketergantungan kita kepada Barat bukan karena Eropa-nya, bukan karena Amerika-nya, tetapi karena akidah yang mereka peluk,” jelas Rahmat S Labib dalam tausyiahnya di acara “Liqo Syawal dan Silahturahim Akbar Keluarga Besar Hizbut Tahrir Indonesia” di lapangan Monumen Nasional (Monas), Selasa (24/09/2012) kemarin. Menurut Labib, jika umat bisa tegas dalam meletakkan kekuatan Amerika dan para sekutunya sebagai "musuh", maka inilah kunci pertama kebangkitan umat Islam.

Selain itu adalah persatuan Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan bergerak bersama dalam membangun kebangkitan Islam. Menurutnya, hancurnya negara-negara Islam dari Palestina, Iraq hingga Afghanistan karena terjajah oleh Amerika dan kekuatan masih tidak bersatu. Parahnya, sebagian masih menganggap Amerika itu sebagai kawan.

Dari persatuan itulah, kaum Muslim bisa bergerak menuju kunci ketiga, yakni kebangkitan Islam. Dan kebangkitan Islam itu ditandai dengan berjuang menegakkan lahirnya Khilafah Islamiyah. Sebelumnya, kepada hidayatullah.com, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga sempat menegaskan perbedaan konsep Khilafah Islam berbeda dengan sistem Imamah yang diyakini aliran Syiah.

Menurut Syamsudin Ramadhan, pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HTI, salah satu perbedaan penting antara Syiah dan Hizbut Tahrir, Syiah menganggap seorang Imam adalah ma’sum (terpelihara dari dosa, yang itu merupakan salah sifat Rasul, red) sedangkan seorang khalifah tidak.*  (hidayatullah.com Sabtu, 13 Oktober 2012 Persatuan dan khilafah, syarat kebangkitan Islam)

Friday, December 3, 2010

Hijrah dari Kapitalisme Menuju Islam

Tak lama lagi tahun 1431 H akan berakhir. Tahun baru Islam 1432 H pun telah di ambang mata. Ada sejarah yang sarat makna tentang hijrah dan tahun baru Islam.

Alkisah ketika daerah kekuasaan Islam terus meluas dari Mesir sampai Persia pada masa pemerintahan khlifah Umar ibn Khattab (634-644 M), tersebutlah seorang Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari berkirim surat pada Khalifah Umar ibn Khattab sekitar tahun 638 M.
Di dalam suratnya Gubernur Irak ini menyatakan, "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan namun tidak memiliki angka tahun. Sudah saatnya umat Islam memiliki penanggalan sendiri dalam perhitungan tahun".
Khilafah Umar pun menyetujui usulan Gubernur Irak tadi. Maka untuk merealisasikannya dibentuklah satu panitia khusus yang diketuai langsung oleh Khlifah Umar dan beranggotakan sahabat Rasulullah di antaranya Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam.
Mereka pun bermusyawarah untuk menentukan awal perhitungan kalender Islam. Banyak usulan cerdas yang muncul. Ada yang mengusulkan agar menjadikan kelahiran Nabi sebagai patokan perhitungan dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu pertama sebagai awal perhitungan tahun.
Namun dari semua usulan, yang diterima adalah usulan Ali ibn Abi Thalib yang mengusulkan momentum hijrahnya kaum Muslimin bersama Rasulullah dari Mekkah menuju Madinah dijadikan tonggak awal perhitungan tahun Islam.
Ada tiga argumentasi cerdas yang diungkapkan oleh Syaidina Ali hingga mampu meyakinkan Sahabat yang lain untuk menjadikan momentum hijrah sebagai awal perhitungan tahun.
Pertama, dalam Al Quran banyak sekali pujian Allah kepada orang-orang yang berhijrah. Pujian ini memang wajar diberikan kepada mereka.
Hijrah Rasulullah adalah momentum untuk menguji dan melihat kadar keikhlasan serta pengorbanan kaum Muslimin. Banyak kaum Muslimin yang memilih meinggalkan harta, keluarga dan kenikmatan dunia lainnya kemudian mengikuti langkah Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah.
Mereka yakin tanpa sedikit pun keraguan, bahwa hijrah adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan, walaupun dengan itu mereka harus menuai penderitaan.
Di sinilah ajang seleksi yang mampu membedakan individu Muslim yang betul-betul memiliki kualitas keimanan yang teguh dan individu Muslim yang lebih mencintai dunia daripada Allah dan Rasul-Nya. Bagi mereka yang berhijrah kenikmatan dunia dirasakan begitu kecil dibanding kenikamatan surga yang akan mereka dapatkan kelak di yaumil akhir sebagai imbalan atas ketaatan mereka menjalankan syariat Allah.
               Mandiri-Berdaulat
 Kedua, peristiwa hijrah Rasulullah adalah momentum awal terbentuknya masyarakat Islam yang mandiri dan berdaulat. Setelah Rasulullah berdakwah sekitar 13 tahun di Mekah ternyata perkembangannya tidak terlalu signifikan. Bahkan penolakan dan perlawanan sampai penyiksaan tak jarang dialami oleh Rasulullah dan para Sahabat yang tetap teguh mempertahankan akidahnya.
Namun kondisi ini justru berbalik ketika Rasulullah hijrah ke Madinah dan melanjutkan perjuangan dakwahnya. Berkat pertolongan Allah dan kegigihan pejuangan Rasulullah dengan dibantu para sahabat pilihan, dakwah Islam di Madinah berkembang dengan sangat pesat.
Dalam hal ini para ulama dan ahli sejarah Islam telah sepakat bahwa setelah hijrah Rasulullah Madinah yang awalnya adalah hanya kota biasa berubah menjadi sebuah negara Islam. Bahkan menurut Robert N Bellah-seorang cendikiawan barat- negara yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah terlalu modern untuk ukuran zamannya.
Dan pada saat itu Rasulullah sendiri yang menjadi kepala negaranya. Negara inilah yang nantinya  mempersatukan dua pertiga belahan dunia dan mampu tetap eksis berdiri selama 1300 tahun.
Ketiga, alasan Syaidina Ali ibn Abi Thalib menjadikan momentum hijrah sebagai awal penanggalan Islam adalah agar semangat hijrah Rasulullah dapat dikenang sekaigus menjadi spirit perjuangan untuk seluruh kaum Muslimin sepanjang masa. Namun sayang harapan Syaidina Ali tampaknya belum terwujud sempurna untuk saat ini.
Sebenarnya kondisi umat Islam kekinian tak ada bedanya dengan kondisi umat Islam pada masa jahiliah dulu. Dalam sistem ekonomi misalnya. Pilar penting yang menopang sistem ekonomi jahiliah dulu adalah riba, kecurangan, bahkan menghalakan segala cara untuk memperoleh keuntungan.
Fenomena tersebut kembali terulang saat ini. Riba menjadi pilar penting ekonomi kapitalisme yang ironisnya diadopsi oleh sebagian besar negeri kaum Muslimin termasuk Indonesia. Tampat-tempat riba dibiarkan untuk tumbuh subur, sementara ekonomi berbasis syariah ditinggalkan.
                            Hak Prerogatif
Dalam aspek sosial budaya, pola kehidupan sekarang sama bahkan dalam beberapa kasus lebih rusak dibanding masa jahiliah dulu. Kalau pada masa jahiliah dulu keluarga-keluarga Arab membunuh anak perempuan karena dianggap sebagai aib keluarga yang memalukan, namun saat ini lebih tragis lagi.
Bayi-bayi kecil tak berdosa tanpa pandang bulu, laki-laki atau permpuan dibunuh jika kelahirannya tidak diinginkan. Bahkan yang lebih keji ketika janin belum diketahui jenis kelaminnya sudah dibunuh atas nama aborsi.
Dari berbagai data resmi yang dilaporkan ternyata dalam kurun waktu satu tahun terdapat seiktar 2,6 juta kasus aborsi. Artinya dalam setiap jam ada 300 tindakan pengguguran janin. Dari jumlah itu 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja yang berusia di bawah 20 tahun.
Kehidupan politik pun tidak lebih baik. Pada masa jahiliah kedaulatan pembuatan hukum ada ditangan para pemuka masyarakat dan elit politik pada masanya. Manusia yang serba terbatas diberikan hak prerogatif untuk memutuskan benar atau salahnya suatu perkara kehidupan. Persis sama dengan fakta saat ini.
Atas nama demokrasi manusia dijadikan sebagai pembuat hukum dengan meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Walapun dalam praktiknya yang mengambil keputusan bukanlah rakyat namun elit politik yang didukung oleh para korporat sang pemilik modal. Hukum manusia dianggap lebih layak untuk diterapkan daripada hukum yang bersumber dari Allah SWT sebagai  satu-satunya Dzat yang berhak mebuat hukum.
Inilah realitas kesempitan hidup yang sementara melilit kaum muslimin, sebagai konsekuensi logis yang harus ditanggung karena kaum muslimin lebih memilih hidup berkubang dengan sistem jahiliah daripada sistem Islam.
Maka tidak ada solusi lain ketika kaum Muslimin ingin kembali hidup mulia dan mensejahterakan dunia (seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan para khalifah setelahnya) kecuali menjadikan momentum tahun baru hijrah kali ini untuk beralih dari aturan jahilyah yang rusak dan menyengsarakan menuju syariat Islam yang suci lagi mensejahterakan. Yakinlah hanya Islam yang mampu menjadi solusi tuntas atas problematika hidup yang semakin mencekik saat ini.
Dan perlu diingat sistem Islam tak akan bisa diterapkan secara kaffah tanpa kekuasaan suatu negara. Islam pun telah memberikan jawaban untuk sistem ketatanegaraan terbaik berbasis syariah. Daulah khilafah islamiyah, itulah sistem negara yang disyariatkan oleh Islam. Maka tunggu apalagi saatnya berhijrah dari sistem jahiliah menuju sistem Islam. Tegakkan syariah dan khilafah, itu solusinya.

Wednesday, December 1, 2010

Pimpinan Rabi Internasional Panik: Islam Mulai Menguasai Eropa

JERUSALEM - Salah satu tokoh  dari komunitas Yahudi internasional, Rabi David Rosen, telah memperingatkan bahwa Eropa dalam risiko besar: "dikuasai" oleh Islam. Satu-satunya cara untuk melepaskannya, kata dia, "Eropa harus menenemukan kembali akar Kristen."

Berbicara kepada wartawan pada pertemuan di Yerusalem, Rabi Rosen, direktur urusan antar-agama di organisasi Yahudi Amerika yang berbasis di Washington, American Jewish Congress, ia mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat sekuler dan liberal Eropa Barat berada di bawah ancaman oleh cepatnya pertumbuhan masyarakat Islam yang tidak ingin mengintegrasikan dengan tetangga mereka.

"Saya menentang dinding pembatas. Kemanusiaan adalah komponen saya yang paling penting. Tapi masyarakat Barat sangat jelas tidak memiliki identitas yang kuat. Saya ingin orang-orang Kristen di Eropa untuk menjadi lebih Kristen ... mereka yang tidak memiliki identitas yang kuat mudah dikuasai oleh orang-orang yang melakukannya," kata rabbi.

"Saya rasa ada kesempatan cukup baik bahwa cucu Anda, jika mereka bukan Muslim, harus kembali memiliki iman Katholik yang kuat," katanya kepada seorang reporter Italia. "Saya tidak berpikir identitas semacam ini cukup kuat untuk menantang."

Pandangan Rabi Rosen didukung oleh sejumlah komentator Yahudi, yang melihat pertumbuhan demografi Muslim di Eropasejalan dengan pertumbuhan demografi Arab di Israel.

"Anda memiliki masalah yang Anda tidak melihat. Anda cinta dengan ide multibudaya, tapi Anda tidak memahami Arab. Dalam era liberalisme, bagaimana Anda melindungi diri ANda dari kontrak (dengan Islam)?" kata Moti Cristal, negosiator Israel dan konsultan penyelesaian konflik sektor swasta di Nest Consulting.

Nachman Shai, seorang anggota parlemen partai Kadima di Israel, mencatat bahwa identitas Eropa Barat terancam oleh kelompok-kelompok Islam radikal.

"Jika Anda mengikuti arus utama di dunia Arab, dan Anda semua memiliki komunitas Muslim di negara Anda sendiri sekarang ini dan Anda membaca tentang perkembangan terkini, Anda dapat melihat bahwa Muslim kini berjalan ke arah ekstrem, tidak ke ke arah kompromi. Mereka memperjuangkan tradisi mereka sendiri. Mereka menjaga cara mereka sendiri dan mereka menjadi lebih religius dan lebih radikal," katanya.

Ia menjelaskan bahwa Israel dikelilingi oleh militan Islam, membentang dari Iranhingga Suriah, dari Hizbullah di Libanon hingga Hamas di Gaza.

Ia juga meminta Eropa mencermati Turki yang kini "bergerak ke kanan". Ia mengingatkan pada ambisi Perdana Menteri Recep Tayip Erdogan untuk menjadi pemimpin baru dunia Muslim.

"Suriah adalah link lain poros kejahatan, yang dimulai di Iran, berjalan melalui Lebanon dan kemudian sayangnya, suatu hari, Turki juga," tambah  Shai. republika.co.id

Tuesday, November 30, 2010

Hati-hati Infiltrasi Islam Liberal

Musyawarah Wilayah Muhammadiyah 25-28 November 2010 didahului oleh Musyawarah Pimpinan Muhammadiyah Tingkat Wilayah awal Agustus lalu yang terdiri atas anggota Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, wakil organisasi otonom, dan wakil dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sulawesi Selatan.

Tulisan ini yang berupa titipan bagi formatur 13, telah saya sampaikan intinya tatkala PWM Sulsel berkunjung ke Harian FAJAR, Selasa 16 November lalu.

Walaupun Kaum Islam Liberal di tubuh Muhammadiyah menjerit, karena misi mereka gagal, yaitu mereka berharap Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang dijadikan momentum penting untuk semakin leluasa menjadikan Muhammadiyah sebagai kuda tunggangan penyebaran ide-ide liberal ke umat Islam Indonesia, namun harapan kaum liberal masih belum padam.

Merasa diri mereka tersudut, mereka masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan, yaitu liberalisme adalah bagian yang sah dari Muhammadiyah. Bahkan, dibuat berbagai tulisan yang menggambarkan, bahwa pendiri Muhammadiyah adalah juga seorang penganut paham liberalisme.

Seperti diketahui Sukidi Mulyadi, aktivis Islam Liberal di Muhammadiyah yang menulis (maaf, saya tidak ingat lagi di mana dia menulis, hanya bagian tulisannya yang sempat saya catat), bahwa terpentalnya sayap pemikir Islam Liberal seperti Munir Mulkhan dan Amin Abdullah dari formatur 13 di Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang sebagai kemenangan anti-liberalisme dalam muktamar.

Di akhir tulisannya Sukidi berharap, sebagai nakhoda baru di Muhammadiyah, Din Syamsuddin tidak akan melakukan represi terhadap paham liberalisasi Islam, yang dia katakan makin bersinar terang di bawah kepemimpinan Syafii Ma’arif, begitu tulis Sukidi yang aktivis penyebar paham Pluralisme Agama di Muhammadiyah.

Dalam buku berjudul "Pemikiran Muhammadiyah: Respons terhadap Liberalisasi Islam", (Surakarta: UMS, 2005), Din Syamsuddin yang "oppo" terpilih kembali periode 2010-2015 (meraih 1.915 suara) dalam Muktamar Ke-46 Muhammadiyah di Gedung Fachruddin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang dirangkaikan dengan peringatan satu abad organisasi Islam ini,

menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak sejalan dengan paham ekstrem rasional yang dikembangkan Islam Liberal, meski beberapa oknum terutama di kalangan muda atau yang merasa muda ikut-ikut berkubang di jurang liberalisme Islam. Dalam buku ini Din mengkritik penjiplakan membabi buta terhadap paham rasionalisme dan liberalisme, termasuk di kalangan Muhammadiyah.

Tidak benar bahwa pendiri Muhammadiyah adalah seorang penganut paham liberalisme. Sukidi Mulyadi dkk bermain semantik untuk mengelabui pembacanya.

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H/18 November 1912 oleh Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Keraton Yogyakarta sebagai seorang khatib dan sebagai pedagang.

Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang murni berdasarkan Alquran dan hadis. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai khatib dan berdagang.

KHA Dahlan yang mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni berdasarkan Alquran dan hadis yang pada waktu itu sedang berkecamuk "bencana social" yang berupa keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, itulah yang dimanipulasi oleh Sukidi Mulyadi dkk dengan permainan semantik "pendiri Muhammadiyah adalah penganut paham liberalism".

Para perserta mukamar hendaknya memilih 13 orang yang "sadar lingkungan hidup", dalam penekanan lingkungan social ke dalam dan keluar secara kontekstual. Kalau pada era KHA Dahlan "bencana sosial" itu berupa keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,

maka "bencana social" kontemporer adalah ke dalam bencana Islam Liberal dan keluar globalisasi ideologi sekuler liberal kapitalis dari barat yaitu Amerika Serikat dan ideologi komunis kapitalis dari timur yaitu Republik Rakyat China. Para peserta Muswil hendaknya hati-hati terhadap infiltrasi dari Sukidi Mulyadi dkk. fajar.co.id

Friday, November 19, 2010

Janji Kemenangan Islam, Kapan Terwujud?

Meskipun banyak problem yang dihadapi umat, banyak pakar merasa optimistis tentang masa depan Islam. Sayyid Quthb, tokoh pergerakan Islam, sangat yakin dan optimistis bahwa umat Islam akan meraih kebangkitan dan kemenangan pada masa mendatang. Ia menulis buku yang cukup terkenal dan berjudul al-Mustaqbal li Hadza al-Din (Masa Depan Milik Agama [Islam] Ini).
Seperti Sayyid Quthb; ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, juga memiliki optimistis yang sama. Hal ini dapat dibaca dalam dua bukunya, al-Islam Hadharat al-Ghadd (Islam Peradaban Masa Depan) dan al-Mubasysyirat bi Intishar al-Islam (Kabar Gembira tentang Kemenangan Islam).

Dalam buku yang terakhir ini, al-Qaradhawi menunjukkan fakta-fakta yang sangat kuat tentang janji kemenangan Islam, baik berdasar Alquran, sunah, fakta sejarah, dan hukum-hukum sejarah (sunnatullah). Dalam Alquran, begitu banyak janji kemenangan itu, antara lain, keunggulan Islam (QS Attaubah [9]: 32), kekuasaan secara politik (QS Annur [24]: 55), dan kemenangan bagi para pejuang Islam (QS Alhajj [22]: 40-41).

Dalam hadis, diterangkan bahwa pada suatu hari, umat Islam akan mengalahkan musuh-musuh mereka, terutama orang-orang Yahudi. Pada hari itu, orang-orang Yahudi akan lari terbirit-birit dan bersembunyi di balik pepohonan dan bebatuan, tetapi mereka tidak dapat melepaskan diri dari kejaran kaum Muslim (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam sejarah, umat Islam telah menunjukkan keperkasaannya mengalahkan semua kekuatan yang ada pada waktu itu, baik di timur maupun di barat. Umat Islam, kata al-Qaradhawi, keluar sebagai pemenang dalam perang melawan kaum murtad, perang melawan bangsa Tartar, perang melawan kaum salib, dan perang melawan penjajahan Barat (perang kemerdekaan).

Kemenangan itu memang diputar dan digilir oleh Allah SWT. Pada masa lalu, kemenangan di tangan Islam bergeser dan berpindah ke Barat. Sekarang, kita harus merebut kembali kemenangan itu. Tentu saja, direbut dengan perjuangan, kerja keras, kerja cerdas, serta izin dan pertolongan dari Allah SWT.

Tanda-tanda kemenangan itu dimulai dengan perkembangan Islam di negeri-negeri Barat, bangkitnya pemuda Islam dan pergerakan Islam, hingga makin gencarnya serangan dari musuh-musuh Islam terhadap para pejuang Islam lantaran mereka takut dan cemas dengan kebangkitan Islam.

Lalu, kapan janji kemenangan itu terjadi? Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,"Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Albaqarah [2]: 214). Wallahu a'lam. republika.co.id

Wednesday, November 10, 2010

Bencana ini Peringatan Allah Agar Negara Kembali kepada Syariat Islam

BENCANA datang silih-berganti. Baru saja terjadi banjir di Wasior Papua karena luapan sungai, tsunami pun menerjang Mentawai. Belum kering air mata duka kita atas banjir bandang dan tsunami, datang lagi bencana tak kalah dahsyatnya dengan letusan Merapi. Sudah ratusan jiwa melayang akibat bencana yang datang bertubi-tubi di negeri ini.

Meski tengah prihatin dengan tuduhan terorisme yang dituduhpaksakan kepada dirinya, tapi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih bisa merasakan keprihatinan atas bencana yang susul-menyusul di negeri ini. Dari balik jeruji besi Mabes Polri, Jum’at (5/11/2010), ulama kharismatik dan istiqamah ini menyampaikan berbagai taushiyah kepada bangsa, melalui wartawan voa-islam.com.

Menurut amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini, berbagai bencana itu adalah salah satu peringatan dari Allah agar bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin dan pejabatnya segera bertaubat kembali kepada Islam.

“Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam,” jelasnya. “Ini termasuk firman Allah surat Al-A’raf 96: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

....Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam....

Karenanya, jika ingin menyudahi berbagai bencana, Ustadz Abu mengimbau agar bangsa Indonesia melakukan taubat nasional dengan kembali kepada syariat Islam.

“Pokoknya satu-satunya jalan mengatasi masalah itu harus kembali kepada Islam, tidak ada jalan lagi, merombak negara ini menjadi Negara Islam titik! Kalau tidak mau, maka akan tetap ada bencana,” tegasnya.

Menurut catatan pendiri Pesantren Al-Mu’min di Ngruki Sukoharjo ini, semua kerusakan di negeri ini tak lepas dari kesalahan umat Islam sendiri, yang mendustakan hukum Allah SWT dalam bernegara.

“Indonesia ini sejak merdeka termasuk yang mendustakan Allah, tidak mau memakai hukum Allah untuk mengatur negara. Jadi salahnya umat Islam sendiri ikut-ikut mendustakan. Bukan dengan mulut tetapi dengan perbuatan,” urainya. “Solusinya cuma satu, kembali kepada Islam. Negara ini harus diatur dengan sistem Islam.”

Ustadz Abu menyayangkan, karena dakwah penerapan syariat Islam di dalam negara kerap dianggap sebagai gerakan politik. Padahal, menurutnya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan akidah.

“Maka kita harus berani mengingatkan kepada masyarakat Islam tentang Negara Islam. Tapi ingat, Negara Islam ini bukan masalah politik, karena selama ini perjuangan menegakkan Negara Islam ini disebut sebagai perjuangan politik. Tidak! Ini tuntutan akidah. Siapa yang menolak Negara Islam bisa batal syahadatnya, karena tidak mungkin mengamalkan tauhid itu tanpa negara, tanpa kekuasaan, omong kosong itu,” tandasnya.

....perjuangan menegakkan Negara Islam ini bukanperjuangan politik, tapi tuntutan akidah...

“Jadi satu-satunya solusi Umat Islam harus bertaubat kembali mengatur negara ini dengan syariat Islam,” tambahnya.

Untuk menangkal musibah yang lebih besar lagi, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Dakwah Universitas Al-Irsyad Solo ini menekankan taubat nasional mulai dari rakyat hingga pemimpinnya. Taubat yang harus ditempuh adalah banyak istigfar dan penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam bernegara.

“Rakyat Indonesia ini harus bertaubat dari mulai rakyatnya sampai pemimpinnya yang mengaku beragama Islam,” imbaunya. “Nah, cara bertaubatnya bagaimana? Di samping banyak beristigfar, mengganti sistem Negara ini dengan sistem Islam. Ini persoalan akidah, bukan persoalan politik,” pungkasnya.

Tuesday, October 19, 2010

Hedley Churchward, Orang Inggris Pertama yang Menjadi Tamu Allah

Hedley Churchward tercatat sebagai orang Inggris pertama yang menjalankan ibadah haji. Churchward yang kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Mahmoud Mubarak, kemudian dikenal sebagai salah seorang cendikiawan muslim dan menorehkan prestasi di bidang studi Islam. Setelah belajar Islam di Universitas Al-Azhar, Mesir selama bertahun-tahun, Churchward atau Mahmoud Mubarak menjadi dosen Sirah terkenal di Akademi Qadi. Lalu siapa Churchward sebelum menjadi seorang muslim?

Hedley Churchward lahir dari salah satu keluarga paling terkemuka di Inggris. Ia memiliki rumah kuno yang usianya lebih dari 700 tahun dan merupakan rumah tertua di seantero Inggris. Latar belakang pendidikannya adalah seni, spesialisasinya melukis adegan-adegan panggung sandiwara menjadikannya sebagai pelukis terkenal di era tahun 1880-an.

Ia sangat terinspirasi ketika melakukan perjalanan ke Spanyol dan untuk pertama kalinya menyaksikan arsitektur-arsitektur Islam yang mewah. Churchward lalu melanjutkan perjalanannya ke Maroko dan di negeri ini ia sangat terkesan dengan gaya hidup Islami masyarakatnya yang masih murni dan penuh kelembutan. Setelah beberapa kali mengunjungi Maroko, ia membuat keputusan yang membuat kaget keluarganya. Churhward memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslim.

Setelah menjadi mualaf, Churchward yang menggunakan nama Islam Mahmoud Mubarak belajar agama Islam di Universitas Al-Azhar, Mesir. Di negara ini, ia menikah dengan seorang perempuan Mesir, putri dari seorang hakim di Al-Azhar.

Ketika tinggal di Kairo, Mubarak pernah ditugaskan membuat dekorasi untuk salah satu masjid di kota itu. Tapi yang paling disyukurinya adalah ketika Presiden Afrika Selatan, Paul Kruger memberinya izin untuk membangun masjid pertama di Afrika Selatan, di kota Witwatersrand.

Meski sudah masuk Islam dan mempelajari Islam, Mubarak selalu berpikir dan merasa bahwa dia belum sepenuhnya bersatu dengan Islam. Ia sangat ingin menunaikan ibadah haji untuk menyempurnakan keislamannya. Keinginannya yang besar itu tertuang dalam perkatannya, "Suatu senja, ketika aku sedang berjalan-jalan di sekitar Piramida yang menjulang ke langit saat matahari terbenam, aku melihat garis cakrawala kota Kairo di balik debu Afrika yang tenang, aku memutuskan untuk melakukan apa yang sangat ingin kulakukan sejak saya menjadi seorang muslim, aku akan mengunjungi Kabah di Makkah."

Saat itu tahun 1910, situasi politik-keagamaan menuntutnya untuk membuktikan kesungguhannya sebagai seorang muslim, karena non-muslim tidak dibolehkan masuk ke kota Makkah. Mubarak harus menjalani pemeriksaan oleh kadi (hakim agung dalam Islam) selama tiga jam untuk memastikan keimanannya. Akhirnya Mubarak lulus dalam ujian itu dan mendapatkan "paspor keagamaannya" yang disahkan oleh Kadi serta kepala ulama Utsmaniyah, Turki serta sejumlah ulama serta imam muslim lainnya untuk menghindari kemungkinan hambatan birokrasi.

Pada tahun itu juga, Mubarak berangkat ke Mekkah melewati Afrika Selatan. Lalu melanjutkan perjalanan yang melelahkan via Bombay dengan menggunakan mesin uap. Dari Bombay, ia pindah kapal ke sebuah kapal bernama SS Islamic, kaptennya seorang Skotlandia yang bawel. Kapal itu dilengkapi persenjataan untuk mengantisipasi serangan para bajak laut selama perjalanan menuju Laut Merah.

Saat kapal berlabuh di Pelabuhan Suakin, Sudan, Mubarak mendatangi kantor British Council dan mendapat informasi bahwa ia tidak akan diizinkan masuk ke kota Mekkah sesampainya di Jeddah. Namun Mubarak tetap melanjutkan perjalanannya sampai tiba dengan selamat di pelabuhan Jeddah. Dengan bekal "paspor" yang sudah disahkan oleh para ulama di Mesir dan para pejabat Ustamaniyah, Mubarak tidak menghadapi hambatan apapun. Bersama pembimbing hajinya, Mubarak lalu menuju kota suci Makkah dengan mengendarai kuda kecil keesokan harinya, pada malam hari.

"Dengan sinar bintang-bintang, aku melihat bukit-bukit batu, sepertinya kami berjalan melintasi sebuah ngarai. Suasanya sangat sunyi, tidak terdengar suara apapun, bahkan suara binatang malam ... Bang! tiba-tiba terdengar suara letusan di kejauhan di ketinggian bukit-bukit yang berwarna hitam karena gelapnya malam. Tidak salah lagi, itu suara tembakan .... lalu terlihat sinar terang dari sebentuk bangunan tua, dengan beberapa menara yang menjulang tinggi. Dari tempat aku berjalan ... terlihat bayangan orang yang menuju ke arah bawah. Mereka mengenakan seragam dan membawa senjata di tangan mereka," demikian gambaran yang diberikan Mubarak saat perjalanan menuju Makkah.

Pada masa itu, para jamaah haji yang menggunakan alat transportasi tradisional sering mengalami serangan dari para perampok. Tapi Churchward atau Mubarak berhasil melewati situasi berbahaya itu dalam perjalanan panjang dan melelahkan. Dengan keyakinannya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik, Mubarak akhirnya sampai ke tanah suci meski harus menempuh perjalanan selama lima bulan. Ia menyempurnakan rukun Islam dan menjadi orang Inggris pertama yang menjadi tamu Allah. Labbaik Allahumma Labbaik ... hidayatullah.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More