Daulah Islam
Buku Daulah Islam ini tidak dimaksudkan untuk menceritakan sejarah Daulah Islam, melainkan untuk menggambarkan kepada masyarakat bagaimana Rasul saw. mendirikan Daulah Islam. Juga, bagaimana orang kafir penjajah itu telah menghancurkan Daulah Islam dan bagaimana kaum Muslim menegakkan kembali Daulah Islam agar dapat mengembalikan cahaya bagi dunia yang menerangi jalan petunjuk dalam kegelapan.

cari cari ...
Showing posts with label artikel. Show all posts
Showing posts with label artikel. Show all posts
Monday, February 9, 2015
Barat Berupaya Melepaskan Mesir Dari Khilafah (Bagian 2)
Tatkala Mesir
sudah berada dalam naungan Khilafah, kehidupan masyarakatnya berada
dalam kesejahteraan dan kemakmuran. Seluruh kebutuhan hajat hidup
masyarakatnya terjamin oleh Negara. Mesir benar-benar dalam masa
keemasannya.
Mesir menjadi salah satu negara kunci
untuk masuk dan menguasai negara-negara di kawasan Timur Tengah dan
Afrika. Ini karena negeri dengan luas wilayah sekitar 997.739 km² ini
mencakup Semenanjung Sinai (dianggap sebagai bagian dari Asia Barat
Daya). Adapun sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara.
Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah
barat, Sudan di selatan, Jalur Gaza dan Israel di utara-timur.
Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di utara
dan Laut Merah di timur.
Di bawah Khilafah, Terusan Suez dilalui
oleh arus 5% minyak dunia dan dianggap sebagai titik sumbatan. Mesir
bisa mengenakan biaya kargo dan melakukan penyulingan minyak mentah yang
melewati pelabuhan-pelabuhannya, yang akan menghasilkan miliaran dolar
bagi negara. Mesir pada hari ini memiliki 9 kilang minyak yang
memproduksi 710.000 barel minyak mentah perhari, yang bisa meningkat
secara signifikan.
Perut bumi Mesir pun mengandung barang
tambang berupa minyak bumi, fosfat, bijih besi dan mangan. Minyak bumi
terdapat di daerah pantai timur Teluk Suez. Fosfat di daerah pantai
barat Laut Merah. Bijih besi di tambang di sebelah timur Kota Aswan.
Mangan di Semenanjung Sinai.
Kondisi geopolitik yang strategis inilah
yang menyebabkan AS, Inggris dan sekutunya berusaha sekuat tenaga untuk
mengoyak-ngoyak Mesir dan melepaskannya dari Kekhilafahan.
George Rich, saat membagi ilmunya kepada
John Perkins, menuturkan bahwa Mesir selain punya posisi strategis
untuk memainkan peran penting di dunia arab, juga mempunyai dampak
strategis di kawasan Afrika. “Negeri ini merupakan jembatan baik dari
sudut pandang geografi, sosial, ekonomi, dan etnik; dan tentu saja
agama. Pergilah ke Mesir. Gunakan negeri itu sebagai daerah transit
untuk menaklukkan Timur Tengah dan juga daerah transit untuk Afrika,”
begitu petuah George Rich kepada kader mudanya John Perkins. 1
Dari sinilah upaya aneksasi dan
imperialisasi Mesir mulai dirancang dan dicanangkan secara rapi dan
tersistem. Imperialisme mulai merambah Mesir tatkala Prancis, melalui
Napoleon Bonaparte, mulai menjejaki tanah Mesir. Prancis selanjutnya
sedikit demi sedikit berusaha menancapkan pengaruhnya di tanah tersebut.
Usaha yang terlihat nyata adalah tatkala Prancis menempatkan Muhammad
‘Ali Pasya untuk memegang tampuk pemerintahan di negeri tersebut.
Muhammad ‘Ali Pasya (1805-1917) kemudian direkayasa oleh Prancis
seolah-olah sebagai orang yang sangat berjasa bagi kemajuan Mesir. Dia
diopinikan sebagai pembaru yang membawa kemajuan Mesir dari kegelapan
yang ditimbulkan oleh Islam. Tahun 1840, Muhammad ‘Ali Pasha diasingkan
oleh Sultan Utsmani atas desakan Prancis.
Muhammad ‘Ali mempunyal andil yang
sangat besar bagi kemerosotan Islam. Dia menelorkan program ‘pencucian
otak’ dengan dalih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat ke Dunia
Islam melalul Mesir. Untuk merealisasikan program tersebut, ia mengirim
mahasiswa Mesir untuk belajar ke Prancis. Setelah kembali ke Mesir,
tentu dengan berbagai ragam dan corak pemikirannya, mereka menjadi guru
di berbagai universitas. Yang lebih parah, para lulusan tersebut
ditempatkan terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan mahasiswa
dan berbagai negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
penyebaran ide-ide sesat dari Barat menjadi efektif dan efisien; bukan
hanya di Mesir saja, namun lebih jauh dari itu. Ide-ide sesat itu
menyebar ke berbagai negeri Islam.
Pada masa selanjutnya, Prancis mulai
meniupkan ‘gagasan-gagasan besar dan revolusioner’ kepada para pemikir
dan pemimpin umat Islam di Mesir, yaitu ide nasionalisme dan
patriotisme. Patriotisme Mesir dipelopori oleh at-Tahtawi (1801-1873)
yang berpendirian bahwa Mesir dan negara lain baru bisa maju bila berada
di bawah penguasa sendiri, bukan di bawah tangan orang asing.
Maksudnya, Mesir, yang selama ini di bawah perlindungan Kekhilafahan
slamiyah—oleh Prancis melalui kaki tangannya—harus segera melepaskan
diri agar cepat maju dan berkembang. Adapun asionalisme Mesir dipelopori
oleh Mustafa Kamil (1874) yang mendirikan Hizb al-Wathan
untuk—seolah-olah—memperjuangkan kemerdekaan Mesir dari kekuasaan
Prancis. Dari Mesir inilah lahir ide nasionalisme Arab yang dipelopori
oleh Gamal Abdul Nasser.
Imperialisme Prancis semakin tak
terbendung tatkala dia berhasil ikut campur tangan dalam pemerintahan
Mesir pada tahun 1882 walaupun secara de facto tetap tunduk
pada Kekhilafahan Utsmani hingga tahun 1914. Atas desakan dan rekayasa
Prancis, antara 1914-1922 Mesir menjadi protektorat Prancis. Mesir
mendapatkan kemerdekaan dari Prancis tahun 1922. Negara ini mengambil
bentuk pemerintahan monarki konstitusional.
Untuk semakin menancapkan pengaruhnya, Prancis melalui Napoleon menerbitkan majalah Le Courtier d’Egypte dan La Degade Egyptienne sebagai
media publikasi ide-ide mereka yang berkedok majalah yang memberitakan
perkembangan ilmu pengetahuan. Muhammad ‘Ali sendiri menerbitkan surat
kabar aI-Waqâ’i al-Misriyah (Peristiwa-peristiwa Mesir). Media
tesebut menjadi alat propaganda untuk menjelek-jelekkan Islam dan
mengagung-agungkan imperialisme Prancis.
Serentetan rezim sekular selanjutnya
silih berganti menguasai Mesir. Sesudah Muhammad ‘Ali Pasha, Mesir
diperintah oleh Abbas I (1848- 1854) dan Abbas II (1854-1863). Pemimpin
selanjutnya adalah Khedive Ismail (1863-1879). Ia memperbaiki kembali
kehidupan sosial politik di Mesir. Pada pemerintahan Ismail inilah
intervensi Inggris semakin tajam dan mengakar hingga Terusan Suez mampu
dikuasai oleh Inggris.
Penguasaan Terusan Suez berawal dari
upaya mencegah kebangkrutan Negara. Ismail menjual Terusan Suez. Karena
pembeli saham tersebut adalah Inggris (1875), sejak itu Inggris mulai
mendapatkan kesempatan untuk melakukan intervensi terhadap
masalah-masalah dalam negeri Mesir.
Uang yang diperoleh dari penjualan
saham-saham itu ternyata tidak mampu menutupi kekurangan kas negeri
Mesir. Pada tahun berikutnya (1876) Khedive Ismail menghadapi
kebangkrutan lagi. Kemudian ia mengajukan permintaan pinjaman kepada
Prancis dan Inggris. Sebagai jawaban atas permintaan tersebut,
pemerintah Inggris mengirimkan Stephen Cave untuk meneliti hal-hal yang
berhubungan dengan keuangan Mesir. Hasil laporan itu menerangkan bahwa
kemakmuran daerah itu dapat diharapkan tetapi untuk mendapatkannya
diperlukan metode-metode pengelolaan keuangan yang lebih teliti dan
rapi. Akibat penyelidikan tersebut, dibentuklah suatu panitia terdiri
atas negara-negara Eropa yang bertujuan untuk mengurusi kemakmuran
Mesir. Efeknya, seperdua penghasilan negara berada di bawah pengawasan
panitia internasional yang biasa disebut Comite pour la Caisse de la
Dette Publique (1876). Panitia ini beranggotakan Inggris, Austria,
Italia, Prancis dan Jerman.22
Ragam pembaruan diadakan baik di bidang
politik maupun keuangan. Mesir dijadikan kerajaan konstitusional dengan
seorang Inggris, Wilson, sebagai menteri keuangan, dan seorang Prancis,
de Blignieres, sebagai menteri pekerjaan umum. Dengan demikian, masalah
keuanganlah yang membuka jalan bagi masuknya imperialisme Barat ke
Mesir.
Ismail lalu digantikan oleh anaknya,
Taufiq. Pemerintahan Taufiq bisa dikatakan sangat dekat dengan Inggris.
Oleh sebab itu, terjadilah peristiwa penting, yaitu revolusi yang
dipimpin oleh Ahmad Orabi yang berkeinginan memberikan ‘tausiah’ kepada
Taufiq agar jangan menjadi kaki tangan Prancis. Karena situasi yang
terjadi pada waktu revolusi tersebut sangat tidak menguntungkan Prancis,
Inggris menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan agresi
militernya. Akhirnya, Inggris berhasil menduduki Kairo 14 Desember 1882.
Seusai Perang Dunia I, pada November
1918, di Mesir muncul pemimpin yang bernama Saad-Zaghlul. Ia berusaha
menuntut kemerdekaan dari Inggris. Lalu Inggris menangkap dan
mengasingkan dia. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Mesir. Akibatnya,
pada 9 Maret 1919 terjadilah tuntutan besar menentang Inggris di Kairo
dan seluruh penjuru Mesir yang menyebabkan Inggris mengubah pola
politiknya dan membebaskan Saad-ZagLul. []
Catatan kaki:
1 http://www.theglobal-review.com/content_detail.php? lang=id&id=12502&type=4#.VLtTSSuUe-A
2
https://andreaslantik.wordpress.com/2013/11/02/kejatuhan-mesir-ke-dalam-pengaruh-imperialisme-inggrisperancis-hingga-kebangkitan-nasionalisme
http://hizbut-tahrir.or.id/2015/02/05/barat-berupaya-melepaskan-mesir-dari-khilafah-bagian-2/
Tuesday, January 27, 2015
Cara Khilafah Menjaga Kekayaan Negara Dari Tangan Asing
Cara Khilafah Menjaga Kekayaan Negara Dari Tangan Asing. Oleh: Hafidz Abdurrahman
Khilafah Negara Ideologis
Negara Khilafah adalah negara ideologis. Negara yang dibangun berdasarkan ideologi. Keberadaannya untuk menerapkan, menjaga, dan menyebarkan ideologinya ke seluruh dunia. Itulah negara Khilafah. Ideologinya adalah Islam.
Sebagai ideologi, Islam bukan hanya berisi akidah, tetapi juga sistem kehidupan. Islam tidak saja menggariskan konsep (pemikiran), seperti akidah dan solusi atas berbagai problematika kehidupan, tetapi juga menggariskan metode yang khas dan unik. Metode untuk menerapkan, menjaga dan mengemban ideologi tersebut ke seluruh dunia.
Dengan ideologi Islam yang sempurna, didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni, baik di bidang politik, intelektual, ijtihad dan leadership, maka Khilafah akan menjadi negara adidaya baru, menggantikan Amerika, Uni Eropa, Inggris, dan Rusia. Dengan modal yang sama, didukung dengan wilayah yang terbentang luas, meliputi 2/3 dunia, dan jumlah demografi yang sangat besar, yaitu 1,5 milyar jiwa, maka Khilafah bisa mandiri, tidak bergantung kepada negara-negara tersebut.
Dengan potensi tersebut, tentu negara-negara kafir penjajah tidak akan membiarkan Khilafah mewujudkan misinya. Mereka pasti akan berusaha mati-matian mempertahankan cengkraman, paling tidak kepentingan mereka, di negeri kaum Muslim. Karena mereka sangat bergantung kepada dunia Islam, baik dari segi supplay energi, bahan mentah, sampai pasar. Namun, dengan ideologinya, dan kualitas sumber daya manusianya, Khilafah sanggup melepaskan diri dari setiap strategi yang mereka rancang.
Kekayaan Umat Islam
Negara Khilafah, sebagai satu-satunya negara kaum Muslim di seluruh dunia, akan menjaga agama, darah, harta, jiwa, akal, kehormatan, keturunan, negara, termasuk setiap jengkal wilayahnya. Karena itu, tak ada satupun pelanggaran yang dilakukan terhadap agama, darah, harta, jiwa, akal, kehormatan, keturunan, negara, termasuk wilayah, kecuali pasti akan ditindak oleh Khilafah.
Khusus terkait dengan kekayaan kaum Muslim, bisa dipilah menjadi tiga kategori. Pertama, kekayaan milik pribadi. Kedua, kekayaan milik umum. Ketiga, kekayaan milik negara. Seluruh kekayaan ini akan dijaga oleh negara, dan apapun bentuk pelanggaran terhadap kekayaan ini tidak akan dibiarkan.
Cara Khilafah menjaga kekayaan ini adalah dengan menerapkan sistem Islam, bukan hanya di bidang ekonomi, tetapi juga yang lain. Di bidang ekonomi, Islam menetapkan, bahwa hukum asal kekayaan adalah milik Allah, yang dikuasakan kepada manusia. Manusia mendapatkan kuasa, dengan cara menerapkan hukum-Nya. Dari sana, lahir hukum tentang kepemilikan. Karena itu, kepemilikan didefinisikan sebagai “izin pembuat syariat (Allah)”.
Dengan izin pembuat syariat, seseorang bisa memiliki kekayaan, baik secara pribadi, bersama-sama, maupun melalui perantara negara, jika terkait dengan kekayaan milik negara. Dengan cara seperti itu, maka seluruh kekayaan kaum Muslim tidak akan bisa dimiliki oleh siapapun, kecuali dengan izin pembuat syariat.
Dengan cara yang sama, kekayaan milik pribadi tidak akan bisa dinasionalisasi, kecuali dengan izin pembuat syariat. Begitu juga, kekayaan milik umum tidak akan bisa diprivatisasi, karena tidak adanya izin dari pembuat syariat. Begitu pula, kekayaan milik negara bisa diberikan kepada individu juga karena adanya izin dari pembuat syariat, yang diberikan kepada Khalifah, melalui mekanisme iqtha’, dan lain-lain.
Cara Menjaga dan Mengembalikan
Selain mekanisme syariah di atas, Khilafah juga akan melakukan edukasi kepada rakyatnya tentang nilai kekayaan mereka, serta menerapkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar ketentuan syariah dalam hal kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian kekayaannya. Edukasi bisa dilakukan, termasuk dengan mengangkat wali (pengurus) khusus bagi siapa saja yang mempunyai harta, namun tidak bisa mengelola dan mendistribusikannya dengan benar. Setiap orang satu wali. Mereka akan dibayar oleh negara.
Kebijakan satu orang satu wali ini berlaku untuk: (1) Orang-orang yang termasuk dalam kategori safih (bodoh/lemah akal). Di dalamnya termasuk orang idiot, tidak waras, termasuk anak yang belum sempurna akalnya. (2) Orang-orang yang dianggap muflis (bangkrut), di mana utangnya lebih besar ketimbang asetnya. Dengan kebijakan satu orang satu wali, maka seluruh tindakan mereka bisa diurus dengan baik. Harta mereka terjaga, tidak dihambur-hamburkan, termasuk berpindah tangan kepada orang yang tidak berhak.
Ini terkait dengan kekayaan milik individu. Karena kekayaan ini pengelolaan dan distribusinya kembali kepada individu. Sedangkan kekayaan milik umum dan negara, pengelolaan dan distribusinya kembali kepada negara. Negaralah satu-satunya yang berhak untuk mengelola dan mendistribusikannya sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat. Namun, dalam hal ini, negara tidak boleh melanggar ketentuan syariah. Seperti melakukan privatisasi kekayaan milik umum kepada individu, baik domestik maupun asing.
Untuk menjaga kekayaan ini tugas dan fungsi penguasa, yang mempunyai otoritas sebagai pembuat kebijakan, sangat vital. Karena itu, mereka disyaratkan harus Muslim, adil (tidak fasik), laki-laki, baligh, berakal, merdeka dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penguasa. Karena ini akan menjadi jaminan dasar bagi penguasa dalam mengambil kebijakan.
Tidak hanya itu, Khilafah juga mempunyai sistem yang sempurna untuk menjaga kekayaannya. Tidak hanya bertumpu pada jaminan penguasanya, tetapi juga kepada yang lain. Ketika kebijakan penguasa dalam mengelola dan mendistribusikan kekayaan milik umum dan negara tersebut menyimpang, maka umat, baik langsung maupun melalui Majelis Umat, bisa mengoreksi tindakan penguasa. Bisa juga melalui partai politik Islam yang ada.
Jika kebijakan di atas tidak diindahkan oleh penguasa, maka kasus ini bisa diajukan kepada Mahkamah Madzalim. Mahkamah Madzalim bisa membatalkan kebijakan penguasa yang menyimpang tersebut, dan mengembalikannya. Jika kekayaan ini dimiliki oleh individu, korporasi atau negara lain, maka penguasaan atas kekayaan tersebut harus dibatalkan oleh Mahkamah Madzalim, lalu dikembalikan kepada pemiliknya. Jika milik individu, dikembalikan kepada individu. Jika milik umum, dikembalikan kepada milik umum. Jika milik negara, dikembalikan kepada negara.
Termasuk Khilafah akan menutup rapat-rapat pintu investasi asing dan utang luar negeri yang bisa berdampak pada penguasaan kekayaan milik umum dan negara oleh pihak asing. Investasi asing ini selama ini bisa dilakukan langsung, G to G (government to government), P to P (people to people), maupun melalui Bursa Efek. Semuanya harus ditutup. Untuk itu, diberlakukan kebijakan hubungan dengan pihak asing harus melalui satu pintu, yaitu Departemen Luar Negeri.
Demikian juga dengan utang luar negeri. Utang ini selama ini dibalut dengan berbagai istilah, seperti hibah, donor dan pinjaman. Intinya sama, yaitu utang. Kebijakan utang luar negeri ini seolah sudah menjadi kewajiban, karena rezim APBN yang digunakan meniscayakan itu. Karenanya, harus dirombak, mulai dari sistem penyusunan APBN-nya. Dengan begitu, semua celah utang ini bisa ditutup rapat-rapat, kecuali dalam satu kondisi, darurat.
Dengan ditutupnya seluruh pintu yang bisa berdampak pada mengalirnya kekayaan Khilafah keluar tadi, maka kekayaan umat ini akan terjaga. Dan dengan kebijakan sebelumnya, apa yang ada di tangan asing pun bisa dikembalikan. http://hizbut-tahrir.or.id/2015/01/10/cara-khilafah-menjaga-kekayaan-negara-dari-tangan-asing/
Khilafah Negara Ideologis
Negara Khilafah adalah negara ideologis. Negara yang dibangun berdasarkan ideologi. Keberadaannya untuk menerapkan, menjaga, dan menyebarkan ideologinya ke seluruh dunia. Itulah negara Khilafah. Ideologinya adalah Islam.
Sebagai ideologi, Islam bukan hanya berisi akidah, tetapi juga sistem kehidupan. Islam tidak saja menggariskan konsep (pemikiran), seperti akidah dan solusi atas berbagai problematika kehidupan, tetapi juga menggariskan metode yang khas dan unik. Metode untuk menerapkan, menjaga dan mengemban ideologi tersebut ke seluruh dunia.
Dengan ideologi Islam yang sempurna, didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni, baik di bidang politik, intelektual, ijtihad dan leadership, maka Khilafah akan menjadi negara adidaya baru, menggantikan Amerika, Uni Eropa, Inggris, dan Rusia. Dengan modal yang sama, didukung dengan wilayah yang terbentang luas, meliputi 2/3 dunia, dan jumlah demografi yang sangat besar, yaitu 1,5 milyar jiwa, maka Khilafah bisa mandiri, tidak bergantung kepada negara-negara tersebut.
Dengan potensi tersebut, tentu negara-negara kafir penjajah tidak akan membiarkan Khilafah mewujudkan misinya. Mereka pasti akan berusaha mati-matian mempertahankan cengkraman, paling tidak kepentingan mereka, di negeri kaum Muslim. Karena mereka sangat bergantung kepada dunia Islam, baik dari segi supplay energi, bahan mentah, sampai pasar. Namun, dengan ideologinya, dan kualitas sumber daya manusianya, Khilafah sanggup melepaskan diri dari setiap strategi yang mereka rancang.
Kekayaan Umat Islam
Negara Khilafah, sebagai satu-satunya negara kaum Muslim di seluruh dunia, akan menjaga agama, darah, harta, jiwa, akal, kehormatan, keturunan, negara, termasuk setiap jengkal wilayahnya. Karena itu, tak ada satupun pelanggaran yang dilakukan terhadap agama, darah, harta, jiwa, akal, kehormatan, keturunan, negara, termasuk wilayah, kecuali pasti akan ditindak oleh Khilafah.
Khusus terkait dengan kekayaan kaum Muslim, bisa dipilah menjadi tiga kategori. Pertama, kekayaan milik pribadi. Kedua, kekayaan milik umum. Ketiga, kekayaan milik negara. Seluruh kekayaan ini akan dijaga oleh negara, dan apapun bentuk pelanggaran terhadap kekayaan ini tidak akan dibiarkan.
Cara Khilafah menjaga kekayaan ini adalah dengan menerapkan sistem Islam, bukan hanya di bidang ekonomi, tetapi juga yang lain. Di bidang ekonomi, Islam menetapkan, bahwa hukum asal kekayaan adalah milik Allah, yang dikuasakan kepada manusia. Manusia mendapatkan kuasa, dengan cara menerapkan hukum-Nya. Dari sana, lahir hukum tentang kepemilikan. Karena itu, kepemilikan didefinisikan sebagai “izin pembuat syariat (Allah)”.
Dengan izin pembuat syariat, seseorang bisa memiliki kekayaan, baik secara pribadi, bersama-sama, maupun melalui perantara negara, jika terkait dengan kekayaan milik negara. Dengan cara seperti itu, maka seluruh kekayaan kaum Muslim tidak akan bisa dimiliki oleh siapapun, kecuali dengan izin pembuat syariat.
Dengan cara yang sama, kekayaan milik pribadi tidak akan bisa dinasionalisasi, kecuali dengan izin pembuat syariat. Begitu juga, kekayaan milik umum tidak akan bisa diprivatisasi, karena tidak adanya izin dari pembuat syariat. Begitu pula, kekayaan milik negara bisa diberikan kepada individu juga karena adanya izin dari pembuat syariat, yang diberikan kepada Khalifah, melalui mekanisme iqtha’, dan lain-lain.
Cara Menjaga dan Mengembalikan
Selain mekanisme syariah di atas, Khilafah juga akan melakukan edukasi kepada rakyatnya tentang nilai kekayaan mereka, serta menerapkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar ketentuan syariah dalam hal kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian kekayaannya. Edukasi bisa dilakukan, termasuk dengan mengangkat wali (pengurus) khusus bagi siapa saja yang mempunyai harta, namun tidak bisa mengelola dan mendistribusikannya dengan benar. Setiap orang satu wali. Mereka akan dibayar oleh negara.
Kebijakan satu orang satu wali ini berlaku untuk: (1) Orang-orang yang termasuk dalam kategori safih (bodoh/lemah akal). Di dalamnya termasuk orang idiot, tidak waras, termasuk anak yang belum sempurna akalnya. (2) Orang-orang yang dianggap muflis (bangkrut), di mana utangnya lebih besar ketimbang asetnya. Dengan kebijakan satu orang satu wali, maka seluruh tindakan mereka bisa diurus dengan baik. Harta mereka terjaga, tidak dihambur-hamburkan, termasuk berpindah tangan kepada orang yang tidak berhak.
Ini terkait dengan kekayaan milik individu. Karena kekayaan ini pengelolaan dan distribusinya kembali kepada individu. Sedangkan kekayaan milik umum dan negara, pengelolaan dan distribusinya kembali kepada negara. Negaralah satu-satunya yang berhak untuk mengelola dan mendistribusikannya sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat. Namun, dalam hal ini, negara tidak boleh melanggar ketentuan syariah. Seperti melakukan privatisasi kekayaan milik umum kepada individu, baik domestik maupun asing.
Untuk menjaga kekayaan ini tugas dan fungsi penguasa, yang mempunyai otoritas sebagai pembuat kebijakan, sangat vital. Karena itu, mereka disyaratkan harus Muslim, adil (tidak fasik), laki-laki, baligh, berakal, merdeka dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penguasa. Karena ini akan menjadi jaminan dasar bagi penguasa dalam mengambil kebijakan.
Tidak hanya itu, Khilafah juga mempunyai sistem yang sempurna untuk menjaga kekayaannya. Tidak hanya bertumpu pada jaminan penguasanya, tetapi juga kepada yang lain. Ketika kebijakan penguasa dalam mengelola dan mendistribusikan kekayaan milik umum dan negara tersebut menyimpang, maka umat, baik langsung maupun melalui Majelis Umat, bisa mengoreksi tindakan penguasa. Bisa juga melalui partai politik Islam yang ada.
Jika kebijakan di atas tidak diindahkan oleh penguasa, maka kasus ini bisa diajukan kepada Mahkamah Madzalim. Mahkamah Madzalim bisa membatalkan kebijakan penguasa yang menyimpang tersebut, dan mengembalikannya. Jika kekayaan ini dimiliki oleh individu, korporasi atau negara lain, maka penguasaan atas kekayaan tersebut harus dibatalkan oleh Mahkamah Madzalim, lalu dikembalikan kepada pemiliknya. Jika milik individu, dikembalikan kepada individu. Jika milik umum, dikembalikan kepada milik umum. Jika milik negara, dikembalikan kepada negara.
Termasuk Khilafah akan menutup rapat-rapat pintu investasi asing dan utang luar negeri yang bisa berdampak pada penguasaan kekayaan milik umum dan negara oleh pihak asing. Investasi asing ini selama ini bisa dilakukan langsung, G to G (government to government), P to P (people to people), maupun melalui Bursa Efek. Semuanya harus ditutup. Untuk itu, diberlakukan kebijakan hubungan dengan pihak asing harus melalui satu pintu, yaitu Departemen Luar Negeri.
Demikian juga dengan utang luar negeri. Utang ini selama ini dibalut dengan berbagai istilah, seperti hibah, donor dan pinjaman. Intinya sama, yaitu utang. Kebijakan utang luar negeri ini seolah sudah menjadi kewajiban, karena rezim APBN yang digunakan meniscayakan itu. Karenanya, harus dirombak, mulai dari sistem penyusunan APBN-nya. Dengan begitu, semua celah utang ini bisa ditutup rapat-rapat, kecuali dalam satu kondisi, darurat.
Dengan ditutupnya seluruh pintu yang bisa berdampak pada mengalirnya kekayaan Khilafah keluar tadi, maka kekayaan umat ini akan terjaga. Dan dengan kebijakan sebelumnya, apa yang ada di tangan asing pun bisa dikembalikan. http://hizbut-tahrir.or.id/2015/01/10/cara-khilafah-menjaga-kekayaan-negara-dari-tangan-asing/
Wednesday, July 25, 2012
Sejarah Para Khalifah: Al-Mustanshir Billah II, Menyambung Kekosongan Khilafah
Namanya adalah Ahmad, Abu Al-Qasim bin Azh-Zhahir Biamrillah. Dalam sejarah, ia dikenal dengan Al-Musta'shim Billah. Ia sekaligus paman dari Khalifah Al-Musta’shim Billah.
Menurut Syekh Quthbuddin sebagaimana dikutip Imam As-Suyuthi, Al-Mustanshir dipenjara di Baghdad. Ketika pasukan Tartar menguasai kota itu, dia dilepaskan dan melarikan diri. Dia berjalan ke perbatasan Irak dan dan tinggal di sana. Namun menurut Joesoef Sou’yb, ketika pembantaian terjadi, ia sedang berada di luar Baghdad, sehingga ia selamat dari maut.
Tatkala Azh-Zhahir Baybars menobatkan diri sebagai sultan, Al-Mustanshir datang bersama sepuluh orang dari Bani Muharisy. Sultan yang disertai para hakim segera keluar menyambut kedatangannya. Timbul rumor di Kairo tentang siapa sebenarnya dia. Akhirnya ia menegaskan di depan hakim agung, Tajuddin bin Al-A’azz. Setelah itu, Al-Mustanshir dilantik sebagai khalifah (1261-1262 M).
Yang pertama kali membaiatnya sebagai khalifah adalah Sultan Azh-Zhahir sendiri, disusul Hakim Tajuddin, lalu Syekh Al-Izz bin Abdus Salam dan disusul pejabat lain secara bergilir sesuai dengan kedudukan masing-masing. Pembaiatan itu berlangsung pada Rajab 660 H.
Dia diberi gelar sama dengan gelar saudaranya, yakni Al-Mustanshir Billah. Penduduk menyambut gembira pelantikannya sebagai khalifah. Setiap Jumat, dia keluar untuk melakukan shalat. Dia sendiri yang naik mimbar dan berkhutbah di tengah manusia dengan menyebutkan keutamaan Bani Abbas. Tidak lupa dia juga selalu mendoakan sultan dan kaum Muslimin secara keseluruhan. Setelah itu dia menjadi imam shalat Jumat.
Al-Mustanshir berencana mengangkat sultan dalam sebuah upacara yang resmi dan menuliskan pengangkatannya secara formal. Setelah itu didirikanlah perkemahan di kota Kairo. Pada Senin 4 Sya’ban, Al-Mustanshir Billah II dan sultan datang ke kemah itu. Hadir dalam kesempatan itu para pejabat tinggi, para hakim, dan menteri. Saat itulah khalifah mengenakan pakaian kebesaran untuk sultan dengan tangannya sendiri dan dia kalungkan tanda kehormatan baginya.
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tak seorang pun yang menjadi khalifah setelah anak saudaranya kecuali dia (Al-Mustanshir Billah II) dan Al-Muqtafi.”
Sedangkan penguasa di Halb (Aleppo), Syamsuddin Aqusy juga mendirikan khilafah dan bergelar Al-Hakim Biamrillah. Dia juga didoakan di mimbar-mimbar dan namanya ditulis pada uang dirham.
Khalifah Al-Mustanshir Billah II berhasil menaklukkan Al-Haditsah, lalu Hita. Saat itulah datang pasukan Tartar. Kedua pasukan itu pun segera terlibat dalam pertempuran sengit. Sebagian kaum Muslimin terbunuh dalam peperangan tersebut. Sedangkan Khalifah Al-Mustanshir sendiri dihukum pancung. Ada juga yang mengatakan dia selamat dalam peperangan itu dan melarikan diri. Penduduk negeri itu tidak memberitahukan ke mana khalifah melarikan diri.
Peristiwa ini terjadi pada 3 Muharram 661 H. Dengan demikian, ia menjabat sebagai khalifah hanya dalam jangka waktu kurang dari enam bulan. Setelah itu Al-Hakim Biamrillah menjadi khalifah yang sebelumnya telah dilantik pada masa hidupnya di Halb. sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/05/09/lkwiio-almustanshir-billah-ii-menyambung-kekosongan-khilafah Sejarah Para Khalifah: Al-Mustanshir Billah II, Menyambung Kekosongan Khilafah
Menurut Syekh Quthbuddin sebagaimana dikutip Imam As-Suyuthi, Al-Mustanshir dipenjara di Baghdad. Ketika pasukan Tartar menguasai kota itu, dia dilepaskan dan melarikan diri. Dia berjalan ke perbatasan Irak dan dan tinggal di sana. Namun menurut Joesoef Sou’yb, ketika pembantaian terjadi, ia sedang berada di luar Baghdad, sehingga ia selamat dari maut.
Tatkala Azh-Zhahir Baybars menobatkan diri sebagai sultan, Al-Mustanshir datang bersama sepuluh orang dari Bani Muharisy. Sultan yang disertai para hakim segera keluar menyambut kedatangannya. Timbul rumor di Kairo tentang siapa sebenarnya dia. Akhirnya ia menegaskan di depan hakim agung, Tajuddin bin Al-A’azz. Setelah itu, Al-Mustanshir dilantik sebagai khalifah (1261-1262 M).
Yang pertama kali membaiatnya sebagai khalifah adalah Sultan Azh-Zhahir sendiri, disusul Hakim Tajuddin, lalu Syekh Al-Izz bin Abdus Salam dan disusul pejabat lain secara bergilir sesuai dengan kedudukan masing-masing. Pembaiatan itu berlangsung pada Rajab 660 H.
Dia diberi gelar sama dengan gelar saudaranya, yakni Al-Mustanshir Billah. Penduduk menyambut gembira pelantikannya sebagai khalifah. Setiap Jumat, dia keluar untuk melakukan shalat. Dia sendiri yang naik mimbar dan berkhutbah di tengah manusia dengan menyebutkan keutamaan Bani Abbas. Tidak lupa dia juga selalu mendoakan sultan dan kaum Muslimin secara keseluruhan. Setelah itu dia menjadi imam shalat Jumat.
Al-Mustanshir berencana mengangkat sultan dalam sebuah upacara yang resmi dan menuliskan pengangkatannya secara formal. Setelah itu didirikanlah perkemahan di kota Kairo. Pada Senin 4 Sya’ban, Al-Mustanshir Billah II dan sultan datang ke kemah itu. Hadir dalam kesempatan itu para pejabat tinggi, para hakim, dan menteri. Saat itulah khalifah mengenakan pakaian kebesaran untuk sultan dengan tangannya sendiri dan dia kalungkan tanda kehormatan baginya.
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tak seorang pun yang menjadi khalifah setelah anak saudaranya kecuali dia (Al-Mustanshir Billah II) dan Al-Muqtafi.”
Sedangkan penguasa di Halb (Aleppo), Syamsuddin Aqusy juga mendirikan khilafah dan bergelar Al-Hakim Biamrillah. Dia juga didoakan di mimbar-mimbar dan namanya ditulis pada uang dirham.
Khalifah Al-Mustanshir Billah II berhasil menaklukkan Al-Haditsah, lalu Hita. Saat itulah datang pasukan Tartar. Kedua pasukan itu pun segera terlibat dalam pertempuran sengit. Sebagian kaum Muslimin terbunuh dalam peperangan tersebut. Sedangkan Khalifah Al-Mustanshir sendiri dihukum pancung. Ada juga yang mengatakan dia selamat dalam peperangan itu dan melarikan diri. Penduduk negeri itu tidak memberitahukan ke mana khalifah melarikan diri.
Peristiwa ini terjadi pada 3 Muharram 661 H. Dengan demikian, ia menjabat sebagai khalifah hanya dalam jangka waktu kurang dari enam bulan. Setelah itu Al-Hakim Biamrillah menjadi khalifah yang sebelumnya telah dilantik pada masa hidupnya di Halb. sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/05/09/lkwiio-almustanshir-billah-ii-menyambung-kekosongan-khilafah Sejarah Para Khalifah: Al-Mustanshir Billah II, Menyambung Kekosongan Khilafah
Friday, November 19, 2010
tanda runtuhnya peradaan barat dan kemenangan Islam
Sejumlah ujian keimanan dan kesabaran kembali dialami umat Islam akhir-akhir ini, khususnya di sejumlah negara Barat seperti Inggris, Denmark, Swiss, Jerman, Prancis, Kanada, Belanda dan—tentu saja tak ketinggalan—Amerika Serikat. Selain pelecehan dan diskriminasi terhadap kaum Muslim oleh pemerintahan negara-negara Barat yang memang sudah lama berlangsung, paling tidak, ada tiga bentuk ujian lain yang akhir-akhir ini diterima umat Islam di sana.
1. Pelarangan cadar/hijab/burqa.
Di Prancis, pelarangan penggunaan cadar/hijab/burqa tinggal selangkah lagi. Prancis telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadikan penggunaan cadar (penutup wajah) di tempat umum sebagai sebuah bentuk pelanggaran, dengan ancaman denda sebesar 750 Euro, atau sekitar Rp 9 juta (Kantor Berita HT, 9/1/10).
Warga Muslimah Prancis yang bercadar banyak yang mengeluh atas tekanan pemerintah yang terus-menerus dilakukan kepada mereka. Mereka merasa keberadaan mereka sebagai warga negara tak diakui dan cenderung dilecehkan (Eramuslim, 15/7/09).
Sebelum Prancis, Jerman ‘lebih maju’ lagi. Tahun 2007, Pengadilan administratif Jerman mengesahkan larangan mengenakan jilbab di wilayah North Rhine-Westphalia. Sebelumnya, pengadilan yang sama juga memutuskan untuk mendukung larangan berjilbab. Dari 16 negara bagian di Jerman, delapan negara bagian menyatakan melarang jilbab (Eramuslim, 15/8/2007).
Pada tahun 2007 pula, Pemerintah Kanada mengajukan proposal undang-undang berisi larangan Muslimah mencoblos dalam bilik suara Pemilu jika mengenakan cadar/burqa (Eramuslim, 29/10/07).
Pemerintah Denmark baru-baru ini juga telah memutuskan membentuk sebuah komite untuk mengkaji fenomena cadar/burqa setelah adanya tuntutan dari kelompok konservatif di pemerintah Denmark yang mendesak adanya pelarangan penuh bagi Muslimah yang mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh di tempat umum (Eramuslim, 19/1/10).
Di Belanda, tahun 2008 lalu, Kementerian Pendidikan Belanda pun mengajukan usulan kepada Parlemen agar memberlakukan larangan total terhadap cadar/burqa, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pemerintah Belanda sendiri telah menyiapkan aturan berbusana di Negeri Kincir Angin itu dan akan melarang cadar di seluruh kantor kementeriannya (Eramuslim, 9/9/08).
2. Pelarangan menara masjid.
Lebih dari 57 persen pemilih Swiss beberapa waktu lalu (29/11) telah menyetujui adanya pelarangan pembangunan menara masjid. Swiss People’s Party (SVP), partai terbesar di Swiss, telah memaksa rakyat Swiss untuk melakukan referendum (pemungutan suara). Menjelang referendum, sebuah masjid di Jenewa untuk ketiga kalinya dirusak selama kampanye anti-menara masjid, seperti dilaporkan media setempat hari Sabtu lalu (Eramuslim, 13/11/09).
Seperti belum puas, Partai Rakyat Swiss (SVP) juga sedang menyiapkan kampanye-kampanye baru untuk membatasi ruang gerak kaum Muslim di negeri itu. Sejumlah tokoh SVP mengatakan bahwa mereka juga akan mendorong diberlakukannya larangan burqa, jilbab, sunat bagi perempuan dan melarang adanya dispensasi bagi Muslimah dalam pelajaran berenang.
Larangan pembangunan menara masjid di Swiss telah bergema di seluruh Eropa, dengan adanya seruan di Belanda, Belgia dan Italia untuk melakukan referendum yang sama untuk melarang simbol-simbol Islam. Di Belgia kelompok sayap kanan Vlaams Belang mengatakan akan menyerahkan keputusan kepada DPRD Flemish untuk melarang menara-menara di negeri itu. Di Italia Liga Utara yang anti-imigran juga menyerukan larangan yang sama (Eramuslim, 1/12/09).
3. Penggeledahan warga Muslim.
Setelah serangan bom bunuh diri di Yaman yang menewaskan sejumlah anggota badan intelijen Amerika Serikat (AS), AS kembali bersikap paranoid. Kini penumpang pesawat terbang yang berasal 14 negara yang diduga ’sumber teroris’ bakal diperiksa lebih ketat dari penumpang pesawat lainnya. Prosedur yang mulai berlaku efektif pada Senin (4/1) ini juga disebabkan oleh adanya percobaan peledakan pada Hari Raya Natal lalu. Saat itu seorang pria Nigeria bernama Abdulmutallab yang mengaku anggota kelompok Al-Qaeda berusaha meledakkan pesawat AS yang tengah menuju Detroit.
Dampaknya, penumpang yang berasal dari negara yang dianggap oleh AS sebagai ’sponsor terorisme’ seperti Iran, Sudan, Suriah, Afghanistan, Algeria, Irak, Libanon, Libia, Nigeria, Pakistan, Arab Saudi, Somalia dan Yaman bakal menjalani proses pemindaian yang ekstraketat. Hampir semua negara yang dicurigai itu merupakan negara Muslim. Para penumpang tersebut akan digeledah, tas mereka diperiksa dan tubuh mereka dipindai untuk mendeteksi adanya bahan yang mungkin dapat menjadi bahan peledak. (Media Indonesia, 4/1/2010).
Front Kedua Penasihat antiterorisme Obama, John Brennan, memperingatkan. “Saya bukan ingin mengatakan bahwa AS membuka front kedua. Ini adalah tindak lanjut dari upaya yang tengah berjalan sejak dimulainya pemerintahan Obama,” ujar Brennan (Koran Jakarta, 5/1/2010).
Bandara Heathrow di London, Inggris, juga memberlakukan pemeriksaan penumpang yang meliputi skrining seluruh badan sebelum penumpang naik ke atas pesawat. Selain AS dan Inggris, Belanda sudah lebih dulu menggunakan alat semacam “scanner” yang digunakan untuk memeriksa tubuh manusia bagi para penumpang dari Bandara Schipol, Amsterdam yang menuju AS (Eramuslim, 4/1/10).
Sinyal Kebangkrutan Peradaban Barat
Beberapa fakta di atas sesungguhnya menjelaskan beberapa hal. Pertama: sinyal kebangkrutan peradaban Barat. Barat menghadapi gelombang kebangkitan Islam—yang antara lain ditunjukkan dengan banyaknya warga Barat yang masuk Islam, menjamurnya pemakaian jilbab dan cadar, serta berdirinya banyak masjid—dengan amat kalap dan membabi-buta. Barat tidak sadar, bahwa dengan itu mereka sesungguhnya sedang menistakan peradaban mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan yang selama ini mereka agung-agungkan. Jelas, ini menjadi salah satu sinyal kebangkrutan peradaban mereka.
Kedua: Omong-kosong demokrasi, HAM dan kebebasan. Barat jelas-jelas mengingkari ajaran sekaligus prinsip hidup mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan. Buktinya, selain dalam kasus-kasus di atas, Barat sudah sering bertindak diskriminatif terhadap warga Muslim dengan terus berupaya menghambat kebebasan warga Muslim untuk mengekspresikan ajaran agamanya. Jelas pula, bahwa demokrasi, HAM dan kebebasan Barat hanyalah bualan belaka.
Ketiga: Sikap Barat di atas bukanlah sekadar pelarangan menara atau jilbab/burqa, tetapi bentuk nyata dari pertarungan peradaban (clash of civilization). Hal ini tampak nyata dari alasan-alasan yang dikemukan oleh pihak-pihak yang menolak menara masjid atau jilbab/burqa. Intinya, yang mereka tolak adalah ajaran Islam yang memang merupakan sebuah ideologi dengan sistem hukum yang didasarkan pada akidah Islam. Di Swiss, misalnya, pendukung pelarangan menara itu menyebut pembangunan menara akan mencerminkan pertumbuhan sebuah ideologi dan sistem hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi Barat.
Keempat: lebih dari sekadar pertarungan peradaban, permusuhan adalah sikap Barat yang sebenarnya terhadap Islam dan kaum Muslim. Bahkan permusuhan Barat terhadap Islam dan kaum Muslim sangatlah keras. Fakta pelarangan jilbab/burqa dan menara masjid serta penggeledahan warga Muslim hanyalah secuil buktinya. Selama ini sikap permusuhan yang jauh lebih keras dan biadab terhadap Islam dan kaum Muslim sesungguhnya telah mereka pamerkan kepada dunia dengan penuh kecongkakan. Pelecehan terhadap Baginda Nabi saw. dalam bentuk kartun di Denmark, pembuatan film ‘Fitna’ yang melecehkan jihad di Belanda, penistaan al-Quran di Penjara Guantanamo, dll adalah di antara bentuk permusuhan mereka yang tidak bisa dianggap kecil.
Lebih dari itu, Perang Melawan Terorisme (Wor on Terorrism) yang nyata-nyata ditujukan terhadap umat Islam di berbagai negara yang telah menewaskan jutaan Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan, adalah bukti lain tentang betapa kerasnya permusuhan Barat kafir tehadap Islam dan kaum Muslim. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:
«قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ»
Telah tampak kebencian dari lisan-lisan mereka (orang-orang kafir) dan apa yang tersembunyi di dalam dada mereka adalah lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).
Allah SWT juga berfirman:
«وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ»
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120).
Sikap Umat Islam
Memperhatikan seluruh fakta di atas, umat Islam sudah seharusnya menyadari sejumlah hal di antaranya: Pertama, Barat kafir penjajah sesungguhnya tidak akan pernah berhenti memusuhi Islam dan umatnya. Apa yang mereka serukan ke tengah-tengah kaum Muslim seperti demokrasi, HAM, kebebasan, dialog antarperadaban Barat-Islam dll hanyalah omong-kosong belaka. Pasalnya, semua yang mereka serukan itu terbukti bertentangan dengan sikap mereka yang sebenarnya, sebagaimana terungkap di atas. Semua itu hanyalah tipuan agar kaum Muslim mau menerima nilai dan ajaran mereka.
Kedua, Islam dan umatnya akan tetap mengalami pelecehan, penistaan bahkan ancaman kekerasan dan pembunuhan dari negara-negara Barat kafir penjajah atau negara-negara yang mereka dukung (seperti Israel)—sebagaimana terjadi di Irak, Afganistan dan Palestina—selama Islam dan umatnya tidak memiliki pelindung, yakni sebuah institusi negara yang mempersatukan mereka di seluruh dunia. Itulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Khilafahlah pemersatu dan pelindung umat dari segala ancaman, termasuk dari penjajahan Barat. Itulah yang diisyaratkan oleh Baginda Nabi saw. melalui sabdanya:
«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan zalim serta melindungi orang-orang Mukmin (HR al-Bukhari dan Muslim)
Khilafah juga akan membebaskan umat dari seluruh persoalan kehidupan mereka dengan menerapkan syariah Islam dalam segala aspeknya. Karena itu, selain kewajiban syariah, perjuangan penegakan Khilafah semakin relevan dan penting untuk membangkitkan umat menuju masa depan yang lebih baik.
Ketiga, semuanya ini merupakan tanda ambruknya peradaban Barat, dan kembalinya kemenangan Islam. Dengan izin Allah, itu tidak akan lama lagi. [AL-ISLAM 490]
1. Pelarangan cadar/hijab/burqa.
Di Prancis, pelarangan penggunaan cadar/hijab/burqa tinggal selangkah lagi. Prancis telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadikan penggunaan cadar (penutup wajah) di tempat umum sebagai sebuah bentuk pelanggaran, dengan ancaman denda sebesar 750 Euro, atau sekitar Rp 9 juta (Kantor Berita HT, 9/1/10).
Warga Muslimah Prancis yang bercadar banyak yang mengeluh atas tekanan pemerintah yang terus-menerus dilakukan kepada mereka. Mereka merasa keberadaan mereka sebagai warga negara tak diakui dan cenderung dilecehkan (Eramuslim, 15/7/09).
Sebelum Prancis, Jerman ‘lebih maju’ lagi. Tahun 2007, Pengadilan administratif Jerman mengesahkan larangan mengenakan jilbab di wilayah North Rhine-Westphalia. Sebelumnya, pengadilan yang sama juga memutuskan untuk mendukung larangan berjilbab. Dari 16 negara bagian di Jerman, delapan negara bagian menyatakan melarang jilbab (Eramuslim, 15/8/2007).
Pada tahun 2007 pula, Pemerintah Kanada mengajukan proposal undang-undang berisi larangan Muslimah mencoblos dalam bilik suara Pemilu jika mengenakan cadar/burqa (Eramuslim, 29/10/07).
Pemerintah Denmark baru-baru ini juga telah memutuskan membentuk sebuah komite untuk mengkaji fenomena cadar/burqa setelah adanya tuntutan dari kelompok konservatif di pemerintah Denmark yang mendesak adanya pelarangan penuh bagi Muslimah yang mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh di tempat umum (Eramuslim, 19/1/10).
Di Belanda, tahun 2008 lalu, Kementerian Pendidikan Belanda pun mengajukan usulan kepada Parlemen agar memberlakukan larangan total terhadap cadar/burqa, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pemerintah Belanda sendiri telah menyiapkan aturan berbusana di Negeri Kincir Angin itu dan akan melarang cadar di seluruh kantor kementeriannya (Eramuslim, 9/9/08).
2. Pelarangan menara masjid.
Lebih dari 57 persen pemilih Swiss beberapa waktu lalu (29/11) telah menyetujui adanya pelarangan pembangunan menara masjid. Swiss People’s Party (SVP), partai terbesar di Swiss, telah memaksa rakyat Swiss untuk melakukan referendum (pemungutan suara). Menjelang referendum, sebuah masjid di Jenewa untuk ketiga kalinya dirusak selama kampanye anti-menara masjid, seperti dilaporkan media setempat hari Sabtu lalu (Eramuslim, 13/11/09).
Seperti belum puas, Partai Rakyat Swiss (SVP) juga sedang menyiapkan kampanye-kampanye baru untuk membatasi ruang gerak kaum Muslim di negeri itu. Sejumlah tokoh SVP mengatakan bahwa mereka juga akan mendorong diberlakukannya larangan burqa, jilbab, sunat bagi perempuan dan melarang adanya dispensasi bagi Muslimah dalam pelajaran berenang.
Larangan pembangunan menara masjid di Swiss telah bergema di seluruh Eropa, dengan adanya seruan di Belanda, Belgia dan Italia untuk melakukan referendum yang sama untuk melarang simbol-simbol Islam. Di Belgia kelompok sayap kanan Vlaams Belang mengatakan akan menyerahkan keputusan kepada DPRD Flemish untuk melarang menara-menara di negeri itu. Di Italia Liga Utara yang anti-imigran juga menyerukan larangan yang sama (Eramuslim, 1/12/09).
3. Penggeledahan warga Muslim.
Setelah serangan bom bunuh diri di Yaman yang menewaskan sejumlah anggota badan intelijen Amerika Serikat (AS), AS kembali bersikap paranoid. Kini penumpang pesawat terbang yang berasal 14 negara yang diduga ’sumber teroris’ bakal diperiksa lebih ketat dari penumpang pesawat lainnya. Prosedur yang mulai berlaku efektif pada Senin (4/1) ini juga disebabkan oleh adanya percobaan peledakan pada Hari Raya Natal lalu. Saat itu seorang pria Nigeria bernama Abdulmutallab yang mengaku anggota kelompok Al-Qaeda berusaha meledakkan pesawat AS yang tengah menuju Detroit.
Dampaknya, penumpang yang berasal dari negara yang dianggap oleh AS sebagai ’sponsor terorisme’ seperti Iran, Sudan, Suriah, Afghanistan, Algeria, Irak, Libanon, Libia, Nigeria, Pakistan, Arab Saudi, Somalia dan Yaman bakal menjalani proses pemindaian yang ekstraketat. Hampir semua negara yang dicurigai itu merupakan negara Muslim. Para penumpang tersebut akan digeledah, tas mereka diperiksa dan tubuh mereka dipindai untuk mendeteksi adanya bahan yang mungkin dapat menjadi bahan peledak. (Media Indonesia, 4/1/2010).
Front Kedua Penasihat antiterorisme Obama, John Brennan, memperingatkan. “Saya bukan ingin mengatakan bahwa AS membuka front kedua. Ini adalah tindak lanjut dari upaya yang tengah berjalan sejak dimulainya pemerintahan Obama,” ujar Brennan (Koran Jakarta, 5/1/2010).
Bandara Heathrow di London, Inggris, juga memberlakukan pemeriksaan penumpang yang meliputi skrining seluruh badan sebelum penumpang naik ke atas pesawat. Selain AS dan Inggris, Belanda sudah lebih dulu menggunakan alat semacam “scanner” yang digunakan untuk memeriksa tubuh manusia bagi para penumpang dari Bandara Schipol, Amsterdam yang menuju AS (Eramuslim, 4/1/10).
Sinyal Kebangkrutan Peradaban Barat
Beberapa fakta di atas sesungguhnya menjelaskan beberapa hal. Pertama: sinyal kebangkrutan peradaban Barat. Barat menghadapi gelombang kebangkitan Islam—yang antara lain ditunjukkan dengan banyaknya warga Barat yang masuk Islam, menjamurnya pemakaian jilbab dan cadar, serta berdirinya banyak masjid—dengan amat kalap dan membabi-buta. Barat tidak sadar, bahwa dengan itu mereka sesungguhnya sedang menistakan peradaban mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan yang selama ini mereka agung-agungkan. Jelas, ini menjadi salah satu sinyal kebangkrutan peradaban mereka.
Kedua: Omong-kosong demokrasi, HAM dan kebebasan. Barat jelas-jelas mengingkari ajaran sekaligus prinsip hidup mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan. Buktinya, selain dalam kasus-kasus di atas, Barat sudah sering bertindak diskriminatif terhadap warga Muslim dengan terus berupaya menghambat kebebasan warga Muslim untuk mengekspresikan ajaran agamanya. Jelas pula, bahwa demokrasi, HAM dan kebebasan Barat hanyalah bualan belaka.
Ketiga: Sikap Barat di atas bukanlah sekadar pelarangan menara atau jilbab/burqa, tetapi bentuk nyata dari pertarungan peradaban (clash of civilization). Hal ini tampak nyata dari alasan-alasan yang dikemukan oleh pihak-pihak yang menolak menara masjid atau jilbab/burqa. Intinya, yang mereka tolak adalah ajaran Islam yang memang merupakan sebuah ideologi dengan sistem hukum yang didasarkan pada akidah Islam. Di Swiss, misalnya, pendukung pelarangan menara itu menyebut pembangunan menara akan mencerminkan pertumbuhan sebuah ideologi dan sistem hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi Barat.
Keempat: lebih dari sekadar pertarungan peradaban, permusuhan adalah sikap Barat yang sebenarnya terhadap Islam dan kaum Muslim. Bahkan permusuhan Barat terhadap Islam dan kaum Muslim sangatlah keras. Fakta pelarangan jilbab/burqa dan menara masjid serta penggeledahan warga Muslim hanyalah secuil buktinya. Selama ini sikap permusuhan yang jauh lebih keras dan biadab terhadap Islam dan kaum Muslim sesungguhnya telah mereka pamerkan kepada dunia dengan penuh kecongkakan. Pelecehan terhadap Baginda Nabi saw. dalam bentuk kartun di Denmark, pembuatan film ‘Fitna’ yang melecehkan jihad di Belanda, penistaan al-Quran di Penjara Guantanamo, dll adalah di antara bentuk permusuhan mereka yang tidak bisa dianggap kecil.
Lebih dari itu, Perang Melawan Terorisme (Wor on Terorrism) yang nyata-nyata ditujukan terhadap umat Islam di berbagai negara yang telah menewaskan jutaan Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan, adalah bukti lain tentang betapa kerasnya permusuhan Barat kafir tehadap Islam dan kaum Muslim. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:
«قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ»
Telah tampak kebencian dari lisan-lisan mereka (orang-orang kafir) dan apa yang tersembunyi di dalam dada mereka adalah lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).
Allah SWT juga berfirman:
«وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ»
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120).
Sikap Umat Islam
Memperhatikan seluruh fakta di atas, umat Islam sudah seharusnya menyadari sejumlah hal di antaranya: Pertama, Barat kafir penjajah sesungguhnya tidak akan pernah berhenti memusuhi Islam dan umatnya. Apa yang mereka serukan ke tengah-tengah kaum Muslim seperti demokrasi, HAM, kebebasan, dialog antarperadaban Barat-Islam dll hanyalah omong-kosong belaka. Pasalnya, semua yang mereka serukan itu terbukti bertentangan dengan sikap mereka yang sebenarnya, sebagaimana terungkap di atas. Semua itu hanyalah tipuan agar kaum Muslim mau menerima nilai dan ajaran mereka.
Kedua, Islam dan umatnya akan tetap mengalami pelecehan, penistaan bahkan ancaman kekerasan dan pembunuhan dari negara-negara Barat kafir penjajah atau negara-negara yang mereka dukung (seperti Israel)—sebagaimana terjadi di Irak, Afganistan dan Palestina—selama Islam dan umatnya tidak memiliki pelindung, yakni sebuah institusi negara yang mempersatukan mereka di seluruh dunia. Itulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Khilafahlah pemersatu dan pelindung umat dari segala ancaman, termasuk dari penjajahan Barat. Itulah yang diisyaratkan oleh Baginda Nabi saw. melalui sabdanya:
«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan zalim serta melindungi orang-orang Mukmin (HR al-Bukhari dan Muslim)
Khilafah juga akan membebaskan umat dari seluruh persoalan kehidupan mereka dengan menerapkan syariah Islam dalam segala aspeknya. Karena itu, selain kewajiban syariah, perjuangan penegakan Khilafah semakin relevan dan penting untuk membangkitkan umat menuju masa depan yang lebih baik.
Ketiga, semuanya ini merupakan tanda ambruknya peradaban Barat, dan kembalinya kemenangan Islam. Dengan izin Allah, itu tidak akan lama lagi. [AL-ISLAM 490]
Janji Kemenangan Islam, Kapan Terwujud?
Meskipun banyak problem yang dihadapi umat, banyak pakar merasa optimistis tentang masa depan Islam. Sayyid Quthb, tokoh pergerakan Islam, sangat yakin dan optimistis bahwa umat Islam akan meraih kebangkitan dan kemenangan pada masa mendatang. Ia menulis buku yang cukup terkenal dan berjudul al-Mustaqbal li Hadza al-Din (Masa Depan Milik Agama [Islam] Ini).
Seperti Sayyid Quthb; ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, juga memiliki optimistis yang sama. Hal ini dapat dibaca dalam dua bukunya, al-Islam Hadharat al-Ghadd (Islam Peradaban Masa Depan) dan al-Mubasysyirat bi Intishar al-Islam (Kabar Gembira tentang Kemenangan Islam).
Dalam buku yang terakhir ini, al-Qaradhawi menunjukkan fakta-fakta yang sangat kuat tentang janji kemenangan Islam, baik berdasar Alquran, sunah, fakta sejarah, dan hukum-hukum sejarah (sunnatullah). Dalam Alquran, begitu banyak janji kemenangan itu, antara lain, keunggulan Islam (QS Attaubah [9]: 32), kekuasaan secara politik (QS Annur [24]: 55), dan kemenangan bagi para pejuang Islam (QS Alhajj [22]: 40-41).
Dalam hadis, diterangkan bahwa pada suatu hari, umat Islam akan mengalahkan musuh-musuh mereka, terutama orang-orang Yahudi. Pada hari itu, orang-orang Yahudi akan lari terbirit-birit dan bersembunyi di balik pepohonan dan bebatuan, tetapi mereka tidak dapat melepaskan diri dari kejaran kaum Muslim (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam sejarah, umat Islam telah menunjukkan keperkasaannya mengalahkan semua kekuatan yang ada pada waktu itu, baik di timur maupun di barat. Umat Islam, kata al-Qaradhawi, keluar sebagai pemenang dalam perang melawan kaum murtad, perang melawan bangsa Tartar, perang melawan kaum salib, dan perang melawan penjajahan Barat (perang kemerdekaan).
Kemenangan itu memang diputar dan digilir oleh Allah SWT. Pada masa lalu, kemenangan di tangan Islam bergeser dan berpindah ke Barat. Sekarang, kita harus merebut kembali kemenangan itu. Tentu saja, direbut dengan perjuangan, kerja keras, kerja cerdas, serta izin dan pertolongan dari Allah SWT.
Tanda-tanda kemenangan itu dimulai dengan perkembangan Islam di negeri-negeri Barat, bangkitnya pemuda Islam dan pergerakan Islam, hingga makin gencarnya serangan dari musuh-musuh Islam terhadap para pejuang Islam lantaran mereka takut dan cemas dengan kebangkitan Islam.
Lalu, kapan janji kemenangan itu terjadi? Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,"Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Albaqarah [2]: 214). Wallahu a'lam. republika.co.id
Seperti Sayyid Quthb; ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, juga memiliki optimistis yang sama. Hal ini dapat dibaca dalam dua bukunya, al-Islam Hadharat al-Ghadd (Islam Peradaban Masa Depan) dan al-Mubasysyirat bi Intishar al-Islam (Kabar Gembira tentang Kemenangan Islam).
Dalam buku yang terakhir ini, al-Qaradhawi menunjukkan fakta-fakta yang sangat kuat tentang janji kemenangan Islam, baik berdasar Alquran, sunah, fakta sejarah, dan hukum-hukum sejarah (sunnatullah). Dalam Alquran, begitu banyak janji kemenangan itu, antara lain, keunggulan Islam (QS Attaubah [9]: 32), kekuasaan secara politik (QS Annur [24]: 55), dan kemenangan bagi para pejuang Islam (QS Alhajj [22]: 40-41).
Dalam hadis, diterangkan bahwa pada suatu hari, umat Islam akan mengalahkan musuh-musuh mereka, terutama orang-orang Yahudi. Pada hari itu, orang-orang Yahudi akan lari terbirit-birit dan bersembunyi di balik pepohonan dan bebatuan, tetapi mereka tidak dapat melepaskan diri dari kejaran kaum Muslim (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam sejarah, umat Islam telah menunjukkan keperkasaannya mengalahkan semua kekuatan yang ada pada waktu itu, baik di timur maupun di barat. Umat Islam, kata al-Qaradhawi, keluar sebagai pemenang dalam perang melawan kaum murtad, perang melawan bangsa Tartar, perang melawan kaum salib, dan perang melawan penjajahan Barat (perang kemerdekaan).
Kemenangan itu memang diputar dan digilir oleh Allah SWT. Pada masa lalu, kemenangan di tangan Islam bergeser dan berpindah ke Barat. Sekarang, kita harus merebut kembali kemenangan itu. Tentu saja, direbut dengan perjuangan, kerja keras, kerja cerdas, serta izin dan pertolongan dari Allah SWT.
Tanda-tanda kemenangan itu dimulai dengan perkembangan Islam di negeri-negeri Barat, bangkitnya pemuda Islam dan pergerakan Islam, hingga makin gencarnya serangan dari musuh-musuh Islam terhadap para pejuang Islam lantaran mereka takut dan cemas dengan kebangkitan Islam.
Lalu, kapan janji kemenangan itu terjadi? Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,"Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Albaqarah [2]: 214). Wallahu a'lam. republika.co.id
Wednesday, November 10, 2010
Bencana ini Peringatan Allah Agar Negara Kembali kepada Syariat Islam
BENCANA datang silih-berganti. Baru saja terjadi banjir di Wasior Papua karena luapan sungai, tsunami pun menerjang Mentawai. Belum kering air mata duka kita atas banjir bandang dan tsunami, datang lagi bencana tak kalah dahsyatnya dengan letusan Merapi. Sudah ratusan jiwa melayang akibat bencana yang datang bertubi-tubi di negeri ini.
Meski tengah prihatin dengan tuduhan terorisme yang dituduhpaksakan kepada dirinya, tapi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih bisa merasakan keprihatinan atas bencana yang susul-menyusul di negeri ini. Dari balik jeruji besi Mabes Polri, Jum’at (5/11/2010), ulama kharismatik dan istiqamah ini menyampaikan berbagai taushiyah kepada bangsa, melalui wartawan voa-islam.com.
Menurut amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini, berbagai bencana itu adalah salah satu peringatan dari Allah agar bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin dan pejabatnya segera bertaubat kembali kepada Islam.
“Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam,” jelasnya. “Ini termasuk firman Allah surat Al-A’raf 96: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
....Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam....
Karenanya, jika ingin menyudahi berbagai bencana, Ustadz Abu mengimbau agar bangsa Indonesia melakukan taubat nasional dengan kembali kepada syariat Islam.
“Pokoknya satu-satunya jalan mengatasi masalah itu harus kembali kepada Islam, tidak ada jalan lagi, merombak negara ini menjadi Negara Islam titik! Kalau tidak mau, maka akan tetap ada bencana,” tegasnya.
Menurut catatan pendiri Pesantren Al-Mu’min di Ngruki Sukoharjo ini, semua kerusakan di negeri ini tak lepas dari kesalahan umat Islam sendiri, yang mendustakan hukum Allah SWT dalam bernegara.
“Indonesia ini sejak merdeka termasuk yang mendustakan Allah, tidak mau memakai hukum Allah untuk mengatur negara. Jadi salahnya umat Islam sendiri ikut-ikut mendustakan. Bukan dengan mulut tetapi dengan perbuatan,” urainya. “Solusinya cuma satu, kembali kepada Islam. Negara ini harus diatur dengan sistem Islam.”
Ustadz Abu menyayangkan, karena dakwah penerapan syariat Islam di dalam negara kerap dianggap sebagai gerakan politik. Padahal, menurutnya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan akidah.
“Maka kita harus berani mengingatkan kepada masyarakat Islam tentang Negara Islam. Tapi ingat, Negara Islam ini bukan masalah politik, karena selama ini perjuangan menegakkan Negara Islam ini disebut sebagai perjuangan politik. Tidak! Ini tuntutan akidah. Siapa yang menolak Negara Islam bisa batal syahadatnya, karena tidak mungkin mengamalkan tauhid itu tanpa negara, tanpa kekuasaan, omong kosong itu,” tandasnya.
....perjuangan menegakkan Negara Islam ini bukanperjuangan politik, tapi tuntutan akidah...
“Jadi satu-satunya solusi Umat Islam harus bertaubat kembali mengatur negara ini dengan syariat Islam,” tambahnya.
Untuk menangkal musibah yang lebih besar lagi, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Dakwah Universitas Al-Irsyad Solo ini menekankan taubat nasional mulai dari rakyat hingga pemimpinnya. Taubat yang harus ditempuh adalah banyak istigfar dan penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam bernegara.
“Rakyat Indonesia ini harus bertaubat dari mulai rakyatnya sampai pemimpinnya yang mengaku beragama Islam,” imbaunya. “Nah, cara bertaubatnya bagaimana? Di samping banyak beristigfar, mengganti sistem Negara ini dengan sistem Islam. Ini persoalan akidah, bukan persoalan politik,” pungkasnya. voaislam.com
Meski tengah prihatin dengan tuduhan terorisme yang dituduhpaksakan kepada dirinya, tapi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih bisa merasakan keprihatinan atas bencana yang susul-menyusul di negeri ini. Dari balik jeruji besi Mabes Polri, Jum’at (5/11/2010), ulama kharismatik dan istiqamah ini menyampaikan berbagai taushiyah kepada bangsa, melalui wartawan voa-islam.com.
Menurut amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini, berbagai bencana itu adalah salah satu peringatan dari Allah agar bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin dan pejabatnya segera bertaubat kembali kepada Islam.
“Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam,” jelasnya. “Ini termasuk firman Allah surat Al-A’raf 96: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
....Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam....
Karenanya, jika ingin menyudahi berbagai bencana, Ustadz Abu mengimbau agar bangsa Indonesia melakukan taubat nasional dengan kembali kepada syariat Islam.
“Pokoknya satu-satunya jalan mengatasi masalah itu harus kembali kepada Islam, tidak ada jalan lagi, merombak negara ini menjadi Negara Islam titik! Kalau tidak mau, maka akan tetap ada bencana,” tegasnya.
Menurut catatan pendiri Pesantren Al-Mu’min di Ngruki Sukoharjo ini, semua kerusakan di negeri ini tak lepas dari kesalahan umat Islam sendiri, yang mendustakan hukum Allah SWT dalam bernegara.
“Indonesia ini sejak merdeka termasuk yang mendustakan Allah, tidak mau memakai hukum Allah untuk mengatur negara. Jadi salahnya umat Islam sendiri ikut-ikut mendustakan. Bukan dengan mulut tetapi dengan perbuatan,” urainya. “Solusinya cuma satu, kembali kepada Islam. Negara ini harus diatur dengan sistem Islam.”
Ustadz Abu menyayangkan, karena dakwah penerapan syariat Islam di dalam negara kerap dianggap sebagai gerakan politik. Padahal, menurutnya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan akidah.
“Maka kita harus berani mengingatkan kepada masyarakat Islam tentang Negara Islam. Tapi ingat, Negara Islam ini bukan masalah politik, karena selama ini perjuangan menegakkan Negara Islam ini disebut sebagai perjuangan politik. Tidak! Ini tuntutan akidah. Siapa yang menolak Negara Islam bisa batal syahadatnya, karena tidak mungkin mengamalkan tauhid itu tanpa negara, tanpa kekuasaan, omong kosong itu,” tandasnya.
....perjuangan menegakkan Negara Islam ini bukanperjuangan politik, tapi tuntutan akidah...
“Jadi satu-satunya solusi Umat Islam harus bertaubat kembali mengatur negara ini dengan syariat Islam,” tambahnya.
Untuk menangkal musibah yang lebih besar lagi, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Dakwah Universitas Al-Irsyad Solo ini menekankan taubat nasional mulai dari rakyat hingga pemimpinnya. Taubat yang harus ditempuh adalah banyak istigfar dan penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam bernegara.
“Rakyat Indonesia ini harus bertaubat dari mulai rakyatnya sampai pemimpinnya yang mengaku beragama Islam,” imbaunya. “Nah, cara bertaubatnya bagaimana? Di samping banyak beristigfar, mengganti sistem Negara ini dengan sistem Islam. Ini persoalan akidah, bukan persoalan politik,” pungkasnya. voaislam.com
Bencana ini Peringatan Allah Agar Negara Kembali kepada Syariat Islam
BENCANA datang silih-berganti. Baru saja terjadi banjir di Wasior Papua karena luapan sungai, tsunami pun menerjang Mentawai. Belum kering air mata duka kita atas banjir bandang dan tsunami, datang lagi bencana tak kalah dahsyatnya dengan letusan Merapi. Sudah ratusan jiwa melayang akibat bencana yang datang bertubi-tubi di negeri ini.
Meski tengah prihatin dengan tuduhan terorisme yang dituduhpaksakan kepada dirinya, tapi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih bisa merasakan keprihatinan atas bencana yang susul-menyusul di negeri ini. Dari balik jeruji besi Mabes Polri, Jum’at (5/11/2010), ulama kharismatik dan istiqamah ini menyampaikan berbagai taushiyah kepada bangsa, melalui wartawan voa-islam.com.
Menurut amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini, berbagai bencana itu adalah salah satu peringatan dari Allah agar bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin dan pejabatnya segera bertaubat kembali kepada Islam.
“Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam,” jelasnya. “Ini termasuk firman Allah surat Al-A’raf 96: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
....Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam....
Karenanya, jika ingin menyudahi berbagai bencana, Ustadz Abu mengimbau agar bangsa Indonesia melakukan taubat nasional dengan kembali kepada syariat Islam.
“Pokoknya satu-satunya jalan mengatasi masalah itu harus kembali kepada Islam, tidak ada jalan lagi, merombak negara ini menjadi Negara Islam titik! Kalau tidak mau, maka akan tetap ada bencana,” tegasnya.
Menurut catatan pendiri Pesantren Al-Mu’min di Ngruki Sukoharjo ini, semua kerusakan di negeri ini tak lepas dari kesalahan umat Islam sendiri, yang mendustakan hukum Allah SWT dalam bernegara.
“Indonesia ini sejak merdeka termasuk yang mendustakan Allah, tidak mau memakai hukum Allah untuk mengatur negara. Jadi salahnya umat Islam sendiri ikut-ikut mendustakan. Bukan dengan mulut tetapi dengan perbuatan,” urainya. “Solusinya cuma satu, kembali kepada Islam. Negara ini harus diatur dengan sistem Islam.”
Ustadz Abu menyayangkan, karena dakwah penerapan syariat Islam di dalam negara kerap dianggap sebagai gerakan politik. Padahal, menurutnya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan akidah.
“Maka kita harus berani mengingatkan kepada masyarakat Islam tentang Negara Islam. Tapi ingat, Negara Islam ini bukan masalah politik, karena selama ini perjuangan menegakkan Negara Islam ini disebut sebagai perjuangan politik. Tidak! Ini tuntutan akidah. Siapa yang menolak Negara Islam bisa batal syahadatnya, karena tidak mungkin mengamalkan tauhid itu tanpa negara, tanpa kekuasaan, omong kosong itu,” tandasnya.
....perjuangan menegakkan Negara Islam ini bukanperjuangan politik, tapi tuntutan akidah...
“Jadi satu-satunya solusi Umat Islam harus bertaubat kembali mengatur negara ini dengan syariat Islam,” tambahnya.
Untuk menangkal musibah yang lebih besar lagi, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Dakwah Universitas Al-Irsyad Solo ini menekankan taubat nasional mulai dari rakyat hingga pemimpinnya. Taubat yang harus ditempuh adalah banyak istigfar dan penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam bernegara.
“Rakyat Indonesia ini harus bertaubat dari mulai rakyatnya sampai pemimpinnya yang mengaku beragama Islam,” imbaunya. “Nah, cara bertaubatnya bagaimana? Di samping banyak beristigfar, mengganti sistem Negara ini dengan sistem Islam. Ini persoalan akidah, bukan persoalan politik,” pungkasnya.
Meski tengah prihatin dengan tuduhan terorisme yang dituduhpaksakan kepada dirinya, tapi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir masih bisa merasakan keprihatinan atas bencana yang susul-menyusul di negeri ini. Dari balik jeruji besi Mabes Polri, Jum’at (5/11/2010), ulama kharismatik dan istiqamah ini menyampaikan berbagai taushiyah kepada bangsa, melalui wartawan voa-islam.com.
Menurut amir Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) ini, berbagai bencana itu adalah salah satu peringatan dari Allah agar bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin dan pejabatnya segera bertaubat kembali kepada Islam.
“Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam,” jelasnya. “Ini termasuk firman Allah surat Al-A’raf 96: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
....Ini peringatan dari Allah, bencana akan semakin besar kalau pemimpin-pemimpin Negara ini tidak mau kembali kepada Islam....
Karenanya, jika ingin menyudahi berbagai bencana, Ustadz Abu mengimbau agar bangsa Indonesia melakukan taubat nasional dengan kembali kepada syariat Islam.
“Pokoknya satu-satunya jalan mengatasi masalah itu harus kembali kepada Islam, tidak ada jalan lagi, merombak negara ini menjadi Negara Islam titik! Kalau tidak mau, maka akan tetap ada bencana,” tegasnya.
Menurut catatan pendiri Pesantren Al-Mu’min di Ngruki Sukoharjo ini, semua kerusakan di negeri ini tak lepas dari kesalahan umat Islam sendiri, yang mendustakan hukum Allah SWT dalam bernegara.
“Indonesia ini sejak merdeka termasuk yang mendustakan Allah, tidak mau memakai hukum Allah untuk mengatur negara. Jadi salahnya umat Islam sendiri ikut-ikut mendustakan. Bukan dengan mulut tetapi dengan perbuatan,” urainya. “Solusinya cuma satu, kembali kepada Islam. Negara ini harus diatur dengan sistem Islam.”
Ustadz Abu menyayangkan, karena dakwah penerapan syariat Islam di dalam negara kerap dianggap sebagai gerakan politik. Padahal, menurutnya, penerapan syariat Islam adalah tuntutan akidah.
“Maka kita harus berani mengingatkan kepada masyarakat Islam tentang Negara Islam. Tapi ingat, Negara Islam ini bukan masalah politik, karena selama ini perjuangan menegakkan Negara Islam ini disebut sebagai perjuangan politik. Tidak! Ini tuntutan akidah. Siapa yang menolak Negara Islam bisa batal syahadatnya, karena tidak mungkin mengamalkan tauhid itu tanpa negara, tanpa kekuasaan, omong kosong itu,” tandasnya.
....perjuangan menegakkan Negara Islam ini bukanperjuangan politik, tapi tuntutan akidah...
“Jadi satu-satunya solusi Umat Islam harus bertaubat kembali mengatur negara ini dengan syariat Islam,” tambahnya.
Untuk menangkal musibah yang lebih besar lagi, alumnus Pesantren Gontor Ponorogo dan Dakwah Universitas Al-Irsyad Solo ini menekankan taubat nasional mulai dari rakyat hingga pemimpinnya. Taubat yang harus ditempuh adalah banyak istigfar dan penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam bernegara.
“Rakyat Indonesia ini harus bertaubat dari mulai rakyatnya sampai pemimpinnya yang mengaku beragama Islam,” imbaunya. “Nah, cara bertaubatnya bagaimana? Di samping banyak beristigfar, mengganti sistem Negara ini dengan sistem Islam. Ini persoalan akidah, bukan persoalan politik,” pungkasnya.
Friday, November 5, 2010
Kejahatan Amerika Di Balik Topeng Retorika Manis Obama
Barack H. Obama presiden AS hendak hadir. Dengan slogan The Change We Need dan Yes We Can, peraih nilai magna cum laude dari Sekolah Hukum Harvard ini mampu menyihir masyarakat AS dan juga dunia. Sejak ia menjadi senator partai Demorat dari Illionis, selama ajang konvensi partai Demokrat, selama kampanye presiden dan setelah menjadi presiden, dari satu podium ke podium lainnya, dari satu mikrophone ke mikrophone lainnya, Obama terus menebar janji-janji perubahan dan perbaikan bukan hanya bagi masyarakat AS tapi juga bagi dunia.
Masyarakat AS dan juga dunia pun menaruh harapan besar kepada Obama, pun masyarakat di dunia Islam. Dunia di landa dengan penyakit ”Obamaphoria”, bagi sebagian masyarakat yang melek politik fenomena ini tidak lebih dari apa yang di sebut sebagai ”wahm” alias ilusi.
Sejak itu masyarakat dunia dibuai ilusi akan terjadi perubahan signifikan di dunia karena perubahan yang terjadi di AS baik dalam kebijakan dalam negerinya dan terlebih plan kebijakan-kebijakan luar negerinya yang mengesankan sangat bersahabat dan tidak tampil sebagai polisi dunia yang memaksa peta tata dunia ”unipolar” dimana AS menjadi episentrumnya. Pasalnya, sebagai negara adidaya kebijakan AS sangat mempengaruhi kondisi dunia.
Namun perubahan seperti apakah sebenarnya yang ditawarkan oleh AS di bawah Obama? Dalam pidato di Senat Amerika, Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri AS yang baru mengatakan, “Kita harus menggunakan apa yang disebut smart power, suatu perangkat yang lengkap yang dilakukan dengan kekuasaan yang kita miliki. Dengan smart power, diplomasi akan menjadi garda depan politik luar negeri kita.”
Hillary pun seperti yang dilansir oleh New York Times menggambarkan smart power itu : “Ini artinya penggunaan semua perangkat yang bisa mempengaruhi diplomatik, ekonomi, militer, hukum, politik dan budaya untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan.”
Obama dan pemerintahannya menganggap kepemimpinan Bush dengan hard powernya telah gagal. Karenanya smart power menjadi cara baru bagi Obama untuk memperbaiki rusaknya reputasi mereka di mata dunia, khususnya di dunia Islam. Karena sebagaimana yang ditegaskan Obama sendiri bahwa tugas dia adalah memperbaiki citra AS di mata dunia khususnya dunia Islam. Karena itu, Pemerintah AS kini berupaya mengefektifkan kebijakan luar negeri dengan taktik baru tersebut.
Namun, jika menengok track record presiden-presiden AS, baik yang berasal dari Partai Republik atau Demokrat, AS di bawah Obama tidak akan berubah secara signifikan. Hal itu telah tercermin dalam pidato Obama di Council on Foreign Relation, Chicago 12 Juli 2004, kira-kira 3,5 tahun sebelum Obama menjadi presiden AS ke-44. Obama yang ketika itu menjadi senator dari Illionis mengatakan: “Di setiap wilayah di muka bumi ini, kebijakan luar negeri kita harus mendukung idealisme tradisional AS: demokrasi dan hak-hak asasi manusia, perdagangan bebas, adil, serta pertukaran budaya; juga pendirian berbagai lembaga yang menjamin pemerataan kesejahteraan di dalam ekonomi pasar.”
Selanjutnya Obama mengungkapkan, “Kesamaan kepentingan di dunia akan memulihkan pengaruh kita serta merebut hati dan pikiran demi mengalahkan terorisme dan menyebarkan nilai-nilai AS ke seluruh dunia.” (Lisa Rogak, Obama in His Own Words).
Maka sedari awal dari berbagai ungkapan Obama sebenarnya sangat jelas bahwa, arah kebijakan Pemerintah AS tidak akan berubah. “Presiden boleh datang dan pergi, kebijakan mungkin berubah, tetapi tidak akan ada perubahan yang benar-benar nyata (real change),” kata Taji Mustafa, perwakilan media Hizbut Tahrir Inggris seperti dikutip Khilafah.Com.
Perubahan yang akan terjadi hanyalah soal gaya dan cara pendekatan. Sedang substansinya adalah sama, yaitu kebijakan AS tetap ditujukan untuk menyebarkan nilai-nilai tradisional AS yaitu ideologi kapitalisme dan ide-idenya, untuk merealisasi kepentingan-kepentingan AS yang mengusung ideologi kapitalisme dan untuk menjaga dominasi AS atas dunia. Sebagai negara pengusung kapitalisme metode AS tetap berupa penjajahan dalam berbagai bentuknya. Dengan demikian kebijakan-kebijakan AS tetap saja bertujuan untuk mendekte dan mengontrol negara-negara lain serta mengeksploitasi sumber dayanya demi kepentingan dan kemakmuran AS khususnya para kapitalisnya.
Maka satu tahun lebih sejak Obama dilantik menjadi presiden AS ke-44 pada tanggal 20 Januari 2009, tidak terlihat adanya perubahan signifikan dari kebijakan luar negeri pemerintahan Obama khususnya terhadap dunia islam. Masyarakat AS sendiri masih merasakan menu retorika Obama yang kembali mengulang janji mimpi-mimpinya di banding solusi-solusi riil yang bisa secepatnya memulihkan kondisi ekonomi yang carut-marut, karena kebijakan-kebijakan strategisnya belum memberikan efek berarti untuk mengurangi pengangguran dan meringankan beban hidup masyarakat AS.
Sebagian Janji Obama Atas Dunia Islam
Demikian juga Selama kampanye dan setelah menjabat presiden AS, Obama banyak menebar janji terhadap dunia Islam. Obama menyatakan bahwa AS akan mengembangkan hubungan dengan dunia Islam dalam bentuk hubungan yang hangat, saling memahami dan atas dasar kepentingan yang sama. Ia juga mengatakan bahwa AS akan menghormati negara-negara Islam.
Sekaligus ia berjanji akan segera menyelesaikan masalah Irak. Obama mengatakan: “Amerika menghormati negara-negara Islam. Karenanya, kita segera menyelesaikan masalah Irak. Amerika adalah teman semua negara.” (pidato kenegaraan pertama Obama, 20 Januari 2009).
Saat berkunjung ke Turki Obama menyampaikan pidato dihadapan parlemen Turki. Dalam kesempatan itu Obama tak lupa menebar janji-janji dengan retorika manisnya.
Obama menyatakan bahwa hubungan antara Barat dan Islam mengalami hambatan dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun ia mengakui Islam telah memberikan kontribusi yang besar pada dunia sejak berabad-abad yang lalu. Obama juga menegaskan bahwa AS tidak dan tidak akan pernah memerangi Islam.
“Saya katakan sejelas-jelasnya, Amerika Serikat tidak dan tidak akan pernah memerangi Islam. Saya tahu, hubungan AS dan Turki belakangan ini mengalami ketegangan, dan saya tahu ketegangan itu terjadi hampir di semua tempat dimana agama Islam dianut,” kata Obama.
Dalam pidatonya, Obama juga mengatakan bahwa hubungan antara AS dan dunia Islam tidak bisa didefinisikan semata-mata karena sikap AS dalam menentang terorisme dan al-Qaida. “Hubungan kerjasama kami dengan dunia Islam tidak hanya sebaatas pada sikap kritis kita terhadap ideologi-ideologi yang menganut prinsip kekerasan yang tidak diterima oleh penganut agama manapun, tapi juga dalam upaya memperkuat kesempatan bagi seluruh rakyat kita,” tukas Obama seraya menjajikan program-program khusus untuk meningkatkan kesehatan dan pendidikan di dunia Islam.
“Kami akan menunjukkannya lewat komitmen kami untuk masa depan yang lebih baik. Kami akan memfokuskan pada apa yang bisa kami lakukan untuk menjalin kerjasama dengan seluruh dunia Islam, guna mewujudkan harapan dan impian kita,” janji Obama.
Janji-janji manis kembali ia sampaikan saat berpidato di Universitas Kairo pada tanggal 4 Juni 2009 atau enam bulan setelah dilantik, di hadapan hadapan akademisi, mahasiswa dan berbagai kalangan di negeri Piramida itu dan sejatinya ditujukan kepada dunia Islam. Ia mengatakan, “Saya datang ke Kairo untuk mengupayakan satu permulaan baru bagi perdamaian Timur Tengah dan menjembatani antara Amerika dan umat Islam di seluruh dunia”.
Terkait kamp tahanan militer AS di teluk Guantanamo Kuba, Obama berjanji akan menutupnya. Kamp yang dibuka sejak tahun 2002 yang dijadikan tempat penahanan orang-orang yang dituduh sebagai teroris tanpa pembuktian dan mereka mengalami berbagai bentuk penyiksaan. Pada 22 Januari 2009, atau dua hari setelah resmi menjabat presiden ke-44, Obama mengeluarkan dekrit yang isinya memerintahkan penutupan kamp Guantanamo dalam setahun kepemimpinannya.
Janji lain Obama adalah terkait dengan Irak. Dalam pidato kenegaraan saat pelantikannya, Obama berjanji akan segera menyelesaikan masalah Irak. Obama berjanji akan menarik seluruh pasukan AS dari Irak dalam jangka waktu 16 bulan pemerintahannya.
Kemudian terkait dengan penyelesaian masalah Israel-Palestina, Obama tak lupa juga menebar janji manisnya. Obama mengungkapkan janjinya dalam bentuk ungkapan-ungkapan indah tentang perdamaian dan hidup berdampingan antara dua negara. Di depan sidang Majelis Umum PBB itu Obama hanya mengumbar janji untuk mewujudkan negara Palestina berdaulat. “Saya orang yang sangat percaya dengan solusi dua negara kendati masih ada perbedaan-perbedaan,” katanya.
Kejahatan Amerika Dibawah Obama Terhadap Dunia Islam
Janji-janji Obama terhadap dunia islam memang terdengar manis. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan pemerintahan AS terhadap dunia Islam dan kaum muslim.
Kejahatan Ekonomi Amerika
Obama dan pemerintahannya akan tetap berpegang pada National Security Strategy of USA, September 2002 sebagai manifesto ekonomi politik, politik luar negeri dan militer AS. Dalam hal ini kebijakan AS dalam bidang ekonomi tetaplah ditujukan untuk mengamankan kepentingan nasional AS. Yaitu untuk menjamin penguasaan atas minyak dan gas, mengamankan investasi AS di negara-negara dunia ketiga termasuk dunia Islam untuk mengeruk kekayaan alamnya, bahan baku dan mengeksploitasi tenaga kerja murahnya demi kemakmuran AS dan menciptakan pasar bagi produk-produk perusahaan Barat.
Dalam memastikan penguasaan atas minyak dan gas, AS di bawah Obama tidak akan segan menggunakan kekuatan militer (hard power) jika diperlukan. Dipertahankannya perang di Afganistan, keberadaan militer AS di Irak, perluasan perang ke Pakistan dan dipeliharanya perang di Nigeria adalah bukti dan indikasinya.
Dan tidak menutup kemungkinan AS akan membuka lahan-lahan perang baru di berbagai belahan dan wilayah dunia Islam, baik secara langsung melakukan ekspansi militer atau menjadi pemain belakang mendukung separatis dan konflik-konflik dengan berbagai motif, contoh kasus konflik di Darfur Sudan.
Demi menjamin kepentingan ekonomi itu AS akan tetap melakukan berbagai intervensi terutama ke negara-neagra berkembang. Untuk memuluskannya Pemerintah AS akan tetap menggunakan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Lihat saja bagaimana pertemuan G20 di Washington yang menegaskan tetap memegang komitmen mekanisme pasar. Begitu juga pertemuan APECs di Lima-Peru yang konsisten melanjutkan liberalisasi pasar.
Melalui konsep neo-liberalis, Pemerintah AS berupaya menjajah negara-negara berkembang dengan gaya baru. Lembaga keuangan multilateral IMF dan Bank Dunia terus mendorong transaksi utang luar negeri kepada negara-negara berkembang. Cara itu untuk melanggengkan kepentingan AS dalam menguasai perekonomian nasional negara yang memiliki potensi strategis dalam berbagai aspek.
Melalui IMF dan Bank Dunia serta hubungan biletaral, AS tetap saja berupaya mengontrol (memaksa) negara berkembang termasuk negeri Islam, untuk mengadopsi konsep ekonomi liberal yang tercermin dalam lima kebijakan: Pertama, mendorong kebebasan pasar; Kedua: memangkas pengeluaran publik untuk pelayanan sosial; misalnya subsidi untuk sektor pendidikan, kesehatan, ‘jaring pengaman’ masyarakat miskin; bahkan pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, air bersih. Ketiga: paket kebijakan deregulasi dengan jalan mengurangi peraturan-peraturan pemerintah yang dianggap mendistorsi pasar dan bisa mengurangi keuntungan pengusaha; membuat kebijakan yang meliberalisasi seluruh kegiatan ekonomi, termasuk penghapusan segala jenis proteksi; membuat aturan yang memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas dan longgar. Keempat: privatisasi. Kelima: menghapus konsep barang-barang publik dan menggantinya dengan “tanggung jawab individual”.
Semua itu menyebabkan kemiskinan, kesenjangan kaya dengan miskin makin lebar, harga-harga melambung, tidak ada lagi subsidi dan pelayanan atas kebutuhan masyarakat banyak, mengalirnya kekayaan ke negara maju terutama AS dan keterjajahan negara berkembang secara ekonomi. Kemiskinan yang mendera akhirnya memicu munculnya banyak problem sosial: kekurangan gizi anak-anak, makin banyaknya anak-anak terlantar, meningkatnya angka kejahatan, meningkatnya perceraian dan kerusakan keluarga akibat makin tingginya himpitan hidup, dsb.
Maka munculnya semua fenomena itu secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kebijakan AS yang menontrol kebijakan ekonomi negara-negara berkembang termasuk dunia Islam. Maka semua itu sejatinya masuk dalam daftar kejahatan AS meski secara tidak langsung dan tidak disadari oleh banyak orang.
Kejahatan Politik AS Dibawah Obama
Janji pemerintahan Obama untuk lebih mengedepankan smart power seakan menjanjikan terciptanya suasana kehidupan dunia yang lebih tenteram. Namun nyatanya hal itu tidak terjadi. Dalam kebijakan politik luar negerinya terhadap dunia Islam, AS tetap saja menggunakan kerangka perang melawan terorisme. Segala bentuk perlawanan penduduk negeri Islam atas penjajahan di stempel dengan tindakan terorisme.
Setiap negara yang memiliki potensi menghambat hegemoni AS maka dimasukkan daftar negara penyokong terorisme. War on terrorism menjadi uslub yang terbukti banyak menguntungkan AS untuk menawarkan ideologi kapitalisnya di dunia Islam tanpa hambatan, dengan mengeksekusi setiap sikap perlawanan dari kelompok muslim melalui penguasa-penguasa komparadornya. Segala kebijakan yang berkaitan dengan agenda war on terror pun akan tetap dipertahankan dan ke depan akan muncul kebijakan-kebijakan baru dengan nafas yang sama.
Karena itu berkaitan dengan kamp tahanan Guantanamo meski Obama sudah mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penutupannya dalam waktu 12 bulan, nyatanya hingga kini kamp tahanan itu belum juga. Disana masih terdaat 198 tahanan termasuk belasan tahanan yang siap dibebaskan.
Obama sendiri untuk pertama kalinya mengakui bahwa pemerintahannya telah melanggar janji terkait penutupan penjara Guantanamo. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh channel NBC Amerika di ibukota Cina, Beijing, saat lawatan ke negara-negara Asia, Obama menyatakan, “Guantanamo. Sungguh kami telah melanggar janji.”
Lagi-lagi belum ditutupnya kamp tahanan tersebut dikaitkan dengan isu war on terror, khususnya setelah klaim AS akan adanya upaya peledakan pesawat Northwest oleh al-Qaeda setelah ditangkapnya Abdul mutallab pada Natal tahun lalu, seorang warga Nigeria berusia 23 tahun, seorang mahasiswa teknik, putera seorang bankir di Nigeria, di bandara Detroit.
Bahkan sepuluh hari setelah penangkapan itu, Dinas Keamanan Transportasi (TSA) AS menyatakan semua penumpang yang terbang menuju AS dari luar negeri akan diperiksa secara acak. Terutama yang berasal dari 14 negara yang 13 diantaranya dalah negara muslim.
“Semua orang yang terbang ke AS dari mana pun di dunia, dari atau melalui negara-negara yang menjadi sponsor terorisme, harus melalui pemeriksaan yang lebih ketat,” bunyi pernyataan TSA.
Kuba. Iran, Sudan, dan Suriah adalah empat negara yang masuk daftar hitam AS sebagai negara pendukung terorisme. Di luar itu, penumpang dari Afghanistan, Libia, Nigeria. Pakistan, Somalia, Aljazair, Irak, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman, juga akan dikenai pemeriksaan dengan ketat.
Semua penumpang dari negara-negara yang disebutkan akan diperiksa ekstra teliti. termasuk penggeledahan seluruh tubuh dari atas ke bawah, pemeriksaan dengan layar canggih, dan penggeledahan barang bawaan. TSA mengatakan peraturan baru diberlakukan di seluruh dunia bekerja sama dengan departemen dan penegak hukum dari dalam dan luar negeri.
Jelas bahwa kebijakan itu mencerminkan bahwa pemerintahan AS di bawab Obama belum berubah dan masih tetap memandang negeri Islam dan kaum muslim sebagai teroris.
Dalam kasus Israel-Palestina, sikap pemerintahan Obama tidak berbeda dengan pemerintahan Amerika sebelumnya.
Invasi (pembantaian) Gaza oleh Israel yang terjadi dari tanggal 28 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009, yang berakhir dua hari sebelum pelantikan Obama, tragedi kemanusiaan itu sama sekali tidak disinggung dalam pidato kemenangannya. Saat invasi biadab Israel di Gaza itu, sikap Obama justru sangat kentara mendukung penuh negeri Zionis dengan dalih mempertahankan diri.Padahal tragedi itu lebih merupakan pembantaian penduduk Gaza oleh zionis Israel.
Padahal invasi itu telah menyebabkan sebanyak 1.400 orang lebih tewas dimana ratusan diantaranya dalah anak-anak, wanita dan orang tua; 5.000 orang terluka, termasuk 1.000 yang cacat seumur hidup, disamping kehancuran dahsyat akibat berbagai jenis senjata paling mutakhir negeri Zionis.
Bukan hanya itu, bahkan Goldstone Report, yang benar-benar membuktikan Israel melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban-korban yang tak bersalah, ditolak oleh pemerintah Amerika dan dicegah untuk diajukan ke Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Internasional.
Sikap AS di bawah Obama itu menunjukkan memang AS tidak memiliki niat untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina secepatnya. AS hanya ingin menyelesaikan masalah itu pada waktu yang diinginkan dengan penyelesaian yang diinginkan yaitu dalam kerangka dua negara, satu negara Israel dan “negara” Palestina yang tidak punya kedaulatan.
Ketidakseriusan AS itu tampak sejak awal. Dalam pidato pelantikannya, Obama hanya menyebut masalah itu dengan ucapan manis yang masih kabur dan multi-interpretasi. Hal yang sama diulang lagi dalam pidatonya di Universitas Kairo. Ketidakseriusan itu juga terlihat dari pidato Obama di sidang Majelis Umum PBB pada September lalu, yang sama sekali tidak menyinggung persoalan permukiman baru Israel di Jerusalem Timur, yang menjadikan proses perdamaian mengalami jalan buntu.
Di depan sidang Majelis Umum PBB itu Obama hanya mengumbar janji untuk mewujudkan negara Palestina berdaulat. “Saya orang yang sangat percaya dengan solusi dua negara kendati masih ada perbedaan-perbedaan,” kata Obama tanpa menyentuh persoalan permukiman Yahudi. Pernyataan Obama itu dinilai sebagai suatu pengakuan diam-diam yang mungkin ia tak menjamin akan terjadi pembekuan permukiman baru Yahudi di Tepi Barat termasuk di Jerusalem Timur, yang selama ini menjadi kendala terbesar bagi upaya proses perdamaian.
Bagi Obama menjaga keamanan Israel tidak bisa ditawar. Dalam siaran pers Pembaruan Kepemimpinan Amerika, 12 Juli 2004 (Lisa Rogak, Obama in His Own Words), Obama mengatakan, “(AS harus) menggunakan kewenangan moral dan kredibilitas membantu Timur Tengah mencapai perdamaian. Komitmen pertama dan mustahil ditawar adalah keamanan Israel, sekutu sejati kita di Timur Tengah dan satu-satunya demokrasi. Kita harus konsisten dan melibatkan Uni Eropa serta negara-negara Arab untuk mendesak reformasi di dalam masyarakat Palestina.”
Obama juga menyatakan dalam pidatonya pada Konferensi AIPAC 4 Juni 2008, “Biarkan saya jelaskan. Keamanan Israel adalah keramat. Hal ini tidak bisa dinegosiasikan. Orang Palestina membutuhkan sebuah negara yang berdampingan dan kohesif [dengan Israel], yang memberi tempat bagi mereka untuk hidup makmur—tapi perjanjian apapun dengan rakyat Palestina harus melindungi identitas Israel sebagai negara Yahudi, dengan perbatasan yang aman, diakui, dan bisa dipertahankan. Jerusalem akan menjadi ibu kota Israel, dan [kota] ini akan tetap tidak terbagi.”
Obama kembali menegaskan komitmennya terhadap Israel setibanya di bandara Tel Aviv dalam kunjunganya ke Israel bulan Juli 2008, “Hal yang paling penting bagi saya adalah hubungan bersejarah dan khusus antara Amerika Serikat dan Israel, suatu hubungan yang tidak bisa diputus”.
Disamping itu Obama juga banyak berutang budi kepada orang-orang Yahudi Amerika. Beberapa nama mereka menjadi penggalang dana bagi kampanye Obama yang menghabiskan jutaan dolar. Diantara mereka; penggalang dana kampanye bagi Obama yaitu: Sheldon Adelson seorang Republikan, neokonservatif dan seorang ‘mega-donor’, Sherry Lansing penggalang dana dan donatur utama Partai Demokrat, pernah menjadi perempuan pertama yang memimpin Paramount, salah satu studio film terkemuka di Hollywood, Eli Pariser memimpin situs MoveOn.org, situs advokasi online beraliran liberal yang menggalang dana untuk kandidat presiden dari Partai Demokrat, Penny Pritzker ketua nasional bidang keuangan kampanye Obama, seorang milyader berasal dari keluarga Yahudi yang dikenal kerap menjadi donatur besar, Denise Rich mantan istri milyader March Rich, seorang penggalang dana terbesar bagi Partai Demokrat, Barbra Streisand penyanyi terkenal yang menjadi ikon Yahudi-liberal dan penggalang dana bagi Yahudi, mendukung Obama dan berhasil menggalang dana sebesar 25.800 dollar dari kalangan selebritis Hollywood.
Maka dengan semua itu, Amerika di bawah Obama akan tetap menjaga eksistensi Israel. Amerika juga akan terus melanjutkan memberikan bantuan sebesar US$ 3 milliar per tahun pada Israel. Bantuan ini merupakan seperlima bantuan luar negeri Amerika. “Buku hijau” Badan Amerika untuk Pembangunan Internasional (USAID) mencatat, hingga 2003, total pinjaman dan hibah yang diterima Israel lebih dari US$ 140 miliar atau Rp 1.260 triliun, lebih besar dari APBN Indonesia 2010.
Maka penyelesaian masalah Israel-Palestina bagi AS adalah tetap menjamin keberadaan negara Israel dan diakui legalitasnya oleh dunia khususnya negara-negara Arab dan nenegara muslim. Maka ini merupakan kejahatan AS terhadap Islam dan ummatnya.
Daftar kejahatan AS terhadap umat Islam tidak berhenti di situ.
Dalam kasus Irak, Barack Obama berjanji melakukan penarikan mundur seluruh pasukan AS secara bertahap dalam tempo 16 bulan sejak menjabat. Sebaliknya, Obama menentang penarikan mundur secara total dan mendukung upaya reposisi kekuatan militer AS di Irak. Upaya menentang adanya penentuan tanggal tertentu sebagai batas akhir penarikan pasukan AS, membuktikan Obama masih membutuhkan keberadaan kekuatan militer untuk mendukung pelaksanaan kebijakannya di Timur Tengah. Obama juga menekankan bahwa sebagian besar kekuatan militer AS harus tetap siaga di tempat strategis seperti di Kuwait, kalau tidak di Irak itu sendiri.
Artinya Obama hanya mau menarik pasukan AS dari Irak setelah ia memastkan kontrol AS terhadap Irak melalui agen-agen dari penguasa, militer dan polisi Irak. Niat penarikan itu bukanlah sebagai wujud belas kasihan dan kebaikan kepada rakyat Irak dan kaum muslim pada umumnya. Tetapi penarikan pasukan AS itu memang menjadi sebuah keniscayaan karena tidak lagi efektif dan kondusif untuk mencapai tujuan AS. Disamping beban dari invasi Irak terasa sangat membebani keuangan AS sehingga menimbulkan defisit yang sangat besar dan membuat rapuh fondasi perekonomian AS.
Karena itu rencana penarikan mundur pasukan AS dari Irak yang dijanjikan Obama selain tidak terpenuhi sesuai janjinya, hal itu merupakan kejahatan yang dibungkus dengan ungkapan manis, karena sebenarnya penarikan itu adalah bagian dari strategi AS untuk menancapkan hegemoni terhadap Irak dan penguasaan atas minyaknya. Dan penarikan itu memang sudah bagian dari skenario umum yang dirancang sejak awal. Peran Obama hanyalah menentukan detil pelaksanaannya sesuai dengan strategi AS itu.
Perlu diketahui menurut perkiraan pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah Irak, lebih dari 85.000 warga Irak tewas di negeri itu antara 2004 hingga 2008. Perkiraan itu didasarkan pada surat kematian yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan yang telah memasukkan hitungan 15.000 jenazah tak teridentifikasi. Sekitar 148.000 orang cedera pada periode yang sama.
Namun perkiraan itu tidak memasukkan hitungan korban yang jatuh pada beberapa bulan pertama setelah perang pecah sesudah invasi yang dipimpin AS tahun 2003, karena saat itu tidak ada pemerintahan yang berfungsi di Irak untuk merekam catatan kejadian.
Diantara para korban terdapat 1.279 anak, 2.334 perempuan, 263 profesor di universitas, 21 hakim, 95 pengacara dan 269 wartawan. Data hanya merujuk pada korban tewas akibat kejadian mengenaskan, seperi korban terbunuh akibat penembakan, pemboman, serangan mortir dan pemancungan. Tidak termasuk didalamnya faktor kematian tak langsung seperti akibat rusaknya infrastruktur, tempat perawatan kesehatan serta stress yang juga menyumbang pada banyak kematian.
Sementara itu, taksiran korban yang terbaru versi Iraq Body Count, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menghitung para korban sipil sejak perang dimulai, menyebut jumlah korban mencapai 93.540 jiwa.
Begitu pula sikap Obama dan pemerintahannya terhadap invasi Afganistan tdak kalah jahatnya. Obama secara gamblang dan berulang mengatakan akan meningkatkan keterlibatan AS di Afganistan, menambah jumlah pasukan, memperluas daerah operasi militer dan melancarkan serangan lintas batas secara sistematis. Pemerintah AS telah memprioritaskan membangun rezim agen di Kabul sehingga Afganistan tetap terkontrol dalam kepentingan AS.
Tujuannya adalah mempertahankan aset strategis di Asia Tengah seperti sumber energi dan infrastruktur pembangunan jalur pipa minyak. “Saya selalu merasa kita sudah melakukan hal yang tepat di Afganistan. Kerisauan saya hanyalah bahwa kita mengalihkan perhatian dari Afganistan ke Irak. Saya kira, saya akan melakukan hal yang lebih baik dalam menstabilkan negara itu ketimbang yang sudah kita lakukan, dengan memberikan bantuan kepada rakyat Afgan. Kita semua harus mendukung rakyat Afganistan dan memastikan siap membantu mereka untuk mewujudkan berbagai hal,” ungkap Obama dalam debat Senat Illionis di Jaringan Radio Illionis 12 Oktober 2004.
Nyatanya invasi ke Afganistan hingga sekarang masih tetap dilanjutkan, bahkan makin intensif. Obama pada awal Desember 2009 justru memutuskan pengiriman pasukan tambahan sebanyak 30 ribu personel.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Invasi AS dan Sekutu terhadap negeri miskin Afganistan sejak 2002 lalu telah menyebabkan ribuan korban dari orang-orang yang tak bersalah. Tidak sedikit diantara korban itu adalah anak-anak, wanita dan orang tua.
Amerika meluaskan perang ke Pakistan dengan dalih memerangi Taliban dan kelompok-kelompok yang mendukungnya di dalam wilayah Pakistan. Obama telah mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memperluas ‘Perang Melawan Teror’ secara sistematis, menggencarkan serangan darat dan udara secara besar-besaran di Pakistan serta menargetkan setiap desa dan kota yang diduga melindungi simpatisan perlawanan Afgan.
Semua indikasi mengarah pada Pakistan yang akan menjadi ajang perang AS dalam ekspansi imperiumnya. Langkah itu diperlukan Obama untuk memenangkan perang regional ini. Maka wilayah Persukuan dan propinsi Waziristan pun berubah menjadi neraka bagi penduduknya. Amerika pun memaksa militer Pakistan untuk menggempur saudara-saudara muslim mereka. Puluhan ribu personel militer Pakistan menggempur saudara mereka di kawasan persukuan dan Waziristan itu, didukung dengan gempuran bom-bom dari pesawat-pesawat tempur. Semua itu demi memuaskan tuan-tuan mereka yaitu Amerika.
Disamping itu, AS juga melancarkan serangan menggunakan pesawat tanpa awak (serangan drone) di wilayah Afganistan dan Pakistan. Penggunaan serangan pesawat tanpa awak Predator dalam perang terselubung CIA di Pakistan menewaskan ratusan orang penduduk sipil. Serangan Drone itu telah menciptakan rasa takut di kalangan masyarakat sipil Afghanistan dan Pakistan.
Serangan drone telah mengakibatkan ratusan nyawa warga sipil melayang setiap kali diluncurkan. Dan Obama, dengan kebijakannya, telah melakukan tiga ratus (serangan drone) dalam enam bulan terakhir, atau enam bulan pertama masa pemerintahannya, lebih banyak dibandingkan dengan yang dilakukan George Bush dalam tiga tahun.
Bahkan kini serangan semacam itu dipergunakan juga di Yaman, Somalia dan Syiria. Lalu, kapan hal ini akan berhenti?
Akibat dari serangan-serangan itu ribuan orang tewas. Sebagian besar dari mereka adalah penduduk sipil tak berdosa, termasuk para wanita, anak-anak dan orang tua. Lebih dari 150 ribu orang harus terusir mengungsi dan kehilangan tempat tinggal mereka. Mereka pun dipaksa untuk hidup beralaskan tanah dan beratapkan langit dan menjalani cuaca sangat dingin dalam kondisi seperti itu.
Sementara itu di belahan dunia islam lainnya, AS menggunakan kekuatan diplomasi, politik dan tekanan untuk menancapkan hegemoninya di sana. AS dalam hal itu bekerjasama dengan antek-anteknya dari kalangan penguasa, ekonom, intelektual ataupun militer. Seperti yang berjalan di Somalia, Nigeria, Sudan, Turki, negara-negara Timur Tengah, Bangladesh termasuk Indonesia.
Semua itu tidak lain adalah demi semaksimal mungkin bisa mengeksploitasi dan mengambil keuntungan dari negara-negara yang lebih lemah. Semua itu untuk kepentingan perusahaan-perusahaan dan kaum kapitalis di belakang mereka.
Secara budaya, Barat khususnya AS akan menggunakan media massa untuk membawa pandangannya dan mengekspor ide-ide itu kepada dunia Islam. Secara ekonomi, Pemerintah AS berupaya mengeruk habis kekayaan negeri-negeri Muslim. Melalui lembaga keuangan internasional yang bekerjasama dengan agen-agennya penguasa di negara berkembang, mereka membuat kebijakan yang menguntungkan kapitalis.
Maka sampai disini masihkah kaum muslimin sebagian atau seluruhnya masih nyenyak dengan penyakit ”obamaphoria”nya? Ini tidak akan terjadi kecuali mereka yang sudah teracuni sikap nifaq dan tidak bisa melihat kejahatan AS seperti melihat mentari disiang bolong. Oleh: Harits Abu Ulya - hazim.hibban.com
Masyarakat AS dan juga dunia pun menaruh harapan besar kepada Obama, pun masyarakat di dunia Islam. Dunia di landa dengan penyakit ”Obamaphoria”, bagi sebagian masyarakat yang melek politik fenomena ini tidak lebih dari apa yang di sebut sebagai ”wahm” alias ilusi.
Sejak itu masyarakat dunia dibuai ilusi akan terjadi perubahan signifikan di dunia karena perubahan yang terjadi di AS baik dalam kebijakan dalam negerinya dan terlebih plan kebijakan-kebijakan luar negerinya yang mengesankan sangat bersahabat dan tidak tampil sebagai polisi dunia yang memaksa peta tata dunia ”unipolar” dimana AS menjadi episentrumnya. Pasalnya, sebagai negara adidaya kebijakan AS sangat mempengaruhi kondisi dunia.
Namun perubahan seperti apakah sebenarnya yang ditawarkan oleh AS di bawah Obama? Dalam pidato di Senat Amerika, Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri AS yang baru mengatakan, “Kita harus menggunakan apa yang disebut smart power, suatu perangkat yang lengkap yang dilakukan dengan kekuasaan yang kita miliki. Dengan smart power, diplomasi akan menjadi garda depan politik luar negeri kita.”
Hillary pun seperti yang dilansir oleh New York Times menggambarkan smart power itu : “Ini artinya penggunaan semua perangkat yang bisa mempengaruhi diplomatik, ekonomi, militer, hukum, politik dan budaya untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan.”
Obama dan pemerintahannya menganggap kepemimpinan Bush dengan hard powernya telah gagal. Karenanya smart power menjadi cara baru bagi Obama untuk memperbaiki rusaknya reputasi mereka di mata dunia, khususnya di dunia Islam. Karena sebagaimana yang ditegaskan Obama sendiri bahwa tugas dia adalah memperbaiki citra AS di mata dunia khususnya dunia Islam. Karena itu, Pemerintah AS kini berupaya mengefektifkan kebijakan luar negeri dengan taktik baru tersebut.
Namun, jika menengok track record presiden-presiden AS, baik yang berasal dari Partai Republik atau Demokrat, AS di bawah Obama tidak akan berubah secara signifikan. Hal itu telah tercermin dalam pidato Obama di Council on Foreign Relation, Chicago 12 Juli 2004, kira-kira 3,5 tahun sebelum Obama menjadi presiden AS ke-44. Obama yang ketika itu menjadi senator dari Illionis mengatakan: “Di setiap wilayah di muka bumi ini, kebijakan luar negeri kita harus mendukung idealisme tradisional AS: demokrasi dan hak-hak asasi manusia, perdagangan bebas, adil, serta pertukaran budaya; juga pendirian berbagai lembaga yang menjamin pemerataan kesejahteraan di dalam ekonomi pasar.”
Selanjutnya Obama mengungkapkan, “Kesamaan kepentingan di dunia akan memulihkan pengaruh kita serta merebut hati dan pikiran demi mengalahkan terorisme dan menyebarkan nilai-nilai AS ke seluruh dunia.” (Lisa Rogak, Obama in His Own Words).
Maka sedari awal dari berbagai ungkapan Obama sebenarnya sangat jelas bahwa, arah kebijakan Pemerintah AS tidak akan berubah. “Presiden boleh datang dan pergi, kebijakan mungkin berubah, tetapi tidak akan ada perubahan yang benar-benar nyata (real change),” kata Taji Mustafa, perwakilan media Hizbut Tahrir Inggris seperti dikutip Khilafah.Com.
Perubahan yang akan terjadi hanyalah soal gaya dan cara pendekatan. Sedang substansinya adalah sama, yaitu kebijakan AS tetap ditujukan untuk menyebarkan nilai-nilai tradisional AS yaitu ideologi kapitalisme dan ide-idenya, untuk merealisasi kepentingan-kepentingan AS yang mengusung ideologi kapitalisme dan untuk menjaga dominasi AS atas dunia. Sebagai negara pengusung kapitalisme metode AS tetap berupa penjajahan dalam berbagai bentuknya. Dengan demikian kebijakan-kebijakan AS tetap saja bertujuan untuk mendekte dan mengontrol negara-negara lain serta mengeksploitasi sumber dayanya demi kepentingan dan kemakmuran AS khususnya para kapitalisnya.
Maka satu tahun lebih sejak Obama dilantik menjadi presiden AS ke-44 pada tanggal 20 Januari 2009, tidak terlihat adanya perubahan signifikan dari kebijakan luar negeri pemerintahan Obama khususnya terhadap dunia islam. Masyarakat AS sendiri masih merasakan menu retorika Obama yang kembali mengulang janji mimpi-mimpinya di banding solusi-solusi riil yang bisa secepatnya memulihkan kondisi ekonomi yang carut-marut, karena kebijakan-kebijakan strategisnya belum memberikan efek berarti untuk mengurangi pengangguran dan meringankan beban hidup masyarakat AS.
Sebagian Janji Obama Atas Dunia Islam
Demikian juga Selama kampanye dan setelah menjabat presiden AS, Obama banyak menebar janji terhadap dunia Islam. Obama menyatakan bahwa AS akan mengembangkan hubungan dengan dunia Islam dalam bentuk hubungan yang hangat, saling memahami dan atas dasar kepentingan yang sama. Ia juga mengatakan bahwa AS akan menghormati negara-negara Islam.
Sekaligus ia berjanji akan segera menyelesaikan masalah Irak. Obama mengatakan: “Amerika menghormati negara-negara Islam. Karenanya, kita segera menyelesaikan masalah Irak. Amerika adalah teman semua negara.” (pidato kenegaraan pertama Obama, 20 Januari 2009).
Saat berkunjung ke Turki Obama menyampaikan pidato dihadapan parlemen Turki. Dalam kesempatan itu Obama tak lupa menebar janji-janji dengan retorika manisnya.
Obama menyatakan bahwa hubungan antara Barat dan Islam mengalami hambatan dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun ia mengakui Islam telah memberikan kontribusi yang besar pada dunia sejak berabad-abad yang lalu. Obama juga menegaskan bahwa AS tidak dan tidak akan pernah memerangi Islam.
“Saya katakan sejelas-jelasnya, Amerika Serikat tidak dan tidak akan pernah memerangi Islam. Saya tahu, hubungan AS dan Turki belakangan ini mengalami ketegangan, dan saya tahu ketegangan itu terjadi hampir di semua tempat dimana agama Islam dianut,” kata Obama.
Dalam pidatonya, Obama juga mengatakan bahwa hubungan antara AS dan dunia Islam tidak bisa didefinisikan semata-mata karena sikap AS dalam menentang terorisme dan al-Qaida. “Hubungan kerjasama kami dengan dunia Islam tidak hanya sebaatas pada sikap kritis kita terhadap ideologi-ideologi yang menganut prinsip kekerasan yang tidak diterima oleh penganut agama manapun, tapi juga dalam upaya memperkuat kesempatan bagi seluruh rakyat kita,” tukas Obama seraya menjajikan program-program khusus untuk meningkatkan kesehatan dan pendidikan di dunia Islam.
“Kami akan menunjukkannya lewat komitmen kami untuk masa depan yang lebih baik. Kami akan memfokuskan pada apa yang bisa kami lakukan untuk menjalin kerjasama dengan seluruh dunia Islam, guna mewujudkan harapan dan impian kita,” janji Obama.
Janji-janji manis kembali ia sampaikan saat berpidato di Universitas Kairo pada tanggal 4 Juni 2009 atau enam bulan setelah dilantik, di hadapan hadapan akademisi, mahasiswa dan berbagai kalangan di negeri Piramida itu dan sejatinya ditujukan kepada dunia Islam. Ia mengatakan, “Saya datang ke Kairo untuk mengupayakan satu permulaan baru bagi perdamaian Timur Tengah dan menjembatani antara Amerika dan umat Islam di seluruh dunia”.
Terkait kamp tahanan militer AS di teluk Guantanamo Kuba, Obama berjanji akan menutupnya. Kamp yang dibuka sejak tahun 2002 yang dijadikan tempat penahanan orang-orang yang dituduh sebagai teroris tanpa pembuktian dan mereka mengalami berbagai bentuk penyiksaan. Pada 22 Januari 2009, atau dua hari setelah resmi menjabat presiden ke-44, Obama mengeluarkan dekrit yang isinya memerintahkan penutupan kamp Guantanamo dalam setahun kepemimpinannya.
Janji lain Obama adalah terkait dengan Irak. Dalam pidato kenegaraan saat pelantikannya, Obama berjanji akan segera menyelesaikan masalah Irak. Obama berjanji akan menarik seluruh pasukan AS dari Irak dalam jangka waktu 16 bulan pemerintahannya.
Kemudian terkait dengan penyelesaian masalah Israel-Palestina, Obama tak lupa juga menebar janji manisnya. Obama mengungkapkan janjinya dalam bentuk ungkapan-ungkapan indah tentang perdamaian dan hidup berdampingan antara dua negara. Di depan sidang Majelis Umum PBB itu Obama hanya mengumbar janji untuk mewujudkan negara Palestina berdaulat. “Saya orang yang sangat percaya dengan solusi dua negara kendati masih ada perbedaan-perbedaan,” katanya.
Kejahatan Amerika Dibawah Obama Terhadap Dunia Islam
Janji-janji Obama terhadap dunia islam memang terdengar manis. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan pemerintahan AS terhadap dunia Islam dan kaum muslim.
Kejahatan Ekonomi Amerika
Obama dan pemerintahannya akan tetap berpegang pada National Security Strategy of USA, September 2002 sebagai manifesto ekonomi politik, politik luar negeri dan militer AS. Dalam hal ini kebijakan AS dalam bidang ekonomi tetaplah ditujukan untuk mengamankan kepentingan nasional AS. Yaitu untuk menjamin penguasaan atas minyak dan gas, mengamankan investasi AS di negara-negara dunia ketiga termasuk dunia Islam untuk mengeruk kekayaan alamnya, bahan baku dan mengeksploitasi tenaga kerja murahnya demi kemakmuran AS dan menciptakan pasar bagi produk-produk perusahaan Barat.
Dalam memastikan penguasaan atas minyak dan gas, AS di bawah Obama tidak akan segan menggunakan kekuatan militer (hard power) jika diperlukan. Dipertahankannya perang di Afganistan, keberadaan militer AS di Irak, perluasan perang ke Pakistan dan dipeliharanya perang di Nigeria adalah bukti dan indikasinya.
Dan tidak menutup kemungkinan AS akan membuka lahan-lahan perang baru di berbagai belahan dan wilayah dunia Islam, baik secara langsung melakukan ekspansi militer atau menjadi pemain belakang mendukung separatis dan konflik-konflik dengan berbagai motif, contoh kasus konflik di Darfur Sudan.
Demi menjamin kepentingan ekonomi itu AS akan tetap melakukan berbagai intervensi terutama ke negara-neagra berkembang. Untuk memuluskannya Pemerintah AS akan tetap menggunakan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Lihat saja bagaimana pertemuan G20 di Washington yang menegaskan tetap memegang komitmen mekanisme pasar. Begitu juga pertemuan APECs di Lima-Peru yang konsisten melanjutkan liberalisasi pasar.
Melalui konsep neo-liberalis, Pemerintah AS berupaya menjajah negara-negara berkembang dengan gaya baru. Lembaga keuangan multilateral IMF dan Bank Dunia terus mendorong transaksi utang luar negeri kepada negara-negara berkembang. Cara itu untuk melanggengkan kepentingan AS dalam menguasai perekonomian nasional negara yang memiliki potensi strategis dalam berbagai aspek.
Melalui IMF dan Bank Dunia serta hubungan biletaral, AS tetap saja berupaya mengontrol (memaksa) negara berkembang termasuk negeri Islam, untuk mengadopsi konsep ekonomi liberal yang tercermin dalam lima kebijakan: Pertama, mendorong kebebasan pasar; Kedua: memangkas pengeluaran publik untuk pelayanan sosial; misalnya subsidi untuk sektor pendidikan, kesehatan, ‘jaring pengaman’ masyarakat miskin; bahkan pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, air bersih. Ketiga: paket kebijakan deregulasi dengan jalan mengurangi peraturan-peraturan pemerintah yang dianggap mendistorsi pasar dan bisa mengurangi keuntungan pengusaha; membuat kebijakan yang meliberalisasi seluruh kegiatan ekonomi, termasuk penghapusan segala jenis proteksi; membuat aturan yang memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas dan longgar. Keempat: privatisasi. Kelima: menghapus konsep barang-barang publik dan menggantinya dengan “tanggung jawab individual”.
Semua itu menyebabkan kemiskinan, kesenjangan kaya dengan miskin makin lebar, harga-harga melambung, tidak ada lagi subsidi dan pelayanan atas kebutuhan masyarakat banyak, mengalirnya kekayaan ke negara maju terutama AS dan keterjajahan negara berkembang secara ekonomi. Kemiskinan yang mendera akhirnya memicu munculnya banyak problem sosial: kekurangan gizi anak-anak, makin banyaknya anak-anak terlantar, meningkatnya angka kejahatan, meningkatnya perceraian dan kerusakan keluarga akibat makin tingginya himpitan hidup, dsb.
Maka munculnya semua fenomena itu secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kebijakan AS yang menontrol kebijakan ekonomi negara-negara berkembang termasuk dunia Islam. Maka semua itu sejatinya masuk dalam daftar kejahatan AS meski secara tidak langsung dan tidak disadari oleh banyak orang.
Kejahatan Politik AS Dibawah Obama
Janji pemerintahan Obama untuk lebih mengedepankan smart power seakan menjanjikan terciptanya suasana kehidupan dunia yang lebih tenteram. Namun nyatanya hal itu tidak terjadi. Dalam kebijakan politik luar negerinya terhadap dunia Islam, AS tetap saja menggunakan kerangka perang melawan terorisme. Segala bentuk perlawanan penduduk negeri Islam atas penjajahan di stempel dengan tindakan terorisme.
Setiap negara yang memiliki potensi menghambat hegemoni AS maka dimasukkan daftar negara penyokong terorisme. War on terrorism menjadi uslub yang terbukti banyak menguntungkan AS untuk menawarkan ideologi kapitalisnya di dunia Islam tanpa hambatan, dengan mengeksekusi setiap sikap perlawanan dari kelompok muslim melalui penguasa-penguasa komparadornya. Segala kebijakan yang berkaitan dengan agenda war on terror pun akan tetap dipertahankan dan ke depan akan muncul kebijakan-kebijakan baru dengan nafas yang sama.
Karena itu berkaitan dengan kamp tahanan Guantanamo meski Obama sudah mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penutupannya dalam waktu 12 bulan, nyatanya hingga kini kamp tahanan itu belum juga. Disana masih terdaat 198 tahanan termasuk belasan tahanan yang siap dibebaskan.
Obama sendiri untuk pertama kalinya mengakui bahwa pemerintahannya telah melanggar janji terkait penutupan penjara Guantanamo. Dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh channel NBC Amerika di ibukota Cina, Beijing, saat lawatan ke negara-negara Asia, Obama menyatakan, “Guantanamo. Sungguh kami telah melanggar janji.”
Lagi-lagi belum ditutupnya kamp tahanan tersebut dikaitkan dengan isu war on terror, khususnya setelah klaim AS akan adanya upaya peledakan pesawat Northwest oleh al-Qaeda setelah ditangkapnya Abdul mutallab pada Natal tahun lalu, seorang warga Nigeria berusia 23 tahun, seorang mahasiswa teknik, putera seorang bankir di Nigeria, di bandara Detroit.
Bahkan sepuluh hari setelah penangkapan itu, Dinas Keamanan Transportasi (TSA) AS menyatakan semua penumpang yang terbang menuju AS dari luar negeri akan diperiksa secara acak. Terutama yang berasal dari 14 negara yang 13 diantaranya dalah negara muslim.
“Semua orang yang terbang ke AS dari mana pun di dunia, dari atau melalui negara-negara yang menjadi sponsor terorisme, harus melalui pemeriksaan yang lebih ketat,” bunyi pernyataan TSA.
Kuba. Iran, Sudan, dan Suriah adalah empat negara yang masuk daftar hitam AS sebagai negara pendukung terorisme. Di luar itu, penumpang dari Afghanistan, Libia, Nigeria. Pakistan, Somalia, Aljazair, Irak, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman, juga akan dikenai pemeriksaan dengan ketat.
Semua penumpang dari negara-negara yang disebutkan akan diperiksa ekstra teliti. termasuk penggeledahan seluruh tubuh dari atas ke bawah, pemeriksaan dengan layar canggih, dan penggeledahan barang bawaan. TSA mengatakan peraturan baru diberlakukan di seluruh dunia bekerja sama dengan departemen dan penegak hukum dari dalam dan luar negeri.
Jelas bahwa kebijakan itu mencerminkan bahwa pemerintahan AS di bawab Obama belum berubah dan masih tetap memandang negeri Islam dan kaum muslim sebagai teroris.
Dalam kasus Israel-Palestina, sikap pemerintahan Obama tidak berbeda dengan pemerintahan Amerika sebelumnya.
Invasi (pembantaian) Gaza oleh Israel yang terjadi dari tanggal 28 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009, yang berakhir dua hari sebelum pelantikan Obama, tragedi kemanusiaan itu sama sekali tidak disinggung dalam pidato kemenangannya. Saat invasi biadab Israel di Gaza itu, sikap Obama justru sangat kentara mendukung penuh negeri Zionis dengan dalih mempertahankan diri.Padahal tragedi itu lebih merupakan pembantaian penduduk Gaza oleh zionis Israel.
Padahal invasi itu telah menyebabkan sebanyak 1.400 orang lebih tewas dimana ratusan diantaranya dalah anak-anak, wanita dan orang tua; 5.000 orang terluka, termasuk 1.000 yang cacat seumur hidup, disamping kehancuran dahsyat akibat berbagai jenis senjata paling mutakhir negeri Zionis.
Bukan hanya itu, bahkan Goldstone Report, yang benar-benar membuktikan Israel melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban-korban yang tak bersalah, ditolak oleh pemerintah Amerika dan dicegah untuk diajukan ke Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Internasional.
Sikap AS di bawah Obama itu menunjukkan memang AS tidak memiliki niat untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina secepatnya. AS hanya ingin menyelesaikan masalah itu pada waktu yang diinginkan dengan penyelesaian yang diinginkan yaitu dalam kerangka dua negara, satu negara Israel dan “negara” Palestina yang tidak punya kedaulatan.
Ketidakseriusan AS itu tampak sejak awal. Dalam pidato pelantikannya, Obama hanya menyebut masalah itu dengan ucapan manis yang masih kabur dan multi-interpretasi. Hal yang sama diulang lagi dalam pidatonya di Universitas Kairo. Ketidakseriusan itu juga terlihat dari pidato Obama di sidang Majelis Umum PBB pada September lalu, yang sama sekali tidak menyinggung persoalan permukiman baru Israel di Jerusalem Timur, yang menjadikan proses perdamaian mengalami jalan buntu.
Di depan sidang Majelis Umum PBB itu Obama hanya mengumbar janji untuk mewujudkan negara Palestina berdaulat. “Saya orang yang sangat percaya dengan solusi dua negara kendati masih ada perbedaan-perbedaan,” kata Obama tanpa menyentuh persoalan permukiman Yahudi. Pernyataan Obama itu dinilai sebagai suatu pengakuan diam-diam yang mungkin ia tak menjamin akan terjadi pembekuan permukiman baru Yahudi di Tepi Barat termasuk di Jerusalem Timur, yang selama ini menjadi kendala terbesar bagi upaya proses perdamaian.
Bagi Obama menjaga keamanan Israel tidak bisa ditawar. Dalam siaran pers Pembaruan Kepemimpinan Amerika, 12 Juli 2004 (Lisa Rogak, Obama in His Own Words), Obama mengatakan, “(AS harus) menggunakan kewenangan moral dan kredibilitas membantu Timur Tengah mencapai perdamaian. Komitmen pertama dan mustahil ditawar adalah keamanan Israel, sekutu sejati kita di Timur Tengah dan satu-satunya demokrasi. Kita harus konsisten dan melibatkan Uni Eropa serta negara-negara Arab untuk mendesak reformasi di dalam masyarakat Palestina.”
Obama juga menyatakan dalam pidatonya pada Konferensi AIPAC 4 Juni 2008, “Biarkan saya jelaskan. Keamanan Israel adalah keramat. Hal ini tidak bisa dinegosiasikan. Orang Palestina membutuhkan sebuah negara yang berdampingan dan kohesif [dengan Israel], yang memberi tempat bagi mereka untuk hidup makmur—tapi perjanjian apapun dengan rakyat Palestina harus melindungi identitas Israel sebagai negara Yahudi, dengan perbatasan yang aman, diakui, dan bisa dipertahankan. Jerusalem akan menjadi ibu kota Israel, dan [kota] ini akan tetap tidak terbagi.”
Obama kembali menegaskan komitmennya terhadap Israel setibanya di bandara Tel Aviv dalam kunjunganya ke Israel bulan Juli 2008, “Hal yang paling penting bagi saya adalah hubungan bersejarah dan khusus antara Amerika Serikat dan Israel, suatu hubungan yang tidak bisa diputus”.
Disamping itu Obama juga banyak berutang budi kepada orang-orang Yahudi Amerika. Beberapa nama mereka menjadi penggalang dana bagi kampanye Obama yang menghabiskan jutaan dolar. Diantara mereka; penggalang dana kampanye bagi Obama yaitu: Sheldon Adelson seorang Republikan, neokonservatif dan seorang ‘mega-donor’, Sherry Lansing penggalang dana dan donatur utama Partai Demokrat, pernah menjadi perempuan pertama yang memimpin Paramount, salah satu studio film terkemuka di Hollywood, Eli Pariser memimpin situs MoveOn.org, situs advokasi online beraliran liberal yang menggalang dana untuk kandidat presiden dari Partai Demokrat, Penny Pritzker ketua nasional bidang keuangan kampanye Obama, seorang milyader berasal dari keluarga Yahudi yang dikenal kerap menjadi donatur besar, Denise Rich mantan istri milyader March Rich, seorang penggalang dana terbesar bagi Partai Demokrat, Barbra Streisand penyanyi terkenal yang menjadi ikon Yahudi-liberal dan penggalang dana bagi Yahudi, mendukung Obama dan berhasil menggalang dana sebesar 25.800 dollar dari kalangan selebritis Hollywood.
Maka dengan semua itu, Amerika di bawah Obama akan tetap menjaga eksistensi Israel. Amerika juga akan terus melanjutkan memberikan bantuan sebesar US$ 3 milliar per tahun pada Israel. Bantuan ini merupakan seperlima bantuan luar negeri Amerika. “Buku hijau” Badan Amerika untuk Pembangunan Internasional (USAID) mencatat, hingga 2003, total pinjaman dan hibah yang diterima Israel lebih dari US$ 140 miliar atau Rp 1.260 triliun, lebih besar dari APBN Indonesia 2010.
Maka penyelesaian masalah Israel-Palestina bagi AS adalah tetap menjamin keberadaan negara Israel dan diakui legalitasnya oleh dunia khususnya negara-negara Arab dan nenegara muslim. Maka ini merupakan kejahatan AS terhadap Islam dan ummatnya.
Daftar kejahatan AS terhadap umat Islam tidak berhenti di situ.
Dalam kasus Irak, Barack Obama berjanji melakukan penarikan mundur seluruh pasukan AS secara bertahap dalam tempo 16 bulan sejak menjabat. Sebaliknya, Obama menentang penarikan mundur secara total dan mendukung upaya reposisi kekuatan militer AS di Irak. Upaya menentang adanya penentuan tanggal tertentu sebagai batas akhir penarikan pasukan AS, membuktikan Obama masih membutuhkan keberadaan kekuatan militer untuk mendukung pelaksanaan kebijakannya di Timur Tengah. Obama juga menekankan bahwa sebagian besar kekuatan militer AS harus tetap siaga di tempat strategis seperti di Kuwait, kalau tidak di Irak itu sendiri.
Artinya Obama hanya mau menarik pasukan AS dari Irak setelah ia memastkan kontrol AS terhadap Irak melalui agen-agen dari penguasa, militer dan polisi Irak. Niat penarikan itu bukanlah sebagai wujud belas kasihan dan kebaikan kepada rakyat Irak dan kaum muslim pada umumnya. Tetapi penarikan pasukan AS itu memang menjadi sebuah keniscayaan karena tidak lagi efektif dan kondusif untuk mencapai tujuan AS. Disamping beban dari invasi Irak terasa sangat membebani keuangan AS sehingga menimbulkan defisit yang sangat besar dan membuat rapuh fondasi perekonomian AS.
Karena itu rencana penarikan mundur pasukan AS dari Irak yang dijanjikan Obama selain tidak terpenuhi sesuai janjinya, hal itu merupakan kejahatan yang dibungkus dengan ungkapan manis, karena sebenarnya penarikan itu adalah bagian dari strategi AS untuk menancapkan hegemoni terhadap Irak dan penguasaan atas minyaknya. Dan penarikan itu memang sudah bagian dari skenario umum yang dirancang sejak awal. Peran Obama hanyalah menentukan detil pelaksanaannya sesuai dengan strategi AS itu.
Perlu diketahui menurut perkiraan pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah Irak, lebih dari 85.000 warga Irak tewas di negeri itu antara 2004 hingga 2008. Perkiraan itu didasarkan pada surat kematian yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan yang telah memasukkan hitungan 15.000 jenazah tak teridentifikasi. Sekitar 148.000 orang cedera pada periode yang sama.
Namun perkiraan itu tidak memasukkan hitungan korban yang jatuh pada beberapa bulan pertama setelah perang pecah sesudah invasi yang dipimpin AS tahun 2003, karena saat itu tidak ada pemerintahan yang berfungsi di Irak untuk merekam catatan kejadian.
Diantara para korban terdapat 1.279 anak, 2.334 perempuan, 263 profesor di universitas, 21 hakim, 95 pengacara dan 269 wartawan. Data hanya merujuk pada korban tewas akibat kejadian mengenaskan, seperi korban terbunuh akibat penembakan, pemboman, serangan mortir dan pemancungan. Tidak termasuk didalamnya faktor kematian tak langsung seperti akibat rusaknya infrastruktur, tempat perawatan kesehatan serta stress yang juga menyumbang pada banyak kematian.
Sementara itu, taksiran korban yang terbaru versi Iraq Body Count, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menghitung para korban sipil sejak perang dimulai, menyebut jumlah korban mencapai 93.540 jiwa.
Begitu pula sikap Obama dan pemerintahannya terhadap invasi Afganistan tdak kalah jahatnya. Obama secara gamblang dan berulang mengatakan akan meningkatkan keterlibatan AS di Afganistan, menambah jumlah pasukan, memperluas daerah operasi militer dan melancarkan serangan lintas batas secara sistematis. Pemerintah AS telah memprioritaskan membangun rezim agen di Kabul sehingga Afganistan tetap terkontrol dalam kepentingan AS.
Tujuannya adalah mempertahankan aset strategis di Asia Tengah seperti sumber energi dan infrastruktur pembangunan jalur pipa minyak. “Saya selalu merasa kita sudah melakukan hal yang tepat di Afganistan. Kerisauan saya hanyalah bahwa kita mengalihkan perhatian dari Afganistan ke Irak. Saya kira, saya akan melakukan hal yang lebih baik dalam menstabilkan negara itu ketimbang yang sudah kita lakukan, dengan memberikan bantuan kepada rakyat Afgan. Kita semua harus mendukung rakyat Afganistan dan memastikan siap membantu mereka untuk mewujudkan berbagai hal,” ungkap Obama dalam debat Senat Illionis di Jaringan Radio Illionis 12 Oktober 2004.
Nyatanya invasi ke Afganistan hingga sekarang masih tetap dilanjutkan, bahkan makin intensif. Obama pada awal Desember 2009 justru memutuskan pengiriman pasukan tambahan sebanyak 30 ribu personel.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Invasi AS dan Sekutu terhadap negeri miskin Afganistan sejak 2002 lalu telah menyebabkan ribuan korban dari orang-orang yang tak bersalah. Tidak sedikit diantara korban itu adalah anak-anak, wanita dan orang tua.
Amerika meluaskan perang ke Pakistan dengan dalih memerangi Taliban dan kelompok-kelompok yang mendukungnya di dalam wilayah Pakistan. Obama telah mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memperluas ‘Perang Melawan Teror’ secara sistematis, menggencarkan serangan darat dan udara secara besar-besaran di Pakistan serta menargetkan setiap desa dan kota yang diduga melindungi simpatisan perlawanan Afgan.
Semua indikasi mengarah pada Pakistan yang akan menjadi ajang perang AS dalam ekspansi imperiumnya. Langkah itu diperlukan Obama untuk memenangkan perang regional ini. Maka wilayah Persukuan dan propinsi Waziristan pun berubah menjadi neraka bagi penduduknya. Amerika pun memaksa militer Pakistan untuk menggempur saudara-saudara muslim mereka. Puluhan ribu personel militer Pakistan menggempur saudara mereka di kawasan persukuan dan Waziristan itu, didukung dengan gempuran bom-bom dari pesawat-pesawat tempur. Semua itu demi memuaskan tuan-tuan mereka yaitu Amerika.
Disamping itu, AS juga melancarkan serangan menggunakan pesawat tanpa awak (serangan drone) di wilayah Afganistan dan Pakistan. Penggunaan serangan pesawat tanpa awak Predator dalam perang terselubung CIA di Pakistan menewaskan ratusan orang penduduk sipil. Serangan Drone itu telah menciptakan rasa takut di kalangan masyarakat sipil Afghanistan dan Pakistan.
Serangan drone telah mengakibatkan ratusan nyawa warga sipil melayang setiap kali diluncurkan. Dan Obama, dengan kebijakannya, telah melakukan tiga ratus (serangan drone) dalam enam bulan terakhir, atau enam bulan pertama masa pemerintahannya, lebih banyak dibandingkan dengan yang dilakukan George Bush dalam tiga tahun.
Bahkan kini serangan semacam itu dipergunakan juga di Yaman, Somalia dan Syiria. Lalu, kapan hal ini akan berhenti?
Akibat dari serangan-serangan itu ribuan orang tewas. Sebagian besar dari mereka adalah penduduk sipil tak berdosa, termasuk para wanita, anak-anak dan orang tua. Lebih dari 150 ribu orang harus terusir mengungsi dan kehilangan tempat tinggal mereka. Mereka pun dipaksa untuk hidup beralaskan tanah dan beratapkan langit dan menjalani cuaca sangat dingin dalam kondisi seperti itu.
Sementara itu di belahan dunia islam lainnya, AS menggunakan kekuatan diplomasi, politik dan tekanan untuk menancapkan hegemoninya di sana. AS dalam hal itu bekerjasama dengan antek-anteknya dari kalangan penguasa, ekonom, intelektual ataupun militer. Seperti yang berjalan di Somalia, Nigeria, Sudan, Turki, negara-negara Timur Tengah, Bangladesh termasuk Indonesia.
Semua itu tidak lain adalah demi semaksimal mungkin bisa mengeksploitasi dan mengambil keuntungan dari negara-negara yang lebih lemah. Semua itu untuk kepentingan perusahaan-perusahaan dan kaum kapitalis di belakang mereka.
Secara budaya, Barat khususnya AS akan menggunakan media massa untuk membawa pandangannya dan mengekspor ide-ide itu kepada dunia Islam. Secara ekonomi, Pemerintah AS berupaya mengeruk habis kekayaan negeri-negeri Muslim. Melalui lembaga keuangan internasional yang bekerjasama dengan agen-agennya penguasa di negara berkembang, mereka membuat kebijakan yang menguntungkan kapitalis.
Maka sampai disini masihkah kaum muslimin sebagian atau seluruhnya masih nyenyak dengan penyakit ”obamaphoria”nya? Ini tidak akan terjadi kecuali mereka yang sudah teracuni sikap nifaq dan tidak bisa melihat kejahatan AS seperti melihat mentari disiang bolong. Oleh: Harits Abu Ulya - hazim.hibban.com