cari cari ...

Thursday, March 10, 2011

Khadafy Diultimatum agar Mundur dalam 72 Jam

Khadafy Diultimatum agar Mundur dalam 72 Jam. Kelompok oposisi dan pemberontak memberi batas waktu 3 x 24 jam kepada pemimpin Libia Moamar Khadafy untuk mundur dan meninggalkan Libia. Jika tidak, mereka akan memaksanya lengser serta mengancam akan menyeret Khadafy ke dalam banyak kasus kriminal, penganiayaan, dan pembantaian.

"Rakyat Libia akan mengejar ke mana pun Khadafy bersembunyi, kecuali dia secepatnya pergi dari Libia. Kami memberinya batas waktu 72 jam kepada Khadafy untuk segera menghentikan serangan. Kami, rakyat Libia, akan mengejarnya atas kasus penindasan, kelaparan, penganiayaan, serta pembantaian," kata Ketua Oposisi Dewan Nasional Mustafa Abdel Jalil, seperti dikutip Al Jazerra, kemarin.

Mustafa Jalil menambahkan, bagi Khadafy, lebih terhormat jika mundur daripada rakyat Libia melengserkannya. Ultimatum waktu dari pemberontak tidak akan diperpanjang. "Kami akan menunggu dan melihat apa tanggapan rezim."

Selasa lalu, stasiun televisi Libia membantah laporan bahwa pemimpin yang berkuasa selama 41 tahun itu mencoba membuat kesepakatan dengan pemberontak terkait pengunduran dirinya. Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Libia menggambarkan laporan itu sebagai "omong kosong".

Namun, juru bicara oposisi Dewan Nasional di kubu pemberontak timur, yang bermarkas di Benghazi, menegaskan bahwa Khadafy benar-benar telah mengirimkan wakilnya Minggu malam lalu guna membicarakan opsi pengunduran dirinya.

Khadafy dikabarkan bersedia mundur asal diberi kekebalan hukum bagi dirinya dan keluarganya, serta jaminan atas hak memiliki harta kekayaan yang selama ini dimilikinya bersama keluarga.

Namun, jika benar itu yang diinginkan Khadafy, Amerika Serikat menolak mentah-mentah apa pun bentuk amnesti untuknya. "Pergi dari Libia tak akan membuat Khadafy dan keluarganya lepas dari tanggung jawab atas apa yang terjadi," kata PJ Crowley, Juru Bicara Gedung Putih, Rabu.

Sementara itu, pasukan loyalis Khadafy dilaporkan mendekati Kota Zawiyah yang dikuasai pemberontak. Mereka mengepung kota itu dengan tank dan penembak jitu di taman utama.

"Kami melihat tank di mana-mana," kata seorang pemberontak melalui telepon dari Zawiyah, kota yang dikuasai pemberontak dan paling dekat (40 km arah barat) ke ibu kota Tripoli.

"Mereka mengepung taman itu dengan para penembak jitu dan tank. Situasi tidak terlalu baik. Sangat mencekam. Banyak penembak jitu," kata seorang penduduk.

Sikap ragu dari masyarakat internasional terhadap krisis Libia dimanfaatkan kelompok loyalis menghentikan gerak maju pemberontak di timur dan daerah lain, seperti di Kota Zawiyah dan Misrata di barat.

Anggota pemberontak di Zawiyah, Ibrahim, mengatakan, pasukan loyalis menguasai jalan utama dan daerah pinggiran kota, sementara pasukan pemberontk masih menguasai taman itu berhadapan dengan musuh sekitar 1.500 meter. Ibrahim mengatakan, para penembak jitu berada di atap sebagian besar gedung-gedung, menembak siapa pun yang berani meninggalkan rumah mereka.

"Banyak yang mati dan mereka tidak segera dikuburkan. Zawiyah lengang. Tidak ada seorang pun di jalan. Tidak ada binatang bahkan burung di langit," katanya.

Seorang juru bicara kelompok oposisi mengatakan, pasukan loyalis menguasai sebagian besar Zawiyah, tetapi masih ada kelompok-kelompok kecil pemberontak. "Mungkin 30-40 orang yang bersembunyi di pinggir jalan-jalan dan di lokasi pekuburan. Mereka putus asa," katanya di Tripoli.

Wartawan asing dilarang memasuki Zawiyah, kota-kota lainnya dekat ibu kota itu tanpa satu pengawalan resmi. Jumlah korban yang meningkat, ancaman kelaparan, dan masalah pengungsi, meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan di sejumlah negara. Presiden AS Barack Obama menghadapi banyak kecaman karena terlalu hati-hati.

"Kami ingin melihat masyarakat internasional mendukung zona larangan terbang," kata Hillary kepada stasiun televisi Sky News. "Saya kira itu sangat penting bahwa ini bukan satu usaha yang dipimpin AS."

Perdana Menteri Inggris David Cameron, yang berbicara dengan Obama melalui telepon tentang zona larangan terbang itu, mengemukakan kepada radio Inggris, BBC, bahwa rencana itu penting apabila Khadafy menolak mundur dalam menghadapi pemberontakan rakyat.

Sementara itu, sebuah laporan menyebutkan, sekitar 30.000 pengungsi dari Libia ke Tunisia hilang. Diduga, mereka dihadang tentara bayaran Khadafy dan dipaksa kembali ke Tripoli untuk bekerja.

Menurut Ibrahim Osman dari organisasi bantuan kemanusiaan Bulan Sabit Merah, sekitar 30.000 orang berkumpul di perbatasan antara Libia dan Tunisia di Ras Ajdir, Ahad lalu. Mereka adalah para pekerja migran asal Bangladesh, Mesir, dan negara Afrika lainnya. (AP/BBC/CNN/Adi)

suarakarya-online.com Khadafy Diultimatum agar Mundur dalam 72 Jam

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More