Umat adalah entitas yang hidup. Ia lahir, tumbuh, dan berkembang. Dalam perjalanannya, umat akan mengalami saat-saat kuat dan lemah. Kuat dan lemahnya umat ditentukan oleh ‘darah’ yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darahnya, yaitu pemikiran ideologis yang ada pada diri mereka. Kuat lemahnya umat juga ditentukan oleh sejauh mana ia berpegang teguh pada pemikiran yang menjadi landasan bagi tegaknya kehidupan mereka. Dalam hal ini, contoh yang paling gamblang adalah umat Islam.
Umat Islam dilahirkan di Madinah al-Munawwarah melalui tangan Rasulullah Muhammad saw melalui proses kelahiran yang sahih dan dalam bentuk yang kokoh. Umat Islam kemudian tumbuh dan berkembang hingga mencapai puncak kekuatannya pada masa Rasulullah saw yang kemudian berlanjut hingga pada masa Al-Khulafâ’ ar-Râsyidûn. Bentuknya semakin kokoh dan kekuasaannya pun semakin meluas. Akibatnya, bangsa dan negara lain memandang umat Islam sebagai satu kekuatan yang tidak terkalahkan. Inilah yang mendorong orang-orang kafir untuk selalu merongrong umat Islam serta memberi tekanan agar umat Islam tunduk kepada keinginan mereka.
Namun demikian, umat juga sempat terjangkit penyakit ringan akibat jauhnya mereka dari sebagian pemikiran Islam. Akan tetapi, dengan segera, mereka mampu mengobati penyakit-penyakit ini, dan mengembalikan kekuatannya seperti sedia kala. Semua itu karena umat telah memahami hakikat penyakit yang menyerangnya. Mereka juga telah memahami solusi yang tepat bagi penyakit ini, yaitu pemikiran Islam yang (bersifat) ideologis.
Islam adalah ideologi samawi yang dulu pernah menjadikan mereka gemilang dan bangkit. Kini, mereka kembali pada pemikiran ini. Mereka menggali dari pemikiran tersebut apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan mereka dan untuk menghancurkan kelemahan mereka.
Pemikiran umat yang bersifat ideologis itu merupakan ‘darah’ dan spirit hidup mereka. Selama darah ini tetap mengalir dengan hangat dan bersih di dalam pembuluh-pembuluh darah mereka serta sel-sel tubuh mereka tetap mengkonsumsi zat-zat bergizi, selama itu pulalah mereka akan tetap kuat. Dengan begitu, mereka dapat menemukan sebab-sebab kebangkitannya dan dapat mengobati kemerosotannya.
Sesungguhnya, pemikiran Islam telah teruji kemampuan dan kelayakannya dalam mengatur kehidupan manusia. Pemikiran Islam mampu menggagas setiap kebutuhan hidup dan perkembangan-perkembangan baru pada setiap masa dan pada setiap negeri yang dinaungi oleh kekuasaan Islam.
Kenyataan ini telah ditunjukkan oleh peradaban Islam yang agung. Keagungan Islam ini dapat disaksikan oleh setiap orang yang memiliki mata. Ia tampak di dalam khasanah kebudayaan Islam (tsaqâfah Islâmiyyah) yang terhimpun di dalam berbagai buku dan manuskrif yang memuat berbagai macam ilmu pengetahuan hingga hari ini. Buku-buku dan manuskrif-manuskrif tersebut telah dicetak dan kemudian menjadi rujukan para peneliti dalam berbagai disiplin keilmuan.
Hanya saja, umat Islam tengah diuji dengan lahirnya ulama yang mengabaikan aktivitas berpikir inovatif di tengah-tengah umat. Mereka menyerukan upaya untuk menutup pintu ijtihad, menyusul dipisahkannya potensi bahasa Arab dengan potensi Islam. Hal ini telah mempengaruhi—sekaligus menjadi sebab terpenting munculnya kelemahan—Daulah Islamiyah. Fenomena ini berlanjut hingga runtuhnya Daulah Islamiyah pada tahun 1924, yakni pasca Perang Dunia pertama.
Di sisi lain, musuh-musuh Islam berusaha dengan sungguh-sungguh agar Daulah Islamiyah ini tidak muncul kembali di tengah-tengah kehidupan. Untuk itu, mereka melancarkan serangan terhadap Dunia Islam dengan kekuatan militer dan harta kekayaan yang mereka miliki, yang kemudian dilanjutkan dengan serangan kebudayaan yang semakin menjauhkan umat Islam dari pemikiran dan agama mereka sendiri. Musuh-musuh Islam terus melakukan pendistorsian terhadap kesucian pemikiran (fikrah) Islam dan kejelasan metode (tharîqah) penerapannya
Oleh karena itu, sudah seharusnya putra-putri umat ini, terutama yang menempati negeri-negeri Arab, menyadari urgensi pemikiran Islam. Sudah selayaknya pula mereka memahami bahwa usaha menyelamatkan hidup mereka dan seluruh dunia dari kesengsaraan dengan selain ideologi Islam adalah sebuah kemustahilan. Harus disadari pula, bahwa usaha mewujudkan Islam di dalam kancah kehidupan tanpa tegaknya Daulah Islamiyah adalah sebuah utopia. Demikian pula, penegakan Daulah Islamiyyah tanpa peran serta umat—dengan pelopornya, orang Arab— adalah angan-angan kosong saja. Logisnya, potensi Arab merupakan suatu kemestian bagi tegaknya Daulah Islamiyah.
Setiap Muslim harus memahami hakikat pemikiran Islam dengan pemahaman yang jernih, terfokus, dan terbebas dari segala macam kotoran yang disusupkan oleh musuh-musuh Islam.
Dalam kajian ini, saya akan berusaha untuk menjelaskan dan memfokuskan pembahasan pada pengertian pemikiran Islam dan asas-asas yang melandasinya; akidah, sistem, peradaban, dan kebudayaan yang terpancar dari akidah Islam.
Salah satu hak pemikiran Islam atas kita adalah kita tidak boleh menyatakan kecuali bahwa pemikiran Islam adalah pemikiran yang haq. Jika hal ini tidak kita lakukan, berarti kita telah mengabaikan firman Allah swt:
وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا
وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمٌ
Kalian mengatakan dengan mulut-mulut kalian apa yang kalian tidak mempunyai ilmunya. Kalian mengiranya sederhana padahal itu adalah besar di sisi Allah. (TQS an-Nur [24]: 15).
Salah satu hak pemikiran Islam yang lain atas kita adalah kita harus konsisten dan terikat dengan pemikiran Islam. Selain itu, kita harus menjadikan Islam sebagai bekal untuk berinteraksi dengan masyarakat dan harus berjalan di atas metode yang telah ditetapkan Allah untuk kita. Kepada Allah kami mememohon, semoga Dia mengilhamkan kebenaran kepada kita. Amin. to download follow this link Studi dasar-dasar pemikiran Islam
cari cari ...
Sunday, November 14, 2010
Studi dasar-dasar pemikiran Islam
6:34 PM
admin
No comments
0 comments:
Post a Comment