cari cari ...

Saturday, September 25, 2010

BBM SUBSIDI DIBATASI SPBU SIAP DICACI MAKI

SUDAH bisa ditebak sebelumnya. Operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) atau pom bensin akan menolak mentah-mentah rencana pemerintah yang membatasi dagangannya untuk kendaraan bermotor.
Karena, sebagai eksekutor lapangan mereka justru akan merasakan dampaknya. Salah satunya adalah mereka harus berhadapan langsung dengan para pemilik kendaraan. Itu artinya berbagai kemungkinan bisa terjadi, dimarahi bahkan bisa saja diamuk pemilik kendaraan yang tak dilayani.

"Karena itu kita menolak rencana pembatasan penjualan BBM," kata Ery Purnamahadi, Ketua Umum DPP Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) secara blak-blakan ketika dikonfirmasi Pos Kota, kemarin.


Sikap tegas para juragan SPBU atau pom bensin ini bukan omong kosong. Mereka sama sekali tidak menggubris surat edaran yang dikeluarkan Badan Pengatur Usaha Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) yang memerin-tahkan Pertamina dan operator menyiapkan diri untuk mengantisipasi diberlakukannya kebijakan pembatasan penjualan BBM.

"Sampai sekarang kami belum melakukan persiapan apapun. Kami masih menunggu dan melihat bagaimana keputusan resmi dari pemerintah soal kebijakan pembatasan penjualan BBM," tandasnya.
Ini menyangkut bisnis, sehingga harus jelas hitung-hitungannya. Apalagi ada pengalaman pahit yang dirasakan anggota saat menangani program konversi dari minyak tanah ke gas elpiji 3 kilo gram (kg).

Dia mencontohkan, dengan maraknya kasus ledakan gas elpiji, anggota Hiswana disalahkan habis-habisan. Di sisi lain modal triliunan rupiah yang sudah dikeluarkan untuk program konversiini belum balik. Padahal mereka mau mengeluarkan investasi sebesar itu dengan harapan usahanya tetap berlanjut. "Sayangnya pemerintah sama sekali tidak memproteksi investasi yang sudah dikeluarkan anggotanya," ucap Ery.
TIDAKTERTARIK
Jadi jangan kaget jika anggota ogah mengeluarkan modal, meski margin keuntungan yang diberikan dari penjualan Pertamax Rp300/ liter atau lebih tinggi dari premium uang hanya berkisar Rp 180/liter.
Beda dengan para kompetitor asing. Mereka diproteksi bahkan diberiangin agar bisa bergerak leluasa. Padahal mereka belum tentu mau menanam investasi membangun pom bensin, terutama di daerah kering. Yang mereka pilih pasti daerah gemuk seperti kota besar saja, karena sangat menguntungkan.
Sehingga tidak mustahil banyak pengusaha SPBU atau pom bensin yang bakal tersingkir. Kalau para pengusaha SPBU berguguran,bagaimana distribusi BBM ke depannya, terutama di daerah kering. "Padahal sesuai UU Migas, pemerintah harus menjamin ketersediaan bahan bakar untuk rakyat," pungkasnya.
Alasan lain para juragan SPBU menolak pembatasan penjualan BBM bersubsidi, karena dampak yang terjadi di lapangan tidak segampang seperti membalik ke-duabelah telapak tangan.

Ongkos sosialnya sangat mahal. Selain itu juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pengadaan infrastrukturnya. Apa pemerintah mau mengeluarkan anggaran. "Kalau kami disuruh mengeluarkan biaya, nanti dulu. Lha ini kebijakan -pemerintah kok," terangnya.

Daripada membatasi penjualan BBM yang ongkos sosial dan ekonomi sangat besar, Ery mengusulkan pemerintah sebaiknya menaikkan saja harga jual BBM saja. Namun untuk menaikkan harga, ia melihat pemerintah sangat alergi. "Padahal ini cara paling praktis," katanya, (setiawan/us/o)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More