cari cari ...

Monday, September 20, 2010

Dikritik, Pelesiran Jalan Terus

JAKARTA -- Kerasnya kritik publik terhadap maraknya "pelesiran" pejabat negara dengan dana APBN belum mendapat respons positif. DPR dan pemerintah masih menutup mata. Bukannya mengevaluasi serius semua agenda perjalanan kunker dalam negeri dan luar negeri, mereka justru mengajukan anggaran kunker yang jauh lebih besar untuk tahun depan.

Bila tahun ini total anggaran perjalanan dinas itu adalah Rp 19,5 triliun, pada 2011 mereka mengajukan Rp 20,9 triliun. "Padahal, setiap tahun dalam rangka pembahasan anggaran, presiden selalu meminta kementerian dan lembaga menghemat belanja perjalanan, tapi praktiknya justru meningkat. Ini menunjukkan imbauan penghematan masih sebatas retorika," kata Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan di Jakarta kemarin (20/9).

Dia juga pesimistis DPR mampu melakukan pressure kepada pemerintah untuk merasionalisasi anggaran perjalanan dinas. "Sebab, DPR juga berfoya-foya dengan melakukan berbagai kunjungan ke luar negeri," kritiknya.

Yuna membeberkan data. Menurut dia, dalam tiga tahun terakhir, belanja perjalanan terus meningkat tajam. Dari Rp 11,1 triliun pada 2008 dan Rp 15,1 triliun pada 2009 menjadi Rp 19,5 triliun pada 2010. "Pada 2011 belanja perjalanan direncanakan menjadi Rp 20,9 triliun," ungkap Yuna lantas menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalau saja pemerintah dan DPR mau memotong anggaran belanja perjalanan, setengahnya saja, kita tidak perlu berutang untuk program penanggulangan kemiskinan, seperti BOS dan PNPM, sebesar Rp 7,4 triliun itu," sesalnya.

Di gedung parlemen, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengakui anggaran Rp 19,5 triliun untuk kunjungan kerja pemerintah, termasuk presiden dan DPR, pada 2010 terlalu besar. "Saya secara pribadi terkejut dengan angka itu," kata Pram, begitu dia biasa disapa, kemarin (20/9). Menurut dia, kegiatan kunker adalah proses yang perencanaannya cukup lama.

Tanpa bermaksud membela, lanjut dia, sebenarnya proses kunker itu harus dilihat secara proporsional. Memang, ada kunker luar negeri yang tidak memberikan manfaat. "Namun, tidak semua studi banding (luar negeri) itu salah," ujar Pram.

Dia mencontohkan, evaluasi itu dilakukan dengan tidak memaksa setiap pembahasan RUU melalui studi banding ke luar negeri. Namun, jika memang perlu, kunker ke luar negeri juga harus dilakukan. Hal itu penting demi membandingkan kemajuan yang sudah dicapai negara lain dalam sejumlah objek RUU. "Kita juga tidak boleh seperti katak dalam tempurung," ujarnya.

Dari sisi itu, lanjut dia, bisa dilakukan evaluasi anggaran kunker secara profesional. Tidak hanya DPR, pemerintah juga wajib melakukan evaluasi. Sebagai contoh, besaran anggaran kunker Kementerian Kesehatan yang jumlahnya hampir sama dengan 560 anggota DPR. "Saya yakin (besaran anggaran) itu bisa ditekan," kata Pram.

Sementara itu, Komisi III DPR memastikan keberangkatan sepuluh anggotanya ke London, Inggris, hari ini terkait dengan pembahasan RUU Keimigrasian. Padahal, pembahasan RUU tersebut saat ini sudah sampai di tingkat panja.

Rombongan yang dijadwalkan baru kembali ke tanah air pada 26 September itu dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin (Golkar). "Hasil kunjungan kerja diharapkan bisa menambah khazanah dalam pembahasan RUU," bela Ketua Komisi III Benny Kabur Harman (Demokrat). Selain ke Inggris, ada tim lain pimpinan Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy (PAN) dengan tujuan Kanada. Namun, keberangkatan tim itu belum dipastikan.

Benny menyampaikan, kunker ke luar negeri tetap penting supaya parlemen tidak seperti katak dalam tempurung  "Kalau tidak pernah ke luar negeri, nanti menjadi negarawan setingkat katak," kata Benny.

Dia menambahkan, kebutuhan untuk mendapatkan parlemen yang berkualitas memang mahal. "Bahwa di sana mereka tidak bekerja, itu tugas kalian untuk mengawasi," tegasnya. sumber: jpnn.com

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More