Kembali Bersiap Menghadapi Teror Bom . Teror bom buku yang muncul dua hari lalu tentu saja mengagetkan kita semua. Dalam setahun belakangan ini kita nyaris lupa, dan bahkan mungkin mulai percaya negara ini aman dari bom.
Bagaimana kita tidak optimistis negeri ini sudah aman dari teroris? Gembong teroris mulai Dr Azahari, Imam Samudera, Amrozi dan Mukhlas telah mati. Demikian juga Nordin M Top tewas ditembak pada 2009. Pun Dulmatin, buron teroris yang dihargai Amerika Serikat (AS) Rp 93 miliar mati dalam penggerebekan pada 9 Maret 2010.
Lalu setelah itu, begitu banyak terduga atau tersangka teroris yang ditangkap Densus 88, disidangkan di pengadilan, dan dijebloskan ke penjara. Lantas banyak tokoh dunia datang ke Indonesia. Penyanyi kelas dunia sukses konser di Jakarta. Bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga datang dan aman-aman saja.
Kita mengira bangsa ini sudah aman dari terorisme. Kita sudah ingat-ingat lupa pernah ada Bom Bali yang menewaskan 220 orang. Bom JW Marriott dan Ritz Carlton yang menewaskan 9 orang dan menyebabkan 50 orang lebih luka-luka mungkin juga sudah mulai samar-samar dalam ingatan kita.
Tapi, Selasa (16/3/2011), teror bom itu kembali muncul. Tiga tokoh, Ulil Abshar Abdala, Komjen Gories Mere dan Japto S Soeryosumarno dikirimi paket bom dalam waktu berturutan. Bom untuk Gories dan Japto berhasil dijinakkan. Namun bom untuk Ulil keburu meledak saat upaya penjinakan dilakukan, 6 orang luka termasuk 3 polisi.
Teror bom atas tiga figur itu secara tidak langsung seperti melucuti rasa optimisme kita habis-habisan. Kita yang hampir percaya gerakan teroris sudah acak-acakan lantas tersadar terorisme belum habis. Meski aksi mereka kini memang kecil saja, tapi cukup memberi tanda mereka masih eksis dan siap menebar teror. Dan ini lebih berbahaya karena kita tidak tahu lagi siapa pemimpin mereka.
Sayangnya aparat (polisi, tim gegana dan intelijen) seperti sudah lengah. Intelijen seperti tidak mampu mengendus rencana teror bom buku itu. Gegana menunjukkan sikap malas-malasan. Dalam kasus bom Ulil, mereka baru datang setelah terjadi ledakan padahal sudah mendapatkan laporan beberapa jam sebelumnya.
Warga juga ceroboh. Bom untuk Ulil yang sudah dicurigai dari pukul 10.00 WIB baru dilaporkan pukul 13.00 WIB. Meski curiga dengan paket buku yang bersembulkan kabel-kabel, paket itu diletakkan begitu saja salah satu sudut ruangan itu. Untung bom tidak keburu meledak.
Hermawan Sulistyo menyebutkan, masih ada 1.500 ahli bom, dan dari jumlah tersebut yang masih aktif dalam jaringan terorisme ada 500-600 orang. Data Kiki, sapaan Hermawan, yang ikut memimpin investigasi Bom Bali itu kemungkinan besar benar karena terpidana bom Bali Ali Imron alias Ale juga pernah menyatakan hal serupa. Kata Ale, banyak ahli merakit bom seperti dirinya di Indonesia. "Banyak putra Indonesia yang ahli merakit bom yang menimbulkan ledakan dahsyat," kata Ale yang dihukum seumur hidup itu.
Dengan masih banyaknya ahli bom itu artinya, teror bom masih akan terus terjadi di kemudian hari. Konsekuensinya kita harus siap hidup berdampingan dengan teror tersebut. Maka itu warga tidak boleh hilang kehati-hatian. Aparat harus menuntaskan akar terorisme, tidak boleh lengah dan terlena dengan rebutan duit atau jabatan. Karena bagaimanapun juga semua orang tidak akan mau hidup dalam ketakutan; dan tugas negara memberi keamanan pada warganya.
detiknews.com Kembali Bersiap Menghadapi Teror Bom
0 comments:
Post a Comment