cari cari ...

Wednesday, October 26, 2011

Keagungan Iman Ibrahim dan Ismail

Insya Allah beberapa hari lagi umat Islam di seluruh penjuru dunia akan melaksanakan Shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban, serta sekaligus memperingati, mengenang dan meneladani perjuangan Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar, dan putranya Ismail.

Ibrahim AS lah yang berjuang dan bekerja keras membangun negeri yang tandus dari lembah ngarai yang tiada bertumbuh-tumbuhan di Mekkah itu menjadi negeri yang makmur, seperti doanya dalam Al Quran: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkan aku dan anak-cucuku daripada menyembah berhala-berhala (Al Quran surat Ibrahim ayat 35).


Kemudian..... Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunan ku di lembah yang tiada mempunyai tumbuhan itu di dekat rumah Engkau, yaitu Baitullah yang dimuliakan. (Yang demikian itu) ya, Tuhan kami, agar mereka itu mendirikan shalat, maka jadikanlah sebagian hati manusia cenderung tertarik kepada mereka, dan berikan rezeki kepada mereka dari berbagai-bagai buah-buahan agar mereka bersyukur (Al Quran, surat Ibrahim ayat 37). Nabi Ibrahim berdoa dan bercita-cita agar anak-cucu yang ditempatkan di negeri yang baru dihuni itu menjadi penduduk yang taat melaksanakan shalat dan bersyukur kepada Allah.


Untuk mencapai satu cita-cita yang besar, maka besar pula tantangannya dan ujian yang harus dihadapi. Dan, untuk semua cita-cita yang besar tentu besar pula pengorbanan yang diminta. Nabi Ibrahim AS seorang besar yang tengah kita kenang sejarah perjuangan dan cita-citanya. Dia telah ditantang oleh kaum senegerinya, bahkan ayahnya sendiri, yang penyembah berhala. Dia hrus dibakar. Dia harus meninggalkan kampung halamannya negeri Babil pindah ke negeri Mesir demi mempertahankan keyakinannya.


Ujian paling berat ialah, karena sampai berusia lanjut belum juga dikaruniai seorang anak, lalu setelah tua dan mendapatkan seorang putra yang diidam-idamkan. Allah menguji Ibrahim dengan menyuruhnya menyembelih putra yang dicintai tersebut (buah hati sibiran tulang). ”Maka tatkala anak itu telah sampai pada sanggup berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: ”Hai Anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi aku harus menyembelih mu. Maka bagaimana pendapatmu Nak? Ia menjawab, ”Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.


Firman Allah itu menjelaskan bahwa ketika Ismail kecil telah mencapai usia remaja dan sudah waktunya untuk membantu si ayah dalam usaha kehidupan, Ibrahim bermimpi bahwa ia menyembelih anak satu-satunya, putra yang telah lama diidam-idamkannya, obat jerih pelerai demam, penenang hati di kala resah. Ibrahim menanggapi mimpi itu sebagai isyarat dari Tuhannya, isyarat perintah supaya ia mengorbankan anak satu-satunya yang sangat dikasihi. Ibrahim memahami itu sebagai suatu ujian, Allah menguji hamba-Nya untuk mengukur seberapa tinggi iman dan keyakinannya.


Dalam keadaan seperti ini, apa yang dilakukan Ibrahim? Di sinilah memancar keagungan iman, semangat berkurban yang mengagumkan menjadi nyata, cahaya akidah dan keyakinan menjadi jelas, menyinari segala ufuk kehidupan dari segala sisinya. Sesungguhnya Ibrahim tidak sempit hati karena mimpi itu, ia tidak kecut karena perintah yang bagi orang biasa dirasakan sangat kejam.

Tapi bagi Ibrahim yang memilki iman yang tebal dan keyakinan tinggi, perintah Allah adalah suatu yang tidak boleh ditampik, atau diulur-ulur untuk dihindari, tapi harus dilaksanakan dengan segera. Ia yakin Allah memerintahkan begitu, karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepadanya. Karena itu, dia langsung mendatangi putra kesayangannya yang menjadi buah hati dan biji matanya, menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi dengan sangat bijaksana, penuh ketenangan dan kedamaian. ”Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, aku menyembelihmu: Renungkanlah, bagaimana pendapatmu? (Ash-Shaffat ayat 102).


Begitu caranya Ibrahim berbicara kepada anaknya Ismail. Lemah lembut penuh kedamaian, tidak kasar dan tidak sempit dada, tidak menekan. Tetapi disampaikannya dengan penuh kasih sayang, karena jiwa yang mukmin selalu berlapang dada terhadap setiap kehendak (qadha) Allah, di samping penuh kepercayaan.


Peristiwa yang dialami Ibrahim ini sangat penting, suatu peristiwa yang sulit bagi manusia biasa memecahkannya. Seorang bapak yang hatinya tersangkut kepada anak satu-satunya yang sudah lama pula diidam-idamkan, lalu anak itu muncul keharibaannya penuh sopan dan kebanggaan, tetapi kemudian anak itu akan harus mati dengan cara yang sangat mengesankan.


Ibrahim dituntut supaya menyembelih buah hatinya itu dengan tangannya sendiri sebagai kurban untuk dipersembahkan kepada Tuhannya. Ibrahim menerima perintah Tuhan dengan iman yang sangat mengagumkan, dan si anak penyabar menerima pula perintah penyembelihan atas dirinya dengan segala kerelaan dan keyakinan. Karena Tuhannya tidak bermaksud jahat kepadanya. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang niscaya tidak akan mencelakakannya. Mimpi bapaknya tidak sedikit pun menggoncangkan hatinya, dan tidak menghilangkan kesadaran yang senantiasa menuntut kecerdasan. Dia berkata penuh cinta kasih dan santun kepada bapaknya: ”Wahai Bapakku, laksanakanlah perintah yang diperintahkan Allah itu, Insya Allah Bapak akan mendapatkan aku sebagai orang yang sabar (Ash-Shaffat ayat 102).


Dengan dorongan dan motivasi yang diberikan Ismail itu, Ibrahim semakin mantap dalam memenuhi perintah Allah. Dibaringkannya anak kesayangan yang menjadi buah hati satu-satunya itu di tanah, siap untuk disembelih. Ismail pasrah dan tidak bergerak, dan tidak pula kelihatan wajahnya sebagai orang yang terpaksa. Dia betul-betul rela. Maka di saat itu sempurnalah ujian, dan sampailah penyerahan diri kedua ayah dan anak terhadap Allah di puncaknya. Yaitu saat hanya tinggal mengalirkan darah dan menghilangkan nyawa.

Pada saat itu Allah berfirman: ”Dan, kami panggil Dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, begitulah kami memberi ganjaran kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan, kami tebus anak itu dengan seekor kibasy (hewan) sembelihan yang besar (Ash-Shaffat ayat 104-107).”Di waktu itu juga datanglah pertolongan Allah dengan serta merta, Ibrahim melihat di depannya telah ada seekor ”kibasy”. Maka, disembelihlah kibasy itu sebagai tebusan bagi anaknya Ismail.


Untuk mensyukuri nikmat Allah itu, maka Nabi Ibrahim membiasakan menyembelih hewan kurban tiap-tiap tahun pada hari ”nahar”, yang kemudian peristiwa besar itu dilestarikan menjadi syariat agama Islam, untuk dilakukan setiap insan muslim (yang mampu) pada Hari Raya Idul Adha (Hari Raya Haji dan hari-hari Tasyrik). padangekspres.co.id Keagungan Iman Ibrahim dan Ismail

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More