cari cari ...

Wednesday, September 28, 2011

Bom Solo bukan alasan sahkan RUU Intelejen

Ketua Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Barat, Muhyadi Muslim mengecam bom bunuh diri di gereja GBIS Kepunton, Solo. Menurutnya, tindakan menyerang rumah ibadah adalah perbuatan tidak bertanggungjawab dan bertentangan dengan konsep Islam. “Tidak ada satupun akidah yang membenarkan perbuatan seperti itu,” katanya.Namun, Muhyadi menyayangkan apabila ada pihak yang hendak menjadikan Bom Solo sebagai alasan untuk mensahkan RUU Intelejen. “Jangan sampai isu ini dibuat untuk kembali mewacanakan pengesahan RUU Intelejen. Saya minta para anggota DPR untuk terjebak dalam permainan ini. Karena RUU itu bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia. kalau sampai disahkan kita berdiskusi seperti sekarang pun bisa ditangkap,” ungkapnya usai dialog “Bagaimana Pancasila Menjadi Islam” di Magister Ilmu Hukum Untan, kemarin (27/9).

Dalam diskusi tersebut, ia memaparkan bahwa saat ini negara Indonesia berada di ambang kebobrokan, karena menggunakan nilai-nilai demokrasi dan sekuler. Hizbut Tahrir terang-terangan menawarkan konsep Khilafah menggantikan sistem demokrasi tersebut. Kata Muhyadi, sistem pemerintah kekhalifahan sudah terbukti selama seribu tahun. “Tapi untuk mewujudkan sistem khalifah perlu pemahaman dan kesepakatan bersama atau ijtihad dari semua pihak,” ujar dia.
Pembicara lain yang hadir adalah; Dosen FH Untan Turiman Fachturahman Nur dan Dosen Fisipol Untan Gusti Suryansyah. Turiman mengatakan bahwa sebenarnya Pancasila adalah ideologi yang lentur. “Artinya mudah disusupi ideologi lain. Masa Sukarno, Pancasila lekat dengan sosialisme. Dan masa Soeharto, dekat dengan kapitalisme,” terangnya.

Sementara, Gusti menyebut pembentukan negara Islam di Indonesia tidak akan menimbulkan dampak sosial dan politik yang buruk di masyarakat. Syaratnya, apabila semua pihak setuju hal tersebut diterapkan.Namun, ada pula bantahan-bantahan terkait pemikiran para pembicara. Moderator Zulfydar Zaidar dari Forum Mediasi Kalbar menyimpulkan bahwa tema negara khilafah harus dikaji lebih lanjut. Jangan sampai menimbulkan perpecahan apalagi konflik. “Diskusi ini tidak bermaksud apa-apa. Ini adalah upaya dialog pencerdasan dengan berbagai narasumber supaya tidak terjadi salah tafsir. Keinginan sebagian pihak untuk soal khilafah harus melalui ijtihad dan tidak boleh memaksa, apalagi sampai terjadi konflik,” sebutnya.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More