cari cari ...

Monday, September 6, 2010

Jika Berkumpul Dua Bahaya, Maka Dipilih yang Lebih Ringan

Prinsip ini disandarkan pada kaidah: “Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima” (Jika berkumpul dua madharat (bahaya), maka dipilih yang lebih ringan madharatnya). (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35). Kaidah ini kemudian lebih dikenal dengan kaidah: akhaffu ad-dhararayn (dua di antara kemadaratan yang lebih ringan), atau ahwan as-syarrayn (dua di antara keburukan yang lebih rendah).

Prinsip ini diterapkan pada seseorang yang dihadapkan kepada pilihan atas dua bahaya yang tidak sanggup lagi untuk dihindari kecuali ia mengambil salah satunya. Misalnya seseorang yang sedang sakit maag yang akut namun tetap berpuasa di bulan ramadahan, sedangkan menurut dugaan kuat oleh dokter jika ia tidak membatalkan puasa maka akan membahayakan keselamatannya. Memang, hukum berbuka puasa pada bulan ramadhan adalah haram, tetapi bertambah akutnya penyakit dan dapat mengakibakan kematian karena faktor kesengajaan juga haram, bahkan lebih diharamkan dibandingkan dengan berbuka pada bulan Ramadhan. Sebab, bertambah parahnya penyakit yang dapat mengakibatkan kematian adalah lebih madharat dan lebih berbahaya atas dirinya.

Lain halnya, ketika seseorang tidak dalam konteks untuk memilih salah satu di antara kedua dharar yang ada, misalnya, lokalisasi pelacuran yang jelas-jelas dharar itu dihukumi jâiz (tidak haram) dengan alasan untuk menghindari dharar yang lebih besar, yaitu berkembangnya transaksi seks liar. Ini merupakan contoh penggunaan kaidah akhaffu ad-dhararyn yang keliru. Begitu juga dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dalam sistem demokrasi kufur. Kaum muslim tidak dalam kondisi yang tidak dapat menghindari dari dharar atau keburukan yaitu memilih diantara yang buruk. Akan tetapi kaum muslim masih memiliki alternatif yaitu memperjuangkan terwujudnya pemimpin dan sistem yang sesuai syariah. Jadi, ada pilihan lain yang syar’i bahkan wajib yaitu tidak memilih demi tidak langgengnya sistem kufur yang ada. Sebab, dharar (memilih capres dan cawapres) tersebut merupakan pelanggaran hukum syariat yang bisa dihindari, dan tidak mengharuskan masyarakat untuk memilih salah satu di antara yang ada.

Oleh karena itu, kaum muslim tidak boleh sembarangan dalam menggunakan kaidah ini  dan perlu memperhatikan tiga perkara berikut dalam penerapannya:
  1. Jika masing-masing dharar tersebut kedudukannya sama—sama-sama berbahaya dan membahayakan, sedangkan masing-masing tidak bisa dihindari (baik dengan meninggalkan perintah ataupun melaksanakan larangan)—maka yang harus dipilih adalah mana di antara kedua dharar tersebut yang paling ringan. Di sinilah, kaidah akhaffu ad-dhararayn tersebut berlaku.
  2. Jika masing-masing dharar tersebut kedudukannya sama—sama-sama berbahaya dan membahayakan, sedangkan masing-masing bisa dihindari (baik dengan melaksanakan perintah ataupun meninggalkan larangan)—maka tidak diperbolehkan memilih mana di antara kedua dharar tersebut yang paling ringan. Dalam hal ini, kaidah akhaffu ad-dhararayn tersebut jelas tidak berlaku.
  3. Ketika seseorang tidak dalam konteks untuk memilih salah satu di antara kedua dharar tersebut, maka dalam konteks seperti ini juga tidak ada pilihan; mana di antara keduanya yang paling ringan dharar-nya. Dalam hal ini, kaidah akhaffu ad-dhararayn tersebut jelas tidak bisa dipergunakan.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More