cari cari ...

Thursday, November 11, 2010

Kewajiban Memperjuangakan Khilafah

Kedatangan Khilafah Ala Minhaji An-Nubuwah merupakan Janji Allah yang telah disampaikan Oleh Rasulnya Muhammad Saw sbb:

Imam Ahmad berkata, “Sulaiman bin Dawud al-Thayaalisiy telah meriwayatkan sebuah hadits kepada kami; di mana ia berkata, “Dawud bin Ibrahim al-Wasithiy telah menuturkan hadits kepadaku (Sulaiman bin Dawud al-Thayalisiy). Dan Dawud bin Ibrahim berkata, “Habib bin Salim telah meriwayatkan sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir; dimana ia berkata, “Kami sedang duduk di dalam Masjid bersama Nabi saw, –Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan hadits Nabi saw. Lalu, datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyaniy seraya berkata, “Wahai Basyir bin Sa’ad, apakah kamu hafal hadits Nabi saw yang berbicara tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, “Saya hafal khuthbah Nabi saw.

” Hudzaifah berkata, “Nabi saw bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja dictator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam”.[HR. Imam Ahmad]

tegaknya Khilafah ‘Ala Minhaaj al-Nubuwwah menyertakan peran dan andil dari kaum Muslim, bukan semata-mata hanya andil dari Allah swt. Untuk itu, kaum Muslim wajib merencanakan dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan dan mewujudkan kembali Khilafah Islamiyyah ini. Ia dilarang menunggu-nunggu tegaknya Khilafah Islaamiyyah tanpa melakukan tindakan apapun, dengan alasan berdirinya khilafah merupakan taqdir dan qadla’nya Allah swt. Oleh karena itu, seandainya hadits ini tidak ada, atau dianggap tidak layak dijadikan dalil, sesungguhnya kaum Muslim tetap diperintahkan untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah hingga datangnya hari kiamat. Mereka dilarang hidup tanpa keberadaan seorang Khalifah yang mengatur urusan mereka dengan syariat Allah swt. Sesungguhnya, yang diwajibkan syariat atas kaum Muslim adalah menegakkan Khilafah al-Islamiyyah tanpa memperhatikan lagi apakah Khilafah Islamiyyah bisa berdiri kembali atau tidak dalam prerograsi Allah.

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw bersabda: Adalah Bani Israil yang mengurus urusan mereka adalah para nabi-nabi, setiapkali seorang nabi meninggal maka digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya setelahku tidak ada nabi lagi, yang akan ada adalah para khalifah dan mereka berjumlah banyak, para sahabat bekata: lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?, Nabi saw menjawab: tunaikanlah bai’at kepada khalifah yang paling pertama terpilih, dan berikanlah hak mereka, sesungguhnya Allah swt akan memintai pertanggungjawaban atas mereka tentang apa yang mereka urusi.

Dari Abdullah bin ‘Umar ra, Rasulullah saw bersabda: Dan barangsiapa yang meninggal sedangkan di lehernya tidak ada bai’at maka dia bagaikan meninggal dalam kondisi jahiliyyah.

Dalil bahwa umat islam harus ber-Hukum dengan Hukum Allah Swt.

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 48-50)

Imam Al-Qal’i Asy-Syafi’i dalam kitabnya Tahdzîb Ar-Riyâsah wa Tartîb As-Siyâsah menuliskan:
Segenap umat islam bersepakat -kecuali siapa-siapa yang tidak diperhitungkan pendapatnya- atas wajibnya mengangkat seorang Imam secara mutlak, sekalipun mereka berbeda pendapat dalam sifat-sifat dan syarat-syaratnya.

Imam As-Sinqithi dalam kitab tafsirnya juga berkata:
Sudah jelas dan maklum dalam agama bahwa kaum muslimin diwajibkan untuk mengangkat seorang imam yang menyatukan suara mereka dan dengannya diterapkan hukum-hukum Allah swt di muka bumi. Tidak ada yang menyelisihi pendapat ini melainkan mereka yang tidak diperhitungkan suaranya, seperti Abu Bakar Al-Ashamm seorang mu’tazilah, sebagaimana dikatakan sebelumnya oleh Al-Qurthubi, juga seperti Dhirar, Hisyam Al-Futhi, dan sebagainya

Demikian pula Imam Asy-Syaukani dalam karyanya Nail Al-Authâr juga berkata:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Imamah adalah wajib, sedangkan menurut Dhirâr, Al-Ashamm, Hisyam Al-Futhi, dan An-Najdat, hal tersebut tidak wajib.

Kewajiban tersebut dibangun berdasarkan dalil-dalil Syara’, bukan berdasarkan logika. Hujjatul-Islâm Imam Al-Ghazali berkata:
Penjelasan tentang wajibnya mengangkat seorang imam. Jangan sampai anda mengira bahwa kewajiban tersebut berdasarkan akal, sesungguhnya kami telah menjelaskan bahwa kewajiban tersebut diambil dari (nash) syara’.

Demikian pula Imam An-Nawawi dalam kitab Syarahnya atas Shahih Muslim menyebutkan:
Dan para ulama bersepakat bahwa kaum muslimin wajib mengangkat seorang khalifah, kewajiban tersebut berdasarkan syara’ bukan akal.

Salah satu contohnya tentang Hadist Rasullulah tentang penaklukan Konstantinopel :

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Seandainya saja Muhammad Al-fatih dan pasukkannya hanya diam menunggu saja tidak ada perjuangan untuk mewujudkannya mungkin Penakluk Konstantinopel bukan Muhammad Al-fatih. Sebagaimana Firman Allah Swt Bahwa Allah akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut mau merubah Nasibnya sendiri.

Seorang Muslim wajib menyakini dan mengimani apa yang telah dijanjikan Allah swt kepada mereka; yakni, jika mereka bersungguh-sungguh dan sabar dalam menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong mereka dan meneguhkan kedudukan mereka. Allah swt berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.[TQS Mohammad (47):7] cahaya-iman.web.id

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More