Tekanan Pangan dan Kebijakan Praktis Pemerintah. Naiknya harga pangan yang secara continue membuat masyarakat menjerit. Pemerintah pun akhirnya mengambil kebijakan praktis dengan cara mengimpor pangan seperti beras dari luar negeri.
Dengan harapan, stok dan harga beras kembali normal seperti semula. Namun apakah harapan pemerintah itu akan tercapai dengan kebijakan praktisnya?
Masalah sandang dan pangan saat ini sudah mulai memasuki masa mengkawatirkan. Mengapa tidak, harga pangan terus mulai merangkak naik, ditambah lagi produksi pangan yang semakin berkurang. Kenaikan harga pangan seperti beras membuat masyarakat kecil semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan dapur. Belum lagi ditambah dengan laju pertumbuhan penduduk yang mulai tidak terkendali. Hal ini dapat menimbulkan masalah bagi Indonesia dalam proses pemenuhan permintaan pangan serta pemeliharaan giji bagi masyarakat.
Masalah harga pangan dan kurangnya stok pangan membuat pemerintah kembali seperti kebakaran jenggot. Sehingga pemerintah cenderung mengambil kebijakan yang sifatnya praktis dan gampangan. Kebijakan yang diambil seringkali kebijakan ecek-ecek kenapa tidak, sebab kebijakan yang diambil sering kali tidak ber orientasi kepada masa depan melainkan hanya kebijakan praktis sesaat.
Contohnya adalah mengimpor beras dari luar. Mengimpor beras dari luar bukanlah sebagai jalar keluar melainkan jalan buntu yang semakin lama dapat membuat ketahanan pangan terpuruk. Kebijakan mengimpor beras dari luar negeri merupakan sebuah kebijakan ecek-ecek yang sifatnya hanya untuk sesaat.
Pengambilan kebijakan mengimpor beras dari luar negeri menunjukkan ketidak-seriusan pemerintah dalam menangani masalah pangan di Indonesia. Pemerintah sepertinya tidak mau mengambil pusing atas masalah pangan sehingga pemerintah cenderung lebih suka mengambil keputusan-keputusan praktis.
Pemerintah sering kali mengabaikan usulan-usalan para ahli dalam mengambil kebijakan terhadap penanggulangan pangan. Banyak hasil penelitian para ahli sering kali tidak mendapat tanggapan bahkan hanya terabaikan begitu saja. Hasil-hasil riset penelitian mengenai ketahanan pangan sering kali hanya tinggal hasil penelitian semata. Tinggal hanya dalam berkas laporan penelitian semata, tanpa ada tindak lanjut dari pemerintah untuk menanggapinya. Pemerintah sepertinya menutup mata dan tidak mau tahu akan hasil penelitian para ahli. Ini menunjukkan bahwa pemerintah betul-betul tidak serius dalam menangani ketahanan pangan dalam negeri.
Andaikan ada pun hasil riset yang ditindaklanjuti, namun hasil riset tersebut sering kali dijadikan sebagai proyek. Proyek untuk meruak keuntungan guna mengisi kantong pundi-pundi. Pemerintah sering kali menanggapi hasil riset para ahli hanya sebagai proyek yang menguntungkan semata. Sehingga banyak para ahli hizrah ke negara lain, melakukan riset di negara lain. Sebab di negara lain, pemerintahnya begitu sangat mengapresiasi dan mau menindak lanjuti dengan baik pula. Jadi jangan salahkan apabila para ahli riset kita banyak hizrah ke negara luar.
Ditambah lagi kurangnya dukungan dari sektor perbankan dalam memberikan layanan modal bagi petani. Perbankan sering kali tidak mendukung para petani dalam pemenuhan modal. Perbankan lebih deman menyediakan modal bagi para kapitalisme, sementara para petani, nelayan dan rakyat kecil lainnya sering kali hanya menjadi penonton semata. Sebagai contoh yang sering terjadi, setiap seorang petani yang datang ke bank sering kali mendapat pelayanan yang terakhir. Bahkan kedatangan petani tidak digubris sedikit pun, sehingga usahanya untuk meminjam modal dari bank bagaikan pungguk merindukan bulan.
Banyaknya Lahan yang Beralih Fungsi
Saat ini luas wilayah pertanian semakin menyempit. Tiap tahunnya luas areal pertanian terus mengalami penyempitan. Hal ini diakibatkan banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi. Lahan yang dulunya dijadikan sebagai areal pertanian seperti padi kini telah berubah menjadi lahan pemukiman. Bukan hanya itu, saat ini banyak lahan pertanian yang dijadikan sebagai tempat bisnis real estate. Real estate menjadi pilihan, sebab bisnis real estate dianggap lebih menguntungkan dibandingkan sebagai petani. Sehingga banyak pemilik lahan yang mendirikan bisnis real estate dan sebahagian lagi menjual tanahnya.
Sebagai contoh, kampung susuk 4 tahun yang lalu saya lewati masih dipenuhi dengan persawahan. Tetapi tempat persawahan yang dulunya ditanami dengan padi kini telah mulai beralih fungsi. Kini gedung-gedung mulai ramai berdiri kokoh menghiasi kampung tersebut. Perumahan-perumahan baru terus bermunculan, lahan-lahan pertanian pun kini semakin sempit. Peristiwa perubahan alih fungsi lahan ini dapat dikawatirkan akan memperburuk ketahanan pangan. Bayangkan bagaimana jadinya apabila 5 tahun kedepan peristiwa pengalihan fungsi lahan ini terjadi terus. Pasti dapat dipastikan produksi pangan akan menurun dan akan mengakibatkan kekurangan pangan.
Bukan hanya itu fenomena lain yang terjadi saat ini adalah pengalihan fungsi lahan pertanian padi menjadi lahan kelapa sawit. Saat ini, banyak para petani yang dulunya bertanam padi kini menjadi bertanam kelapa sawit. Petani-petani kini berlomba-lomba menjadi petani kelapa sawit. Mengapa tidak, saat ini banyak petani yang tergiur mendengar kabar para petani kelapa sawit yang sukses meraup uang banyak.
Menyebar luasnya berita tentang banyaknya pendapatan para petani kelapa sawit. Membuat para petani lebih memilih untuk menanam kelapa sawit dari pada menanam padi. Para petani kini mengubah areal persawahannya menjadi lahan tempat menanam kelapa sawit. Fenomena ini dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan pangan di kemudian hari. Bayangkan saja jika semua para petani kini mengganti tanaman padinya dengan tanaman kelapa sawit. Bisa dipastikan beberapa tahun kedepan kekurangan bahan pangan pasti akan terjadi.
Pemerintah hendaknya tidak lagi mengabaikan permasalahan ini. Jika fenomena-fenomena ini tidak segera diatasi dengan kebijakan tepat, maka dapat dipastikan Indonesia akan menjadi negara pengimpor. Sehingga suatu saat julukan sebagai negara agraris hanya lah sebagai dongeng pengantar tidur.
analisadaily.com Radinton Malau Tekanan Pangan dan Kebijakan Praktis Pemerintah
0 comments:
Post a Comment