cari cari ...

Friday, October 12, 2012

Khilafah - Indonesia dan Generasi Masa Depan

Rasa-rasanya, peristiwa yang terjadi dan disodorkan oleh media ke hadapan khalayak seperti sebuah opera yang selalu "to be continued", tak pernah ada habisnya. Isu  korupsi disambut dengan isu terorisme, membuat media begitu sibuk memberitakan kejadian-kejadian teror dari yang lawas sampai yang terbaru. Analisis-analisis pun disodorkan ke tengah publik.

Tak berapa lama, isu ini tenggelam karena ada isu yang lebih hot yaitu  tawuran pelajar. Saat itulah para praktisi pendidikan mulai untuk berbenah atau mengambil posisi menanggapi isu yang menyangkut pendidikan tersebut.

Belum tuntas isu tawuran, masyarakat diramaikan dengan isu buruh, para ekonom turun tangan memberikan berbagai pandangan, katanya demi terselesaikan permasalahan buruh ini. Sampai akhirnya kembali lagi pada isu korupsi yang melibatkan pihak penegak hukum sendiri.

Melihat hal yang berulang seperti ini, tentu menjadi wajar ketika kita berpikir pemerintah tidak pernah menemukan model pemecahan permasalahan tersebut secara tuntas. Puluhan tahun Indonesia merdeka, media selalu ramai dipenuhi berita-berita yang membuat geleng-geleng kepala.

Harapan perbaikan negeri tercinta pada akhirnya ditumpukan pada generasi-generasi masa depan yang saat ini sedang dididik untuk siap membawa negeri menuju arah yang lebih baik. Berharap orang-orang muda itu bisa memberikan ide-ide cemerlang memperbaiki negeri. Hanya saja  keraguan muncul ketika melihat potret para generasi masa depan. Pelajar dan mahasiswanya,  begitu disibukkan dengan  urusan pribadi mereka.

Antusiasme mahasiswa terhadap seminar-seminar pendidikan lebih sepi dibandingkan antusiasme mereka menghadiri konser SUJU atau SM TOWN. Para aktivis mahasiswa yang meneriakkan perubahan hanya sepersekian dibandingkan mahasiswa yang meneriakkan ketidakpedulian.

Seharusnya, dengan banyaknya problem yang menimpa Indonesia, jalanan-jalanan kota padat dengan mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan perubahan, kenyataannya outlet dan distro yang begitu menjamur lebih menarik minat mereka dibanding memperjuangkan keadilan.

Bagaimana dengan pelajarnya? Jeratan seks bebas, tawuran, dan narkoba sudah menjadi kawan sehari-hari, meski tidak dipungkiri ada juga pelajar yang berprestasi dan terlepas dari jerat jerat demikian. Sayangnya, pemisahan ilmu dengan kehidupan membuat para pelajar tidak melek dengan keadaan sekitar, sehingga permasalahan negeri adalah awan yang sulit dijangkau dengan tangan.

Adapun para pelajar yang peduli dengan generasi dan negeri (baca: rohis) organisasi  mereka dicap sebagai cikal bakal teroris.   Maka lengkap sudah misi kapitalisme memporakporandakan negeri ini. Membuat pemerintah berkutat dengan permasalahan yang tak kunjung usai dan membuat tumpuan harapan (baca: generasi masa depan) menjadi generasi individualis dan pragmatis.

Jika menganalisis kompleksitas permasalahan yang terjadi di negeri ini, sebenarnya ada satu benang merah yang dapat kita tarik. Aparatur pemerintahan dan generasi masa depan hanyalah korban dari kekejaman kapitalisme. Sebuah sistem yang secara sadar maupun tidak, telah berhasil diterapkan di negeri ini.

Sistem yang membuat rakyat Indonesia menjadi individualis,materialis, pragmatis, apatis, hedonis ditambah sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan). Sehingga membuat korupsi tak pernah tuntas, buruh dan masyarakat tak pernah bisa sejahtera, pelajar doyan tawuran dan seks bebas, mahasiswa bungkam terjerat kemilau dunia, ditambah keimanan melemah karena agama (Islam) dijauhkan dari kehidupan.

Hal ini menandakan, yang seharusnya dicopot dari jabatan kekuasaan adalah sistem kapitalisme itu sendiri. Bukan sekedar dengan cara gonta-ganti presiden, gonta-ganti gubernur, atau gonta-ganti kurikulum pendidikan. Masalahnya kemudian, dengan apakah kapitalisme harus diganti.

Sejak abad ke 16 M, ada satu sistem yang bisa menjadikan para penganutnya terbebas dari problematika pelik kehidupan. Islam bukan sekedar kepercayaan, Islam adalah sebuah idiologi yang mampu mengubah mind set para politikus dan aparatur pemerintahan, serta para pelajar dan mahasiswa agar mereka benar-benar bisa mengabdi pada negeri dan menjadi negarawan sejati.

Tersebut umar bin khatab seorang khalifah yang mengatakan  "Demi Allah, seandainya seekor keledai di Irak terperosok jatuh lantaran jalan yang dilaluinya rusak, aku takut akan diminta pertanggungan jawabnya oleh Allah di hari kiamat."

Ada pula kisah Umar bin Abdul Aziz yang menangis tersedu karena khawatir akan pemerintahannya saat ia pertama kali menjabat sebagai khalifah. Sebut saja Muhammad Al Fatih sang penakluk Konstantinopel yang sejak kecil sudah bermimpi menaklukan Konstantinopel. Adakah potret yang demikian saat ini? Hanya yang perlu diingat bahwa sistem Islam bisa menyelesaikan permasalahan negeri secara tuntas apabila diterapkan secara menyeluruh dalam sebuah institusi Khilafah Islamiyah.

Selama kurang lebih 1300 tahun Khilafah Islamiyah mampu menjadi mercusuar dunia. Untuk itulah, bentuk kecintaan kita pada negri ini adalah memberikan sistem yang bisa menyelamatkan Indonesia dari kehancuran. Islam sejak lama telah hadir untuk itu. Allahualam bis shawab. (*) Nijmah Nurlaili | 09-Okt-2012, 22:41:50 WIB kabarindonesia.com

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More