cari cari ...

Thursday, March 17, 2011

Ledakan Utan Kayu: Keran Simpati Liberalisasi dan Nasib Gerakan Islam

Ledakan Utan Kayu: Keran Simpati Liberalisasi dan Nasib Gerakan Islam. Sebuah paket bom meledak pada hari selasa kemarin 15/3/2011 pukul 16.05 tepat di dalam komplek Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Bom tersebut meledak setelah Kompol Dodi Rahmawan berusaha menjinakkan melalui alat manual. Sebelumnya, paket ini dikirim oleh seseorang atas nama Drs. Sulaiman Azhar Lc (diduga fiktif) yang berisi buku berjudul “Mereka harus di bunuh karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin”.

Banyak dari sebagian kalangan kemudian melihat bahwa bom ini ditujukan untuk Ulil Abshar Abdala, mengingat bahwa pada paket tersebut ada nama pentolan Jaringan Islam Islam (JIL) tersebut. Namun pertanyannya betulkah Ulil menjadi target sesungguhnya dari paket ini, atau mungkin Ulil hanyalah representasi dari proyek Liberalisme yang menjadi tujuan sesungguhnya.

Ulil Hanyalah Simbol

Apapun spekulasi yang beredar, kejadian ini secara tidak langsung berimbas pada kenaikan popularitas JIL. Semenjak gerak JIL dibatasi oleh MUI dengan vonis haram Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SEPILIS) tahun 2005, pentolan-pentolan JIL memang seperti tidak terdengar lagi gaungnya. Aliran dana kepada JIL dikabarkan diberhentikan oleh fihak sponsor karena JIL dinilai gagal melakukan misi dari empunya proyek.

JIL dikabarkan tidak cukup mampu masuk ke mesjid-mesjid dan meraih “mic-mic” untuk menyebarkan faham liberal. Saat itu kekuatan finansial JIL sudah mulai goyah. Mereka mengalami kehabisan cara bagaimana menyebarkan proyek-proyek SEPILIS yang ini akan berdampak pada kucuran dana lembaga-lembaga asing sebagai prasyarat tetap ngebulnya dapur Utan Kayu.

Sejalan dengan hal itu, pendeknya nafas JIL diperparah dengan hantaman yang datang bertubi-tubi untuk menghalau serangan libralisme yang amat baik dimainkan oleh Front Pembela Islam dan Forum Umat Islam baik pada level gerakan maupun kajian. Karena itu, penulis melihat bom ini jika memang terkait skenario tersebut (baca: memmpopulerkan kembali SEPILIS), sejatinya tujuan bom bukanlah ditujukan pada diri pribadi Ulil.

Nama Ulil menjadi terlalu sangat besar dipertaruhkan dengan kehancuran yang diakibatkan. Ketika kita bicara dalam level pemaknaan, Ulil tidak lain hanyalah simbol gerakan liberalisme Islam dari cover depan SEPILIS. Mengenai pertanyaan kenapa mesti Ulil yang dituju? Ini sebenarnya terkait dengan semakin naik daunnya pamor Ulil pada paruh 2010 hingga awal-awal tahun 2011(baca: isu reshuffle). Setelah dipecat dari Harvard University, nama Ulil melambung sebagai petinggi DPP Partai Demokrat.

Berkaca daripada itu, kiprah Ulil selama ini belum bisa ditandingi oleh aktifis JIL lainnya. Abdul Moqsith Ghazali, Luthfie Asy Syaukanie, atau Novriantoni Kahar dinilai masih kalah kelas dari Ulil melekat sebagai ikon “pembaharuan”. Jika Abdul Moqsith lebih aktif pada wilyah akademis, Ulil banyak berkecimpung pada domain praktis dari mulai Ketua Lakpesdam (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Nahdlatul Ulama, staf peneliti di Institut Studi Arus Informasi (ISAI), serta Direktur Program Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Akhirnya menjadi beralasan ketika Ulil digadang-gadan sebagai pewaris pembaharu pemikiran Islam setelah Cak Nur (Nurcholish Madjid).

Menyambung pada tesis ini, menjadi keniscayaan ketika kita kemudian mendengar pernyataan Abdul Moqsith Ghzali (Aktifis JIL) kemarin sore bahwa adanya bom ini sejatinya ditujukan kepada Jaringan Islam Liberal, dan bukan pada personal Ulil.
"Ini teror bukan hanya kepada Ulil (Ulil Abshar Abdalla)," kata Abdul Moqsith di lokasi ledakan bom, Utan Kayu, Jakarta, Selasa 15 Maret 2011.

Moqsith melanjutkan bahwa teror dan intimidasi sudah biasa diterima oleh aktifis JIL. Bentuknya bisa melalui pesan singkat, pesan di facebook dan twitter. "Bukan hanya sekedar intimidasi tapi ancaman pembantaian kepada seseorang," jelasnya.

Dari Bentuk Simpatis Ke Kampanye SEPILIS

Nah, pertanyaannya kemudian adalah apa ekses dari ini semua? Apa ekses dari meledaknya bom di Utan Kayu dengan kaitannya dengan pembumian isu-isu liberalisasi? Tidak lain karena kejadian ini kontan akan melahirkan “marketing isu” yang seksi dan penting untuk karir Liberalisme Islam ke depannya. Bahwa eforia simpati masyarakat akan mengalir kepada JIL sebagai institusi yang terzholimi di tengah kiprahnya menyuarakan Pluralisme, Kebhinekaan, dan Hak Asasi Manusia, menjadi tidak terelakkan.

Dan kita khawatir daya tawar SEPILIS akan semakin tinggi untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Ini bisa dibuktikan dari statement-stament pasca kejadian ini.
Aliansi Jurnalis Independen, misalnya, mengecam pengiriman paket bom yang ditujukan kepada tokoh Jaringan Islam Liberal Ulil Absar Abdalla. Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Nezar Patria, mengatakan teror bom itu serangan brutal terhadap kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi.

“Dari paket yang dikirimkan si pelaku jelas bertujuan membungkam Ulil dengan cara membunuhnya,” kata Nezar Patria, Selasa 15 Maret 2011. Nezar menilai Ulil sebagai tokoh pemikir islam yang kritis dan gigih menganjurkan keberagaman di Indonesia.
Selain itu sekarang televisi nasional mulai menghadirkan pembicara yang juga memiliki concern terhadap isu pluralisme, kebebasan, dan juga liberalisasi.

Dalam teori kultur, budaya Indonesia memang sangat memungkinkan optimalisasi simpati publik terhadap individu terzhalimi. Ruang nurani masyarakat potensial tersentuh ketika melihat warganya mengalami bentuk intimidasi dan kesewenangan-wenangan.

Kita masih ingat kasus Juli 1996. Seperti diketahui, peristiwa 27 Juli 1996 adalah peristiwa pengambil-alihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar. Apa yang terjadi setelah itu? Simpati publik mengalir deras kepada Megawati dan berbuah titik kulminasi setelah Megawati membentuk PDI Perjuangan dan berahasil meraih dominasi suara pada pemilihan umum 1999.

Simpati publik juga sempat melambungkan nama Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada era kepresidenan Megawati. Kita ketahui bersama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kabinet Gotong-Royong tersebut mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa tidak dipercaya lagi oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.

Surat permintaan pengunduran dirinya dikirim kepada Presiden, Kamis 11 Maret 2004 pagi, setelah sebelumnya ia menyurati presiden, mempersoalkan kewenangannya yang "dipreteli", tapi tidak ditanggapi oleh Megawati. Keberpihakan publik menjadi cair dan mengalir untuk mengkonstruk SBY sebagai Ikon “tertindas” dan kemudian menemukan muaranya persis hampir sama dengan Megawati dengan Juli 1996-nya, yakni saat Pemilihan Presiden 2004.

Inilah kalkulasi dari keberpihakan publik yang bisa dimainkan oleh JIL. Isu-isu Cikeusik Pandgelang, Pembubaran Ahmadiyah, bisa menjadi sasaran empuk untuk melanjutkan tongkat estafet “kezhaliman” umat terhadap isu-isu pluralisme Agama.

Ledakan BNN dan Kewaspadaan Labelisasi Gerakan Islam

Selain di Utan Kayu, paket bom juga dikirimkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN) di Cawang Jakarta Timur. Paket tersebut ditujukan untuk Kepala Badan Narkotika Nasional Gregorius Mere, atau yang sering dikenal sebagai Gories Mere.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Baharudin Djafar, polisi tengah menyelidiki kasus tersebut. Baharudin mengatakan petugas polisi sudah mendatangi BNN. "Saya belum tahu terkait hal itu, namun saya dengar ada anggota ke sana," ujar dia ketika dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Selasa, 15 Maret 2011.

Namun siapakah Goris Mere sebenarnya? Kenapa Goris juga menjadi sasaran untuk sama-sama dikirimi paket bom seperti Ulil, mengingat dua orang tersebut berada pada wilayah berbeda. Kita ketahui bersama, sebelum berkiprah di BNN, Goris pernah bertugas di detasemen 88. Nama Goris Mere menjadi santer disebut Abu Bakar Ba'asyir sebagai aktor di belakang penangkapan dirinya. Ia bersama Densus 88 anti teror Polri berperan banyak hingga dirinya ditangkap.

Hal itu diucapkan langsung Ba'asyir saat menyampaikan eksepsi sebagai terdakwa dalam kasus terorisme di PN Jaksel, Kamis (24/2/2011). "Densus 88 mempunyai pasukan khusus satgas anti bom di bawah komando Gories Mere. Semua saksi-saksi sudah disiapkan dengan tekanan Densus 88. Dalam kasus Aceh ini orang-orang yang jadi saksi saya juga mengadapi siksaan," kata Ba'asyir seperti dikutip inilah.com.

Penulis menduga bahwa pada akhirnya, kedua bom ini akan dikaitkan pada kesamaan motif bahwa kelompok–kelompok yang concern terhadap isu SEPILIS juga mendukung aksi terorisme. Lalu apa hubunganya dengan BNN? Kita lupa salah satu tuduhan kepada kelompok Aceh selama ini adalah operasional pendanaan yang dialiri oleh penanaman ladang Ganja.

Pengamat teroris Mardigu Wowiek Prasantyo, misalnya, seperti dikutip antaranews, 13/3/2010 pernah menduga kelompok teroris membangun basis latihan di Provinsi Aceh karena bisa mendapat sumber pendanaan dari ladang ganja yang banyak terdapat di propinsi itu. Dikatakan Mardigu, di Provinsi Aceh yang kondisi alamnya perbukitan dan masih banyak hutan sangat mungkin membangun ladang ganja untuk membiayai latihan dan operasi kelompok teroris.

Pengamat yang mendalami ilmu terorisme di Amerika Serikat ini mencontohkan, gembong mafia di Kolombia Pablo Escobar disinyalir menjadi donatur yang sering mendanai kegiatan teroris melalui bisnis narkoba. Tuduhan Mardigu itu ditampik oleh Anggota Komisi I DPR dari daerah pemilihan Aceh, Azwar Abubakar pernah meragukan jika ladang ganja menjadi sumber pembiayaan kelompok teroris di Aceh. Menurut Azwar, seperti dikutip antaranews.com 13/3/2010 kelompok teroris di Aceh masih relatif baru sehingga belum sempat membangun ladang ganja.

Pertimbangan lainnya kelompok teroris membangun basis di Provinsi Aceh, kata dia, karena kontur alamnya yang berbukit dan masih banyak kawasan hutan, sehingga lebih leluasa untuk lokasi bersembunyi.

Oleh sebab itu, kita patut bersiap diri jika isu ini akan merembet ke seluruh gerakan Islam yang ada. Menuduh gerakan-gerakan atau kelompok Islam yang menyuarakan kritik tajamnya terhadap Pluralisme Agama dan Liberalisme Islam dengan stigma pedas berupa blok anti perbedaan, pelaku keonaran, hingga teroris.

Yang juga harus kita cermati ialah dengan kejadian ini otomatis akan semakin terbuka lebarnya kampanye pluralisme agama dibalik kedok kebhinekaan, keberagaman sebagai antisipasi agar tak lahir kembali kejadian serupa di Utan Kayu, padahal akidah dan tauhid adalah elemen terpenting bagi umat Islam. Dan kita mesti bersiap diri mendengar kalimat-kalimatnya: “Jangan menghakimi akidah orang lain, sebab yang tahu akidah manusia hanya Tuhan. Yang anti pluralisme itu teoris.”
Cukup sudah..

eramuslim.com Ledakan Utan Kayu: Keran Simpati Liberalisasi dan Nasib Gerakan Islam

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More