cari cari ...

Friday, September 3, 2010

Maslahat Tidak Dapat Dijadikan Sebagai dalil Syar’i.

Maslahat identik dengan manfaat (utility), yaitu kemampuan yang terdapat pada benda (barang) atau perbuatan (jasa) untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam Islam maslahat bukan menjadi sumber hukum atau alasan baik atau buruknya sesuatu. Jika dikaitkan dengan hukum syara’ maka didalam Islam telah dirumuskan tentang maslahat ini dalam sebuah kaidah: “Haitsumma yakunu asy-syar’u takunu al-maslahah” (di mana ada penerapan syari’ah, maka disana ada maslahat). Bukan sebaliknya: “aynama wujidat al-maslahah fa tsamma syar’ullah”. (dimana ada maslahat maka disana ada hukum Allah). (Muh. Muhammad Ismail, Al-Fikr al-Islami, 1958).

Jadi meskipun sesuatu memiliki maslahat (manfaat) jika Allah telah mengharamkannya, maka hal tersebut tidak dapat berubah menjadi halal atau mubah hanya karena adanya manfaat yang terdapat padanya. Misalnya, Khamr yang sering dimanfaatkan dibidang kedokteran dan kesehatan, seperti dapat menghasilkan kalori, dimana setiap 1 gram etanol diketahui menghasilkan 7 kalori atau sering digunakan untuk mensterilkan peralatan. Contoh lain dalam kehidupan masyarakat misalnya, lokalisasi perjudian atau prostitusi, juga bunga Bank tetap haram meski dapat mendatangkan pendapatan atau keuntungan (manfaat) bagi negara atau mereka yang melakukannya. Mengapa? Karena maslahat sama sekali bukanlah dalil syar’i yang menjadi dasar untuk menetapkan sesuatu. Maslahat hanyalah dampak atau efek yang muncul setelah penerapan hukum syara’, bukan dasar penetapan hukum.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More